Val's Day

147 35 44
                                    

Lima jam empat puluh delapan menit tiga puluh sembilan detik, terasa begitu singkat tapi manis, se-manis kembang gula kapas yang lembut. Momen yang saya rasakan bagai benda tersebut.

Lembut, manis, dan candu.

Semua yang saya ingat tentang Nata adalah candu. Nata sudah menceritakan segalanya, sebenarnya tidak perlu ia menceritakan, saya juga sudah ingat. Meskipun tidak sedetail yang terakhir kali. Tapi, saya masih ingat siapa lelaki yang sekarang berada di balik kemudi, mengantar saya pulang.

"Gue pikir lo bakal lupa semua" Sautnya yang masih menatap jalanan.

"Kenapa lo gak ngomong dari awal kalau gue lupa sama lo?"

"Gak pengen maksa. Udah hampir lebih dari lima tahun kita bareng, gue selalu maksa lo terus"

"Kalau gue bener-bener lupa sama lo selamanya gimana?"

Nata diam sejenak, kemudian memasang wajah berpikir. Walaupun saya tahu dia tidak benar-benar melakukannya.

"Makanya gue minta kenalan sama lo waktu kita di rumah sakit. Kita bisa mulai semuanya dari awal"

"Pede banget kalau semuanya bakal sama?" Saya terkekeh pelan, menggoda Nata adalah salah satu favorit saya sejak lama sekali.

"Ya gak sih. Cuma, why not? Kalau lo emang jodoh gue mah ya jodoh aja"

Saya setuju dengan thoughts Nata soal jodoh, saya juga percaya kalau jodoh dan jalannya sudah di atur oleh maha kuasa. Jadi, mungkin ini jalan saya?

"Yeee apaan sih" Yang kemudian kalimat terakhir saya di sambut oleh tawa kami yang tercampur jadi satu memenuhi se-isi mobil.

Lima jam empat puluh delapan menit tiga puluh sembilan detik itu kami isi dengan obrolan tanpa akhir tentang kami yang dulu. Sampai waktu tidak terasa hampir tengah malam.

Nata memberhentikan mobilnya tepat di depan lobbi apartemen tempat saya tinggal, "Makasih, Nat"

"Sama-sama, La. Gue udah boleh manggil lo, Lola kan?"

Saya tersenyum sebentar lalu disambut oleh mimik wajahnya yang kebingungan.

"Boleh kok boleh. Sekarang gue inget Lola siapa hehehe"

"Yaudah sana lo masuk. Udah hampir tengah malem"

"Lo sih gara-garanya"

"Kok gue sih?"

"Ya emang lo" Saya terkekeh kemudian.

Tangan saya baru saja meraih gagang pintu yang saya niatkan untuk meninggalkan lelaki pemilik bola mata favorit saya. Namun, tangannya sudah lebih dulu menggenggam pergelangan tangan saya. Lantas saya menengok kearahnya. Sedangkan yang menggenggam, tertunduk seperti menyiapkan diri untuk hal-hal yang mengejutkan lainnya. Meskipun sebenarnya saya tidak punya apapun untuk ditunjukan dan membuatnya terkejut.

"La, gue masih boleh hadirkan 'kita' diantara lo dan gue?"

Ternyata saya yang dibuat terkejut, saya salah. Tapi, saya sudah kepalang bahagia. Jujur, sekarang hati saya penuh oleh Nata. Saya tatap matanya sambil menyentuh dagunya yang terjatuh, mengangkatnya perlahan.

"Kita akan tetap jadi kita. Kisahnya sama, jalan ceritanya yang berbeda" Ujar saya yang kemudian menyisipkan senyuman juga untuknya.

Nata terhening yang perlahan melepas saya pergi dari lima jam empat puluh delapan menit tiga puluh sembilan detik. Membawa saya kembali ke kehidupan semula. Menorehkan kebahagiaan yang belum berakhir tentang 'kita'.

***
Sudah kesekian kali sejak menit terakhir saya bertemu Nata, bibir saya tidak berhenti tersenyum menandakan bahwa saya benar bahagia, begitu tahu kenyataan diantara kami. Kenyataan kalau ia memang bukan sekedar teman dahulu. Meskipun pada akhirnya saya merasa terkhianati oleh diri saya sendiri dan orang di sekeliling saya tentunya soal lupa ingatan yang saya alami. Tapi, saya percaya kalau dibalik semua itu pasti ada alasan.

Seorang NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang