Retrograde

155 34 25
                                    

Manik saya mencari sinar yang terlihat samar dari arah luar kaca mobil, kepala saya mendadak pusing bukan main ditambah nyeri yang saya rasakan di sekujur tubuh, akal sehat saya sedang mencoba mencerna tentang situasi ini tapi bernafas saja sekarang sulit. Ingin berteriak tapi itu hanya pikiran saya belaka. Tidak lama terdengar suara sirine dari mobil polisi yang saya sering dengar, suasana makin sesak tidak memperbolehkan saya bernafas, tangan saya mencari - cari benda yang bisa di raih tapi belum juga mencapainya. Seseorang meraih jemari saya dan menarik saya keluar dari suasana riuh itu kemudian semuanya mendadak gelap.

--

Saya membuka mata saya pelan, sakit kepala yang terakhir saya rasakan masih terasa meskipun tidak sedahsyat yang terakhir kali. Tangan saya meraba sekitar hanya memastikan kalau saya sudah tidak berada di antara pecahan kaca dan terperangkap di antara besi yang menahan, kenapa saya terpikir tentang itu ya? saya tidak ingat pernah mengalaminya. Mata saya mengerjap berkali - kali meraba keadaan sekitar menangkap panorama yang tersaji pada saat pertama kali mata ini di buka.

"Mba??!" Suara Ardan yang pertama kali memenuhi kepala saya.

"Mba udah sadar??"

"Mine!!!!" Saya kenal suara itu, Haykal.

"Mba dimana, Dan?" saya yakin suara saya masih terdengar lirih.

"Mba tuh di rumah sakit, abis di operasi. Mba geger otak"

"Hah? Kok bisa?"

"Mba gak inget apa?!! Mba tuh kecelakaan, mobil mba ditabrak truk waktu mba mau pulang ke apartemen. Mba udah gak bangun dua hari" Ardan terlihat menggebu saya yakin ia tidak mengarang cerita, tapi ingatan terakhir kali yang tersisa adalah saya sedang di kantor.

"Ketabrak truk? kamu ngomong apa sih, Dan? terakhir kali Mba itu di kantor mau pulang, mau ketemu sama mas Haykal" Suara saya yang masih merintih dengan sekuat  tenaga saya keluarkan agar Ardan berhenti bercerita soal yang tidak - tidak.

Tapi bukan jawaban Ardan yang saya terima malah Ardan berhenti berbicara dan menjauh dari saya perlahan sekarang. Haykal meraih punggung Ardan yang kemudian mendekatkan dirinya kearah saya.

"Lo inget gue siapa kan, Ne?"

"Ya ingetlah. Gue kan emang mau ketemu lo kemarin abis ngantor? kenapa malah ketemu lonya disini?"

"Nama gue siapa, Ne?"

"Haykal"

"Nama lengkap gue?"

"Apaan sih??"

"Nama lengkap gue?" Haykal menekan suaranya

"Haykal Daniswara"

"Lo tau dia siapa kan??" Haykal menunjuk Ardan yang sekarang berdiri di belakangnya.

"Ya taulah kak, dia kan adek gue. Ini apaansih??"

Seketika tangisan Ardan memenuhi kamar rumah sakit dimana saya terbaring, tubuhnya memeluk saya erat. Air matanya berlinang deras setiap tetesannya yang mengalir terasa jelas di punggung saya.

"Dan, kamu kenapa??"

"Dokter bilang mba bakal lupa sebagian ingatan mba. Dokter bilang mba bakal gak inget huhu Dokter bilang mba kena Amnesia Retrograde. Tapi ternyata mba inget huhu Ardan takut mba"

Saya tercengang dengan apa yang Ardan katakan tadi, tubuh saya cukup membeku. Ardan bilang apa? saya akan hilang ingatan? Retrograde? mana mungkin? Kenapa bisa? Namun, dengan sigap saya memeluknya balik, begitu erat hingga airmata saya mengalir begitu saja tanpa permisi.

"Enggak, sayang. Mba inget kok" Ujar saya sambil melepaskan pelukan Ardan perlahan.

 Suara kenop pintu yang tergeser memecah suasana haru yang baru saja tercipta lewat saya dan Ardan. Dibalik pintu mata saya mendapati, Ayah dan Bunda baru saja memasuki ruangan kamar, memeluk saya hangat seketika diringi isakan tangis bunda yang memenuhi seisi ruangan.

Seorang NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang