prolog

35.8K 1.2K 14
                                    

Aku melangkahkan kaki ku dengan sangat malas. Hari ini adalah hari pertama aku bersekolah sebagai siswi kelas satu SMA.

Oh iya, kenalkan diriku. Nama ku adalah Namesta Devisolia. Nama yang aneh kah? Atau unik? Ah, masa bodo. Aku biasa dipanggil Nam.

Aku akan bersekolah di SMA Shinawatra. Nama sekolah yang aneh, tapi percayalah, sekolah tersebut adalah salah satu sekolah ternama di Jakarta.

Kemarin adalah hari terakhir MOS. Lima menit sebelum bel berbunyi untuk memulai upacara.

Makhlum, aku susah berteman. Jadi, aku belum berteman dengan siapa-siapa. Aku duduk di kursi panjang yang letaknya berjejeran di lorong sekolah. Aku hanya termenung. Jadi, aku curhat sedikit ya. Sebelum sampai disekolah, aku diantar supir. Dan mobilnya seketika mogok. Untung saja mobilnya mogok di dekat bengkel. Orang-orang bengkel membantu mendorong mobil kearah bengkel. Aku sedikit kesal, aku melihat jam, aku gugup. Aku tidak mau terlambat, apalagi dihari pertama sekolah. Aku menunggu didekat bengkel. Dan emosi ku tidak tertahankan.

"Mas Feri! Kalau mobilnya masih mogok, saya pesan taxi aja!", teriakku kepada Mas Feri, supirku.

"Aduh, tunggu bentar ya, non.", jawab Mas Feri sambil menggaruk-garuk rambutnya.

"Gak bisa! Saya gak mau terlambat!", teriakku lagi.

Dan tiba-tiba,

"Eh, gak usah sok jadi ratu, gitu-gitu dia supir lo dan lebih tua dari pada lo. Kasih respect kek!", ucap seseorang dari belakangku. Dia seorang lelaki. Sedang menaiki motornya. Aku melihat baju yang dikenakannya, dia memakai seragam yang sama sepertiku.

Hmmm... Anak SMA Shinawatra juga nih, batinku.

"Jadi lo berhenti dijalan cuman mau ceramahin gue?", bentakku kepada lelaki itu.

"Iya! Sikap lu gak sopan banget, apaan tuh teriak-teriak gak jelas kayak orang gila.", balasnya.

Tenangkan hamba Mu ini, Tuhan.
    
Aku mendecakkan lidahku dengan sangat AMAT kesal. "Jadi mau lo apa? Hah?!? Mau lo apa?", balasku lagi.

Wajahnya berubah seketika. Wajahnya yang tadi sedikit kesal dan geram akan sikapku, menjadi sedikit, apa yahh.. Senang? Pokoknya, aku melihat dia sedikit menaikkan sudut bibirnya.

"Cepat naik ke motor gue. Bentar lagi bel, mau upacara. Lo anak kelas sepuluh kan? Anak baru di SMA Shinawatra? Gue kasih tahu nih, jangan mau telat pas upacara.", kata lelaki itu sambil menyengir.

"Lu mau boncengin gue?", tanyaku lagi dengan ragu.

"Iya! Cepat!".

"Bentar.", aku berlari menuju Mas Feri.

"Mas Feri, saya gak boleh telat sekolah. Saya duluan ya, naik motor. Bye!", lalu aku dengan cepat berlari lagi menuju motor lelaki tersebut.

Motornya melesat dengan cepat menuju sekolah.

Dan itu sedikit curhat dariku.

Sekarang, back to real life.

Bel berbunyi, menandakan upacara akan dimulai.

Aku baris dipaling depan. Aku sedang melamun akan kejadian saat pagi tadi, aku belum tahu nama lelaki tersebut. Nih, aku kasih tahu. Dia berambut sedikit gondrong, karena rambutnya sudah melewati batas telinga, dan warna rambutnya berwarna hitam lebat. Mata berwarna sedikit hazel, hidungnya mancung, kulitnya seperti milk cream, tidak terlalu putih, dan dia tinggi. Bayangkan saja, aku saja setinggi bahunya. Kalau di judge dari covernya sih, kelihatannya dia nakal? I don't know. Karena bajunya sama sekali tidak rapi, dua kancing teratasnya tidak dikancing sehingga kaos putih yang dikenakannya terlihat, tidak memakai ban pinggang, seragamnya juga terlihat seperti tidak di setrika.

"Heh! Mundur dua langkah! Bengong aja terus!", bentak seseorang yang berhasil membangunkan ku dari lamunan.

Mata ku langsung membulat, sosok yang baru saja membentakku adalah lelaki yang tadi pagi menceramahiku dijalan dan memboncengku ke sekolah!

"Oh, iya. Maaf.", aku tidak sadar, aku berdiri terlalu depan dibarisanku.

Aduh, Nam. Jangan banyak bengong!

"Jih. Tumben, tadi galak-galak banget, sekarang alim banget. Jaim yah lo. Tapi gak apa-apa lah, berarti lo respect sama kakak kelas.", kata lelaki itu.

Wait. Dia kakak kelas gue?

"Ya udah, sih. Gue galak, salah. Gue baik, salah. Mau nya apa sih?", gilaaaa aku geram sekali akan sikap lelaki itu. Sepertinya dia senang melihatku kesal.

Lelaki itu tidak menjawab apa-apa. Dia langsung balik ke barisannya. Yaitu di barisan pengurus OSIS.

Eh? Dia pengurus OSIS? Kok pas MOS gak kelihatan, ya?

Oke, this is weird. Tidak usah dipikirkan lagi. Tidak penting. Sangat tidak penting. Huh. Satu kata untuk hari ini, WEIRD!

Cold As IceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang