15

10.9K 426 3
                                    

"NAAAAM!", sahutan seseorang terdengar nyaring bunyinya, yang suaranya aku kenal sekali. Aku menoleh kebelakang, dan melihat Kila!

"KILAAA!", sahutku, dan ikut berlari kearahnya dan memeluknya.

"Gila, Nam. Gue kangen banget!", kata Kila.

Aku melepaskan pelukannya.

"Iiih. Muka Kila gak berubah.", kataku asal

"Bego ih!", Kila menoyor kepalaku.

"Lo kira penampilan gue bakal berubah gitu selama dua hari gak ketemu?", tanyanya dengan ekspresi sok ngambek.

"Iya, gue berharap lo bakal berubah menjadi Selena Gomez pas lo masuk sekolah.", candaku.

"Ya udah. Main sana sama Selena Gomez, gue pergi aja. Males temenan sama orang yang ternyata menusuk lu dari belakang!", katanya sewot lalu membalikkan tubuhnya dengan lebay dan berpura-pura akan meninggalkanku.

Aku langsung menarik tangannya. Dan memeluknya lagi.

"Lo kan Selena Gomez-nya gue.", kataku.

"Aw aw aw!! So sweet! Dan elo itu Taylor Swift-nya gue.", katanya.

Aku dan Kila menuju kelas, aku ceritakan kepadanya, apa saja yang telah terjadi kepadaku selama dia tidak hadir. Akhirnyaaa, aku ada teman.

***

Pelajaran olahraga, benar-benar pelajaran yang mematikan selain pelajaran matematika dan IPA. Selain pelajarannya yang membuat murid menguras tenaga dan energi nya sampai tubuh kami dihujani keringat, yang membuat pelajaran ini mematikan adalah guru nya yang killer. Pak Rio, guru olahraga yang 'show no mercy'. Dia akan memberi tatapan 'bodo-amat' jika kalian sudah hampir pingsan karena dijemur di teriknya matahari, dan dia tidak akan mengizinkan para murid nya untuk minum seteguk airpun, jika tenggorokannya benar-benar sudah kekeringan. Kejam? Iya. Mematikan? Sangat. Gurunya? Setan.

"Gue gak sanggup, Nam.", komplen Kila ditengah-tengah lapangan, kami disuruh push up, sit up, dan back up masing-masing limapuluh kali. Kejam? Iya. Gila? Iya. Gurunya? Mencoba untuk membunuh muridnya.

Jika kami sudah selesai melakukan push up, sit up, dan back up, Pak Rio mengizinkan muridnya untuk melakukan kegiatan bebas. Para perempuan biasanya pada merumpi di tribun, bergossip mengenai sesuatu yang hot news di sekolah, bahkan sampai ke hot news yang ada diluar sekolah. Sedangkan, yang laki-laki, pada bermain basket, futsal, kasti, volley, dan lain-lain. Intinya, para lelaki tidak mau berdiam saja di jam olahraga ini. Aku dan Kila duduk di tengah lapangan berdua.

"Nam, Kil, mau main Volley? Gue dan yang lain mau main Volley nih. Mau bagi tim dulu. Tapi lu berdua mau ikut main, gak?", tawar William sambil menyipitkan matanya yang tersilau oleh sinar matahari.

"Gak ah, capek.", jawabku singkat.

"Ya udah.", lalu dia berlari ke teman-temannya, melanjutkan permainannya.

Selama tiga puluh menit, aku dan Kila duduk dan mengobrol. Kami tidak mau duduk di tribun, bersama para perempuan yang kerjanya tak lain menggosip. Blablabla sini.. Blablabla sono... Blablabla dimana-mana. Aku dan Kila bukan tipe perempuan yang suka dengan hal seperti itu, jika iya aku dan Kila bergossip, pasti kami menggosip mengenai kucing berwarna hitam yang sering tidur didekat pos satpam karena beberapa kali kami melihat dia hamil dan hamil dan hamil lalu akhirnya kami gossip mengenai siapa kucing jantan yang sudah menghamili kucing lucu ini tanpa menemaninya dan membiarkannya sendiri mengurusi anak-anak kucing kecilnya di dekat pos satpam.

"Lanjut cerita yang tadi dikelas dooong, Nam.", kata Kila sambil melipat baju dibagian lengannya keatas karena kepanasan.

"Yang mana, ya? Gue lupa.".

"Yang si Ariana ituuu.".

"Oh iyaaa. Iya ya. Iya, itu si Ariana gue gak kenal. Di sekolah ini, ada yang namanya Ariana gak sih?", tanyaku.

"Gue juga gak tahu, Nam. Tapi kalau diantara semua murid yang seangkatan sama kita. Gak ada deh. Gak ada anak kelas sepuluh yang namanya Ariana.", jawabnya.

"Hm."

"Berarti, William itu cowok... Yang gak tahu diri dong?".

"Hah?".

"Ya iya dong, Nam. Lo pisah sama dia di Malang, padahal kalian lagi masih dalam masa pedekate yang begitu
mesra. Pas William akhirnya pindah kesini, dia masih suka kayak deketin lo gitu, eh ternyata dia ada sama cewe lain.", jelasnya.

"Emang. William kan lelaki anj....".

"Olahraga sudah selesai. Yok, balik.", kata William mengajakku dan Kila untuk berdiri dan beranjak kekelas.

Aku dan Kila bercekikikan, tanpa kami sadari, para murid dikelas kami sudah tidak ada dilapangan dan di tribun.


a/n:
"Siapa William?". William? ITU LOOOH, YANG ADA DI MULTIMEDIA! Hahaha..

Cold As IceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang