Budayakan untuk Vote sebelum membaca~
Oh ya, Part ini kembali lagi ke Author Pov ya...
Mungkin saat ini Arland lebih suka ber-andai - andai. Mengharapkan segala sesuatu agar terjadi sesuai kemauannya, keinginannya ataupun yang dia harapkan. Tapi sayangnya, hal itu tidak akan terjadi. Segalanya telah terjadi. Rasa sakit karena merasa dibohongi telah menampakkan wujudnya, rasa dijauhi kembali seakan tak puas hanya menampakkan diri sekali kepada Arland.
Arland merasa dirinya begitu bodoh saat ini. Merasa ingin memperbaiki semuanya namun tak tahu harus melakukan apa. Entah kenapa semua tekatnya menguap begitu saja ketika membayangkan dirinya yang kembali ke masa-masa kelam itu. Masa dimana dia ditinggalkan oleh orang-orang yang selama ini berhasil mengeluarkan dirinya dari masa kecil yang hampir saja tidak selamat hanya karena sebuah kesalahan yang bahkan masih belum dipahaminya. Mereka—orang yang telah ada bersama Arland, menemani Arland dan selalu memberikan pengertian yang seharusnya tugas itu dilakukan oleh orangtuanya sendiri—meninggalkan Arland kembali bersama bayang-bayang orangtua yang selalu menuntut anaknya tanpa mau memperhatikan apa yang dibutuhkan.
Dan Arland tidak mau lagi kembali ke masa itu. Dia ingin keluarga keduanya kembali, merengkuhnya dengan limpahan kasih sayang dan perhatian yang mereka miliki dan kembali bersamanya.
Oleh karena itu, saat ini mati-matian Arland berusaha untuk membuat sebuah cara agar dia bisa mendapatkan sebuah kata maaf yang tulus dari kekasihnya. Gadis yang dia cintai tulus, yang menyadarkan dirinya jika kehilangan itu pahit rasanya, abu-abu warnanya, dan sesak selalu melanda.
Untuk saat ini, Arland ingin sekali memohon pada Yang Maha Kuasa, agar semua kebahagiaan yang pernah meninggalkannya agar datang kembali padanya.
Pandangan Arland tak lepas dari layar ponsel canggihnya yang menampakkan gambar wajah seorang gadis yang diikuti dengan pose uniknya dan raut yang cukup menggemaskan. Berulang kali Arland mengusap layar ponselnya itu sambil menghela napas berat seakan sedang mengalami tekanan batin dan memiliki beban berat.
cklek...
Pintu kamar Arland terbuka dan menampilkan sosok teman-teman Arland yang selama ini telah menemaninya bahkan disaat-saat terpuruknya seperti sekarang ini. Mengingat hal itu Arland bisa sedikit menarik kedua ujung bibirnya.
"Apa kabar lo Land? Masih hidup?!"sapa Fabian dengan sedikit nada menyindir dalam kalimatnya.
"Buruk. Dan jiwa gue udah menghilang setengah,"jawabnya dengan suara yang parau. Cukup untuk membuat teman-temannya yang lain bahwa saat ini dia sedang down.
"Kami bertiga gak bisa kasih saran apa-apa, karena yang jalanin ini semua itu lo. Kita hanya bisa support lo sebisa mungkin. Dan, tinggal seminggu lagi ujian kelulusan dimulai. Lo harus bisa tetap kuat buat menata masa depan lo." Fabian masih bersandar pada dinding disamping pintu kamar Arland dengan gaya acuhnya. Namun dia khawatir, perasaan khawatir itu terlihat jelas didalam netra coklatnya.
"Biarin masa lalu itu jadi kenangan Land. Lo masih bisa ingat semuanya, tapi jangan lupa kalau lo masih punya masa depan,"ujar Rio sambil memainkan salah satu pajangan miniatur mobil sport milik Arland.
"Apa lo gak mau, kalau lo sama Aravika bisa sama-sama lagi di masa depan lo yang cerah? Hey dude, kita berempat udah janji kalo kita bakalan sukses dan bahagia!"ucap Bani.
Apa kata teman-temannya tadi? Dirinya memang masih punya masa depan. Janji? Oh.. Arland hampir melupakan hal itu. Dia memang pernah berjanji dengan ketiga temannya ini. Lebih tepatnya mereka bersumpah akan menjadi sukses dimasa yang akan datang dan bahagia dengan kehidupan mereka. Walaupun kelakuan mereka hampir mirip seperti berandalan, mereka tetap saja remaja yang ingin memiliki masa depan yang cerah dan dapat membanggakan kedua orang tua mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Badboy
Teen FictionHighest ranking: #34 in teenfiction (17-02-17) #26 in teenfiction (19-02-17) Potongan-potongan memori itu kembali, membawa luka lama yang kembali berdarah. Menyisakan kesakitan bila diingat kembali. Dan disaat semua sudah mulai berubah, disaat 'nyam...