29

7.4K 359 3
                                    

"Kapan balik ke Indonesia lagi?", kalimat itu akhirnya keluar dari mulut Erik setelah sekian menit aku berjalan disampingnya.

Aku hanya bisa menatapnya dengan tatapan nanar. Aku tidak tahu harus menjawab apa.

Aku masih berjalan bersama Erik menuju aula sekolah, dimana pelajar dari berbagai negara harus dikumpulkan disana. Tanpa suara, tanpa percakapan. Hanya langkah kaki Erik yang kurasakan semakin cepat, hingga aku sedikit berlari untuk mengimbanginya. Apakah dia marah? Apakah dia marah karena tadi aku tidak menjawab pertanyaannya? Ada perasaan tidak nyaman menggelayuti diriku.

Begitu sampai di aula sekolah, Erik langsung menuju kelompoknya dan langsung sibuk dengan kelompoknya.

Oke fix. Dia marah sama gue.

Lewat sudut mata aku melihat Erik seperti kesal, dan aku tidak tahu alasannya apa!

Kegiatan pertukaran pelajar dilaksanakan selama tiga hari. Jadi, esok hari, dan keesokan harinya juga, Erik akan masih ada di sekolah ini. Tapi jika dihari pertama Erik sudah bersikap marah seperti ini, bagaimana keselanjutannya?

Bel disekolah Green Whale Reich Senior High School pun berbunyi yang menandakan sudah waktunya pulang.

Setelah Erik meninggalkan aula sekolah, aku berlari dan menyusulnya dengan cepat.

Begitu Erik menyadari keberadaanku disampingnya, dia malah mempercepat langkahnya. Aku semakin tidak mengerti. Ada apa ini?

"Erik.", aku memanggilnya.

Tidak ada sahutan darinya.

Aku pun menarik lengan pakaian Erik dan berusaha untuk menghentikan langkahnya. "Erik, lu kenapa? Marah ya sama gue? Kalau iya, kasih tahu gue dong. Jangan tiba-tiba ngambek dan sikap dingin nya muncul lagi. Jelasin ke gue, jangan kayak anak kecil deh.", tuntutku.

Tapi Erik tetap tidak menjawab. Hanya amarah yang kurasakan menguap dari matanya dan membuatku sedikit gemetaran.

"Rik.", lirihku.

"Nam, kapan lu pulang ke Indonesia?", tanyanya dengan nada datar.

"Rik, gue udah pindah kesini. Yang berarti, gue tinggal disini.", jawabku.

"Nam, emang lu gak mau balik ke Indonesia?", tanyanya lagi.

"Mau nya sih balik ke Indonesia lagi. Gue suka banget masa disitu. Tapi, yah mau gimana lagi.", jawabku pasrah.

"Ya udah. Besok, gue masih disini. Jadi, let's make the most of it.", katanya dengan sedikit senyuman mengembang dibibirnya.

Senyum pun merekah dibibirku. Aku bisa menghembuskan napas dengan lega.

Oh, Erik. Kadang, dia membuatku terkesiap, membuatku ketakutan, membuatku lega, membuatku ketawa, membuatku sedih. Tapi, itulah istimewanya dia bagiku.

Cold As IceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang