Berikan apresiasi pada cerita ini ok?
Hope you enjoy this part.
•°•°•°•
Aravika telah diperbolehkan pulang oleh dokter keesokan harinya, berhubung karena kondisinya yang sudah semakin membaik. Aravika hanya perlu beristirahat dan mengkonsumsi obatnya dan juga vitamin yang telah diberikan oleh dokter.
Dan saat ini, Aravika sedang menunggu kakaknya dan mamanya untuk menemaninya pulang hari ini.
Pintu terbuka dan menampilkan kakaknya yang sudah bersiap untuk membawakan tasnya. Rafael menghampiri Aravika yang masih terduduk dengan jiwa yang sudah melayang bebas entah kemana. Rafael berdehem untuk menyadarkan Aravika dari lamunannya namun kelihatannya itu tidak berhasil, karena terlihat Vika masih menatap ke arah jendela dengan tatapan kosongnya.
Terpaksa, Rafael menepuk bahu Aravika pelan dan membuat Aravika sendiri tersadar dari lamunannya. Aravika mengerjapkan matanya pelan dan menyadari, jika Rafael telah menunggunya sedari tadi.
"Ayo Ra,"ajak Rafael sambil menggenggam tangan Vika pelan. Aravika bangkit dari duduknya dan mulai melangkah bersama Rafael, tetapi matanya masih berkelana mencari-cari sesuatu ke arah sekelilingnya. Rafael yang menyadari itu mengeryitkan dahinya, lalu tersenyum tipis ketika mengetahui maksud dari adiknya tersebut.
"Lo nyari seseorang?"tanyanya.
"Iya."
"Siapa?"
"Arland," jawab Aravika tanpa sadar dan itu membuat Rafael semakin mengembangkan senyum yang dia tahan sedari tadi.
Tersadar akan apa yang barusan dikatakannya, Aravika langsung memukul jidatnya pelan dengan sebelah tangannya yang tidak di genggam Rafael.
Rafael yang melihat itupun semakin tidak dapat menahan tawanya yang membuat wajah Vika semakin memerah karena malu."Arland gak ada disini. Katanya dia gak bisa ikut nganterin lo pulang, bukannya dia udah bilang sama lo ya?"Rafael tidak memperhatikan perubahan raut wajah Vika.
"Ciee nyariin Arland ciee.."goda Rafael tanpa menghiraukan raut wajah Aravika yang sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun. Faktanya, saat ini Aravika sedang kesal kepada Arland yang tak bisa mengantarnya pulang. Padahal Arland bukan siapa-siapanya, bukan?
"Apaan sih kak? Ngeselin deh."Vika mencebikkan bibirnya kesal melihat tingkah laku kakaknya yang melebihi abg sekarang. Padahal Rafael lebih tua dua tahun darinya, tapi kelakuannya sama sekali tidak ada dewasanya.
"Daripada kakak ngegodain Vika mulu, lebih baik kakak pikirin gebetan tak kesampaian kakak itu." Telak. Aravika membalas Rafael telak hingga membuat Rafael terdiam.
"Kakak kenapa? Kok diam gitu, bukannya kakak suka ya sama si Tania itu."Aravika yang keheranan dengan perubahan mood Rafael yang cepatpun hanya dapat bertanya.
"Iya, kakak suka sama Tania, tapi Tania gak suka sama kakak."Rafael tersenyum kecut saat mengutarakan perkataan tadi. Dia sendiri menjadi tidak semangat lagi untuk menyambut kepulangan Aravika, karena telah menyinggung hal sensitif itu.
"Kak, kalo kakak emang suka sama kak Tania itu perjuangin layaknya seorang cowo sejati. Karena beberapa cewe nolak cowo itu, hanya mau ngeliat siapa yang paling gigih dalam berjuang untuk ngedapetin hati si cewe. Kalo kakak udah nyerah gini, gimana bisa buat hatinya kak Tania luluh?" Rafael terdiam dengan segala penuturan Aravika yang menyadarkannya akan sesuatu.
Rafael mengangguk pelan sambil berusaha memantapkan hatinya untuk berani mengikuti saran adik tercintanya ini.
"Kakak bakalan berusaha untuk ngedapetin hatinya Tania! Makasih atas saran lo Ra. Lo emang adik gue yang paaaliinggg baik,"puji Rafael sambil mencubit hidung Aravika, hingga memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Badboy
Teen FictionHighest ranking: #34 in teenfiction (17-02-17) #26 in teenfiction (19-02-17) Potongan-potongan memori itu kembali, membawa luka lama yang kembali berdarah. Menyisakan kesakitan bila diingat kembali. Dan disaat semua sudah mulai berubah, disaat 'nyam...