Perahu (Nata)

140 39 47
                                    

"Terus gimana, Nat??"

Rere menanyakan hal yang sama untuk sekian kalinya. Tumben banget dia jadi pribadi yang cerewet hari ini. Gue ngajak dia kan maksudnya butuh saran dari seorang sahabat bukan malah di runtuti pertanyaan yang gue juga gak bisa jawab.

"Nat woy!!!"

"Apaansi lo elah"

"Et buaya, di ajak ngomong malah sewot"

"Ya apaan?!!"

"Terus gimana itu si Widya??"

"Ya gak gimana - gimana. Kita putus"

"Wah gila sih lo" gue tau Rere kaget banget, semuanya terbaca jelas ketika dia lempar ponselnya ke meja bundar yang ada di depan kami sekarang. Gue tau jelas sih alasan Rere bisa kaget kaya gitu. Dia orang yang paling tau persis perjuangan hubungan gue sama Widya walaupun gue cerita cuma lewat telfon dan baru ketemu sama dia sekarang.

"Orang tuanya gak setuju gue bisa apa,Re?"

"Ya tapi alasannya gak setuju apaan?"

"Beda agama. Kita juga gak se-ras dia cina gue pribumi, gak bagus buat di persatukan katanya"

Rere sekarang malah ketawa sambil nyuap potongan croissant nya ke mulut. Gue yang dari tadi cuma bisa mandangin Caramel Macchiato yang sebenernya juga gue gak suka - suka amat berusaha menahan diri buat gak jambak rambutnya atau tiba - tiba nonjok mukanya karena gak berguna punya sahabat macam dia.

Posisi duduk gue masih nyender ke sofa tapi mata gue ngelirik dia dengan tatapan se-ngeselin dan penuh pertanyaan sedangkan yang diliatin gak diem aja, Rere senderin tubuhnya ke punggung sofa dibelakangnya sebentar yang kemudian duduk tegak kembali sambil pasang mimik muka kalau dia punya segudang informasi yang gue harus tau.

"Lo belajar dari hubungan percintaan mantan lo gak sih?"

"Mantan yang mana?"

"Ohiya gue lupa mantan lo banyak"

"Anjing"

"Mine lah, emang yang sisanya lo anggep mantan?"

Gue membalasnya dengan tatapan bingung sekaligus meremehkan. Rere tuh kadang harus digituin emang. Dia buka lagi mulutnya dan siap - siap buat ngelanjutin kalimat yang dia penggal tadi.

"Mine kalau dari dulu bukan soal agama udah nikah kali sama Jojo gak pake bolak - balik lo sakitin dulu"

"Oh nyindir itu maksudnya"

"Gue gak nyindir, Nat. Gue bicara fakta. Dari awal lo ngenalin Widya ke gue juga kan gue tanya dulu. Lo yakin gak sama dia??"

Apa yang Rere bilang kalau di pikir ya emang bener juga. Tapi, nyatanya gue sampe sekarang juga belom nemuin jawaban dari pertanyaan dia. Maksud gue soal gue yakin sama Widya apa enggak.

Pikiran gue gak berhenti lama, ketika Rere mulai penjelasannya lagi gue udah siap dengerin dengan kedua telinga serta hati yang tabah karena gue tau kalau Rere lagi serius delapan puluh persen menjelaskan kesalahan gue semua. Sebenernya Rere tuh lebih mirip malaikat Atid dibanding sahabat gue.

"Tapi lo bilang agama bukan halangan. Lo bilang Widya bisa lebih dari Mine"

"Emang dia bisa"

"Iya dia bisa lebih dari Mine. Dia selalu ada buat lo. Dia gak pernah ngeluh, dia selalu cantik, dia gak ambekan, bahkan dia mau pindah ke agama lo dan ninggalin agama yang dia anut dari lahir. Tapi, dia bisa menuhin hati lo kaya yang Mine lakuin gak??" Rere menyereput cafe lattenya dan membuang matanya ke sudut sebelah kiri yang berarti arah ke pintu masuk kedai kopi membelakangi gue.

Seorang NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang