ArVi 38.

609 24 0
                                    

Sorry buat menghilangnya gue 2 tahun ini. Hope you enjoy this last part.

"Arland?"

Perih. Itu yang dirasakan Aravika saat ini. Dia menatap wajah kusut Arland, netranya yang sayu seakan membuktikan betapa putus asanya dia saat ini. Hancur, bahkan seperti tidak perduli pada hidupnya lagi.

"Hai? Can I talk to you? Just for a second, please."

Arland hanya bisa menatap keterpakuan Ara. Memang bisa apalagi dia? Haha. Hanya bisa berharap kalau pujaan hatinya itu mau berbicara dengannya sebentar. Arland bahkan sudah tak mampu lagi untuk menampakkan dirinya dihadapan Aravika.

"Ayo masuk."

Deg..

Arland menatap punggung Aravika yang berjalan memasuki rumahnya. Dengan menghela napas pelan, dia mulai memberanikan diri untuk menutup pintu dan masuk lebih dalam lagi.

"Aku.."

Aravika diam, menunggu kata-kata selanjutnya yang akan keluar dari bibir Arland. Dia merindukan nya. Sangat merindukan Arland sampai dia tidak tau apa yang harus Aravika lakukan ketika dia mendapatkan presensi seorang Arland dihadapannya. Ingin memeluknya, menyampaikan betapa dia merindukan Kekasihnya ini.

"Aku... kangen kamu Ra."

Cukup sudah... Aravika tidak bisa lagi menahan ego nya. Air mata mulai jatuh di kedua pelupuk matanya. Dia mengalihkan pandangannya dari Arland yang menatapnya penuh kerinduan. Bahunya mulai bergetar perlahan seiring dengan isak tangis yang semakin kencang.

"Hei, jangan nangis. Aku minta maaf, selama ini udah bohong sama kamu Ra.  Honestly, I just ..."

Arland menghentikan kata - katanya ketika dia merasakan pelukan hangat yang selama ini dia rindukan di setiap malam kelamnya. Aravika hanya bisa menangis tersedu didekapan Arland. Berusaha untuk menyalurkan rindunya, sudah lama rasanya. Ara bahkan tidak ingat kapan terakhir kalinya mereka berpelukan seperti ini. Dia jadi teringat kata-kata Sania kemarin. " jangan nyiksa diri lo sendiri Ra. Lo dan Arland berhak bahagia. Kalo emang lo ngerasa sakit, just think that Arland have the same feeling with you. Atau bahkan dia ngerasain hal yang lebih menyakitkan ketika lo abaikan dia yang berusaha ngejelasin semua, yang bahkan that's not his fault at all!"

"Hey, jangan nangis lagi sayang. It's hurts me so much. Kamu masih maukan dengerin penjelasan aku?"

Aravika menggelengkan kepalanya pelan. "Aku udah tau semuanya. Sorry, i just blame myself and blame you. Aku hanya merasa kalo aku juga salah, aku ngehindarin kamu yang bahkan ga salah apapun, aku nyalahin diri aku sendiri karna gabisa nerima kenyataan gitu aja. I just need time to heal my pain."

"Ssstt... jangan bilang gitu. Aku minta maaf udah bikin kamu nangis kaya gini. Pipinya jadi makin gembul kan," ucap Arland seraya menusuk pipi gembul Ara yang saat ini sudah sembab karena air mata yang sedari tadi belum berhenti.

Aravika menepis pelan jari telunjuk Arland, dan kembali mengeratkan pelukan. Menenggelamkan wajahnya yang sembab itu di dada Arland yang terkekeh gemas melihatnya.

"Aku udah denger semuanya dari temen - temen kamu. Mereka, terutama Fabian udah ngebuka pikiran aku yang salah tentang semua ini. Aku minta maaf sama kamu Ar. Kalo kamu mau bales marah sama aku gapapa. Tapi jangan jauhin aku kayak aku ngejauhin kamu, itu bikin aku sakit."

Arland mengelus pundak Aravika pelan. "Aku... juga minta maaf. Jadi kita baikan kan?"

Aravika langsung menggeleng pelan didalam pelukan Arland. "Siapa bilang kita baikan? Bukannya kita udah putus ya?"

Arland terkekeh pelan. "Katanya belum baikan, tapi meluknya kenceng amat ibu negara." Aravika semakin mengeratkan pelukannya.

"Kenapa kamu masih mau berusaha buat orang yang udah nyia - nyia in perjuangan kamu Land? Aku gaada apa - apanya. Kamu ga seharusnya berjuang sekeras ini cuma buat aku yang hanya bisa bikin kamu sakit," gumam Ara.

Ara menyentuh pipi Arland yang terlihat menirus, menatap sendu ke arah cekungan yang terbentuk disekitar mata Arland. Dia tidak menyangka Arland akan sekacau ini— tidak. Mereka berdua sama kacaunya. Ara dengan keegoisannya, dan Arland dengan perjuangannya.

Arland memegang tangan Ara. "I just love you Ra. I do."

"Kamu tau? Hal yang paling bikin aku nyesel adalah ngeliat kamu yang berusaha sekuat itu untuk bikin aku percaya lagi sama kamu. Land, kalau nanti aku seegois ini lagi tolong kamu ingetin aku."

Arland mengangguk pelan. Tersenyum dengan lega, dirinya pikir semuanya akan berakhir disini. Dirinya pikir tidak akan ada lagi kata 'Kita' diantara mereka berdua. Dirinya pikir, dia akan lebih kacau dari hari sebelumnya dan mengingat kenyataan terburuk itu Arland bersyukur. Semesta, Tuhan dan Takdir masih mau mengizinkan mereka untuk kembali bersama, meneruskan kisah mereka yang belum akan benar - benar berakhir. Ini baru awal untuk mereka.

Sedangkan Ara hanya berharap kalau kedepannya mereka tidak akan saling mengecewakan lagi. Luka itu memang akan ada disetiap hubungan, tapi bukan berarti luka yang mengubah sebuah hubungan. Dia yakin setiap kisah cinta punya kisah pilunya masing - masing.




●○●○●○●

Hi... it's been a long time, 2 years maybe? Gue menyia - nyiakan work ini, sampe udah jadi debu wkwk..

Awalnya gue ga kepikiran sama sekali mau nerusin work yang udah lama ini, but there's a words that open my mind. Gue mikirin pembaca yang seniat itu nunggu 2 tahun buat lanjutan ini. Gue juga kepikiran buat nyalurin lagi imajinasi terliar gue wkwk..

Banyak yang terjadi selama 2 tahun sejak cerita ini berhenti yang awalnya karena ga mood. Gue yang dimasa itu masih SMA dan nulis ini, lalu gue baca ulang dan kayaknya gaya nulis gue yang udah berubah banyak.

Ga yakin masih ada yang baca sih, but i think this story should be finished.
Ayo buka lembaran baru, cerita baru dan semoga karya baru nanti ngajarin banyak hal buat pembacanya.

Sekali lagi.. Thank You ^^

My Possessive BadboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang