Ketika saat itu pernah terjadi

223 49 13
                                    

Ada banyak hal yang membuat hubungan berakhir, beberapa orang memilih cara yang salah, beberapa orang tetap menjalin hubungan baik meskipun tidak dalam satu hati yang sama lagi. Ada banyak alasan kenapa mereka memilih untuk tidak melanjutkan perjuangan kisah mereka, beberapa orang itu mempunyai alasan yang memang pantas, beberapa orang lain memaksa mengakhirinya karena keadaan seperti contohnya orang ketiga? Atau memang sudah tidak ada rasa.

Dan kami, termasuk dalam golongan beberapa orang lain itu, saya dan Nata.

Setiap kali saya memikirkan hubungan ini, saya selalu pikir ini yang terakhir. Saya bisa. Nata bisa. Kami bisa. Tapi itu hanya angan kami belaka, atau malah hanya angan saya saja pada saat itu.

Saya menyalahkan diri saya sendiri yang sudah terlampau bermimpi mempunyai kehidupan indah bersama Nata, tapi saya tidak kecewa karena pernah percaya padanya kalau ia akan mewujudkan mimpi saya itu.

Suara radio mobil Nata masih terdengar samar meskipun ia sudah mengecilkan volumenya tadi, tangan kanannya masih menggenggam setir cr-v putihnya. Sedangkan tangan kirinya memijat pelipisnya pelan. Saya termangu, sambil meremas tangan saya sendiri yang kiranya dapat mengurangi perasaan gugup saya. Tapi tidak. Saya tetap gugup.

"Jasmine"

Suara beratnya mengucapkan nama asli saya. Tubuh saya bergetar, saya tidak salah kalau saat ini Nata sedang serius. Selama saya kenal Nata ia tidak pernah menyebutkan nama asli saya begitu jelas seperti tadi.

Saya mengangkat kepala saya. Belum menatap dia, saya tidak mampu.

"How i can say this to you?"

"Just say it"

"Jasmine....Maaf"

"Untuk?"

"Jasmine, aku gak mau salahin kamu. Aku juga gak mau salahin keadaan...."

Saya mencoba menahan airmata saya yang sudah terbendung di ujung mata saya.

"Aku gak mau salahin kita. Aku gak mau salahin setiap kenangan yang kita ukir. Aku gak mau salahin siapapun atau apapun termasuk kamu"

Saya hening.

"Kita udah coba. Kita udah lewatin. Kita udah berkerja keras bareng - bareng demi hubungan ini. Tapi, we couldn't make it"

"We couldn't make it or just you can't make it?"

"Jasmine"

"Aku nanya? Kita yang gak bisa atau hanya kamu yang gak bisa?"

"Jasmine....denger aku"

"Aku denger"

"Gak ada yang berubah dari kita. Yang berubah hanya kita gak terikat lagi dalam hubungan ini. Kita gak menyiksa satu sama lain lagi. Kita gak harus berantem lagi. Gak ada yang berubah Jasmine. Gak ada....dan aku yakin ini yang terbaik"

"Itu semua berubah, Nat. You used to be mine and after this you're not mine anymore. And i can't"

"Ini bukan soal aku punya kamu atau kamu punya aku. Kita udah dewasa Jasmine. Ini bukan soal itu"

Airmata saya akhirnya menerobos pintu keluar yang sedari tadi membendung. Tangan saya menutupi airmata yang mengalir tanpa saya suruh. Saya mendadak lemah. Mobil Nata saat itu terasa sangat dingin dan sepi.

"Kamu bisa, okay?"

Dia menegaskan kalimatnya lagi. Nata mengerti tidak sih kalau saya hancur. Saya tidak mampu. Saya lemah. Dan saya tidak akan bisa.

Saya masih terisak.

Nata meraih lengan saya, memeluknya dari samping sambil menjatuhkan kepalanya di atas kepala saya.

Saya tahu dia menahan tangisnya.

Ia mengecup kepala saya.

"Kamu pasti bisa, Jasmine"

Saya menggeleng dan masih terisak.

"Aku gak bisa"

Ia mencengkram kedua lengan saya mengarahkan tubuh saya ke arahnya. Tangannya masih ia letakan di kedua lengan saya selagi matanya menatap saya dalam. Matanya sudah merah.

"Denger aku. Kita gak bisa terusin ini lagi. Hubungan ini udah gak sehat Jasmine. Kita terlalu sibuk sendiri dalam waktu yang lama. Hubungan ini bukan tentang kita lagi. Sisa hubungan ini cuma tentang kamu dan aku dan masing - masing dari kita sibuk egois soal kepentingan masing - masing. Aku gak mau maksa hubungan kita lagi. Aku tau kamu capek...."

Saya sela perkataanya.

"Aku gak capek"

"Kamu capek. Aku tau kamu capek. Aku capek. Kita capek dan membuat hubungan ini jadi gak sehat. Jasmine, percaya sama aku. Kamu pasti bisa"

Saya akhirnya mengangguk. Bukan karena saya setuju untuk memutuskan hubungan kami. Melainkan, karena saya mencoba menyetujui kalau memang hubungan ini sudah tidak sehat.

Nata memeluk saya seketika. Ia eratkan tangannya di tubuh saya.

Aneh.

Pelukannya malam itu terasa dingin dan saya masih merasa sepi.

Tidak lama ia melepaskan pelukannya sedangkan saya beranjak dari cr-v putihnya yang biasa menemani hari - hari saya dan Nata. Saya tidak akan melupakan setiap inci dari mobil ini. Setiap inci momen yang di ciptakan. Setiap kenangan yang melekat. Saya biarkan segalanya tetap ditempatnya.

Saya menutup pintu mobil cr-vnya.

Ada yang berbeda lagi malam ini. Nata langsung melaju ketika saya selesai menutup pintu mobilnya.

Biasanya ia mengucapkan selamat tinggal atau sekedar menemani saya masuk ke dalam. Biasanya bukan tinggal saya sendiri di depan gerbang ini. Biasanya saya tidak menangis. Biasanya tidak sedingin ini ketika ia pergi. Biasanya saya tersenyum atau kesal ketika ia meninggalkan saya di depan gerbang rumah. Biasanya sesepi apapun malam, saya tidak se-kesepian ini. Biasanya ada Nata di bagian hati yang sekarang kosong.

Biasanya......

Biasanya......

Biasanya.......

Biasanya Naranta Dewangga adalah milik Jasmine. Tapi, itu hanya biasanya. Sekarang adalah kini yang sudah terjadi. Naranta Dewangga bukan milik Jasmine dan saya mencoba mengerti. Meskipun hati saya menolak mengerti.

Seorang NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang