Tulisan dari Praha

154 36 9
                                    

Udara dingin menyeruak memaksa masuk sukma, tidak hentinya ia mengetuk meski sang tuang rumah mengelak ia tetap bersih keras memohon masuk. Dingin itu datang bersama rintikkan hujan masuk melalui celah - celah kenangan  menuju rongga rindu yang berlabuh pada candu yang tertuju padamu.

Musim semi di Praha adalah awalan dari segala cerita dari sisi yang berbeda tentang Nata, saya dan hubungan kami. Nata bukan penggemar hubungan jarak jauh sedangkan Saya sosok yang trauma tentang hubungan jarak jauh.Tetapi, ini soal Nata ini soal Naranta Dewangga saya tidak ingin melepaskannya. Bukan, tidak ingin tapi hati saya menolak.

Gejolak dingin yang sudah menyeruak masuk bersama rindu yang sudah menggebu setelah dua bulan lamanya tidak bertemu mendorong saya menulis untuknya.

"Untuk nanas di Jakarta.
Nas, apa yang ingin lo ketahui dari Praha? Lingkungannya? Musimnya? Indahnya? Atau kerennya? Semuanya bakal gue sampaikan sejelas- jelasnya kalau lo mau. Tapi syaratnya satu, lo ada disini.

Praha dingin. Praha sepi. Praha sunyi. Praha bukan lo.

Gue gak yakin kuliah gue akan lancar. Tapi gue lebih gak yakin lagi gue bakal nahan kangen sama lo selama di Praha.

Nas, ternyata lo bener. Kalau gue gak akan kuat. Yah gue kena traktir kentang goreng mcdonalds deh.

Waktu gue tulis surat ini di Praha lagi hujan deres, nas. Gimana Jakarta?

Nas kayanya,

Gue rindu.

Dan airmata mengalir melewati tulang hidung yang akhirnya menetes di kertas surat yang sedang saya tulis untuk Nata. Air hujan seakan tidak ingin berhenti, saya menikmati rindu ini sendiri. Dengan segala candu yang meraung, dengan segala harapan yang terpatri serta jarak yang memisah.

Seorang NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang