ArVi 28.

6.3K 532 40
                                        

Budayakan Vote sebelum membaca, ok?

"Sekarang giliran elo!"

Dorr...

"Akhh.." jerit Vika.

Dia tertegun melihat Arland yang berusaha untuk melindunginya. Dia tak dapat berkata apapun, bahkan tak bisa mengekspresikan wajahnya saat ini. Dia seakan merasakan kekosongan yang mendalam sedetik setelah Arland terkena peluru itu.

"Shit.." umpat Tasya. Dia berlari keluar dari tempat itu, sebelum pihak keamanan datang dan menangkapnya. Tapi Tasya sudah berjanji untuk tetap akan balas dendam kepada Aravika. Dan untuk sementara waktu, Tasya akan kabur dan mencari cara untuk menghabisi Aravika.

Arland yang terkena timah panas tersebut. Sesaat setelah Tasya mengucapkan kalimat terakhirnya itu, Arland langsung berusaha untuk berdiri. Melindungi Aravika yang berada didepannya dengan cara memeluknya. Peluru itu tepat mengenai punggungnya yang sepertinya tembus tepat didadanya. Arland telah mengorbankan dirinya lagi demi Aravika. Dan kali ini, Aravika merasa bodoh. Bodoh karena telah membiarkan Arland menjadi seperti ini. Dan bodoh karena bukannya dia yang melindungi Arland tetapi malah Arland yang melindungi dirinya.

Aravika menangis histeris. Mengeluarkan segala kekhawatiran, kecemasan, kesedihan dan ketakutan yang menusuk ke dalam dadanya. Dia tidak sanggup jika kehilangan seseorang yang dia cintai. Itu sakit.

"Arland kamu kenapa gini?! Kamu kenapa bodoh banget! BIARIN AJA AKU YANG KETEMBAK!"jeritnya. Dia tidak suka seperti ini. Dia tidak suka menangis didepan orang lain walaupun itu keluarganya sendiri, karena dia tidak ingin orang melihat dia saat dia lemah seperti ini.

"ARLAND!" pekik Aravika lagi.

Aravika berusaha meredam tangisnya, berusaha untuk mencari cara agar dapat terlepas dari tali sialan yang mengikat tubuhnya saat ini. Tapi dia selalu terhenti, begitu menatap wajah Arland yang tersenyum menenangkan. Arland masih bisa tersenyum setelah dia mengalami hal ini, dan itu membuat Aravika semakin terisak. Dia tak mampu lagi membendung air matanya yang sedari tadi sudah dia tahan kuat-kuat.

"Jangan nangis. Ak..aku udah bilang kalo ka..kamu nangis.. kamu jadi je..lek,"ucap Arland sambil menatap mata Aravika dengan tenang.

"Aku gak mau kamu kenapa-napa.."lirih Aravika. Air matanya terus menerus keluar tanpa bisa dihentikan oleh dirinya sendiri.

"A..ku gapapa kok. Aku kan punya janji sama kamu supaya gak kenapa-napa,"balas Arland.

Aravika menangis semakin kuat. Dadanya sesak sekali, saat melihat orang yang dia sayangi menahan sakit demi dirinya. Dia selalu berdoa kepada Tuhan selama ini, agar semua orang yang dia sayangi selalu dilindungi olehNya. Tapi saat ini, dia ingin menangis dulu. Mengeluarkan segala kesesakan yang dia rasakan.

"Kamu harusnya gak selamatin aku..."ucapannya terpotong dengan isak tangisnya sendiri. Dia tidak dapat menahannya, rasanya dia ingin menangis dan berteriak sekuat-kuatnya saat ini juga.

"Ap..apa gunanya aku kalo g..gak bisa selamatin kamu?"tanya Arland pelan.

"Kamu itu berguna banget Land, aku masih bisa dengar detak jantung kamu, aku...aku udah bersyukur banget. Jadi tolong, aku minta tolong sama kamu, tolong tetap hidup buat aku,"

"Aku.. gak bisa janji. Karna bukan aku, yang nentuin hidup atau mati,"jawab Arland.

Aravika menggeleng pelan. "Kalo gitu aku mau kamu janji, kalo kamu harus bisa bertahan,"ucap Aravika disela isak tangisnya.

Arland mengangguk pelan, kemudian tersenyum dengan lembut. Dengan sebelah tangannya yang tidak tertembak, Arland menggenggam tangan Aravika yang masih terikat.

My Possessive BadboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang