Bagi dunia, kamu adalah seseorang. Tapi, mungkin bagi seseorang kamu adalah dunianya. Seperti angin yang selalu menunggu hujan, mentari yang berandai bertemu rembulan, awan yang tidak akan pernah menyentuh samudera. Mereka punya versi dunianya sendiri. Seperti halnya dunia versi saya, ia lelaki pemilik senyuman termanis, Jorell.
"Kamu yakin mau kerja hari ini?"
Saya mengangguk.
"Kamu kan baru aja keluar dari rumah sakit dua hari yang lalu. Masih perlu pemulihan" Ujarnya dengan wajah panik yang khas. Saya ingat betul mimik wajah itu, terekam jelas di memori.
"Enggakpapa, Jo. Di rumah sakit aku udah istirahat terus, masa di rumah istirahat lagi?"
"Bukan gitu. Kalau terjadi apa-apa gimana?"
"Aku yakin gak akan terjadi apa-apa"
"Ne, please. Aku beneran takut" Kata Jojo yang sekarang menoleh ke arah saya karena mobil seketika berhenti berkat lampu merah.
"Kalau ada apa-apa aku telfon kamu, Janji" Kata saya tersenyum kearahnya.
"You have to. Janji sama aku, cuma meeting terus balik ya? Lagian kantor kamu kan masih kasih izin buat kamu istirahat?" Jojo masih menatap saya dengan pandangan khawatir.
"I promise. I'll call you once its done. Okay?"
"Janji ya, Ne?"
"Janji, Tuan muda"
Lelaki pemilik dunia saya itu tersenyum sebentar kemudian jalanan kembali menjadi pemilik fokusnya. Saya ikut tersenyum yang kemudian ikut menatap jalanan yang kini sedikit basah karena hujan.
Jorell Baswara, saya biasa memanggilnya Jojo, pemilik dunia saya yang sekarang juga jadi pemilik waktu, pemilik hati? entah sejak kapan ia kembali. Membawa kenangan lalu tanpa sisa, ia merasuki dunia saya lagi. Disaat saya merasa orang-orang sekitar tidak mengerti saya, Jojo membawa kenyamanan lebih dari siapapun.
Sebenarnya, sejak kecelakaan yang menyebabkan saya di operasi lalu, JoJo ikut menjenguk. Dan kemudian, ia jadi sering datang menjelang seminggu sebelum saya pulang. Ia sering menggantikan ayah-bunda atau Ardan untuk menjaga saya. Sebelumnya memang ada Nata, tapi seminggu sebelum saya dinyatakan boleh beristirahat dirumah Nata juga sibuk dengan masalah pribadi. Yang saya dengar mengenai usaha distronya. Well, biarkanlah Nata dengan masalah pribadi, hidupnya juga bukan soal saya melulu.
Jojo seketika menghentikan mobil di depan lobbi kantor, memberi saya senyuman hangat yang saya balas dengan dekapan penuh. Wangi Jojo yang khas menyatu dengan napas saya sekarang.
"Kalau kamu udah selesai telfon aku. Oke?" Kata Jojo sambil melepaskan pelukan sepersekian detik kami, yang kemudian diikuti dengan anggukan pelan saya.
"Aku turun ya. Kamu ati-ati"
"Kamu yang ati-ati. Take care"
"Iyaaa ganteng" Ujar saya sambil meraih tas di barisan kursi belakang.
Sebelum saya keluar, Jojo masih menatap saya lembut dengan tangan kanannya yang berada diatas kemudi dengan logo BMW di tengahnya. Mata saya ikut menatapnya kembali, seakan tidak ingin ditinggalkan, tubuh ini ikut terpatung sesaat.
"Kamu mau ngomong sesuatu?" Akhirnya otak berhasil menguasai kendali mulut saya.
Jojo mengangguk sambil tersenyum, yang lalu bibirnya mulai terbuka perlahan.
"I love you" Suaranya lembut milik lelaki ini berhasil memenuhi hati, pikiran, serta seisi ruangan mobil tanpa terkecuali.
Biar saya berikan analoginya, rasanya seperti memenangkan seluruh penghargaan bergengsi sejagat raya. Menerima cinta dari dunia-mu, itu rasanya lebih dari memenangkan lotre.