Camping. Mendengar kata 'Camping', para perempuan dikelasku langsung berteriak histeris.
"Gila! Berisik! Gak usah teriak, cuy!", sahut Daffa.
"Pak! Camping-nya wajib?", tanya salah satu siswi dikelasku.
"Wajib! Siapa yang gak mengikuti acara Camping sekolah kita, di anggap Absent disekolah!", kata Pak Eri, wali kelasku.
Aku tidak suka Camping. Tidak, maaf, aku benci camping. Walau aku tidak pernah camping sama sekali, aku tahu camping adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. Mungkin menyenangkan bagi beberapa murid, termasuk murid yang mengikuti ekskul Pramuka, Paskibra, dan hal lain yang bersangkut paut dengan motto "Berani kotor itu sehat". Di SD, ada acara camping juga, tapi aku tidak pernah mengikutinya dari dulu, karena tidak wajib. Sekarang? Huft... Wajib.
"Tenang, Nam. Acara campingnya itu untuk seluruh murid SMA kok, dari kelas sepuluh sampai duabelas. Jadi lo bisa ketemu sama kak Erik.", goda Kila.
"Dih, apa-apaan sih bawa-bawa nama Erik.", cibirku.
"Oh, lo gak peduli?", tanyanya.
"Hah? Peduli? Yah enggak lah.", jawabku.
"Tapi kok mukanya merah?", Kila lagi-lagi menggodaku yang membuatku gereget dengan kelakuannya.
***
Aku menaiki bis nomor 3, aku sebis dengan... Oh, tidak ada siapapun yang kukenal. Kila berada di bis 2, katanya sih, dia sebis dengan Erik. Iri? HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA... Yah, kalau disuruh tukeran bis dengan Kila, yah MAU, lah.
Aku menemukan satu tempat kosong dibelakang bis. Aku akan duduk disini. Lumayan lah, lumayan nyaman. Tidak berisik. Setahu ku, jika ada tour di sekolah, bagian bis dipaling depan, biasanya anak-anak yang pendiam atau alim lah. Ditengah, anak-anak yang biasa saja atau mungkin anak-anak yang lagi mencoba untuk bergaul. Nah, kalau dipaling belakang, biasanya anak-anak yang nakal, yang tidak waras, yang ambigu, dan lain-lain. Tapi, ini, malah murid-murid yang nakal ada didepan dekat guru. Lalu,
"Hai! Nama kamu siapa?", tanya gadis cantik, rambutnya berwarna cokelat muda, dengan highlight berwarna cokelat tua.
"Nam.", jawabku singkat.
"Oh. Adik kelas yah? Kelas sepuluh?", tanyanya.
Nih anak kalau mau duduk mah duduk aja. Gak usah sok basa-basi.
Aku mengangguk.
"Aku duduk sini ya.", katanya, lalu duduk disampingku.
Bis mulai berjalan. Kami menuju Puncak, untuk camping. Beberapa bersemangat, beberapa ingin pulang saja. Bis berjalan dengan kelok-kelok yang membuat beberapa murid di bisku mengambil kantung untuk muntah.
Wleeeekk...
Suara orang muntah sangat menjijikkan dan membuatku spontan muak. Aku memasang earphone dan menyetel lagu Love Yourself oleh Justin Bieber. Aku beberapa kali bersenandung, dan sesekali menengok kearah kiriku, melihat perempuan yang belum aku kenal namanya. Dia fokus sekali membaca novel.
Sudah hampir tiga jam kita menempuh jalan. Sebenarnya, bisa saja kita sampai ke tujuan kurang dari dua jam jika jalan tidak macet. Bokongku pegal karena sudah kelamaan duduk dibangku bis.
"Ariana!", sahut seseorang yang ada dibis ku.
Mata ku membulat. Aku tidak salah dengar kan?
Ariana?!? MANA ORANGNYA?!?
Aku melepaskan earphone ku dengan cepat dan mencari sumber suara yang baru saja memanggil nama Ariana. Dan, yang mana Ariana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold As Ice
Teen FictionSeorang gadis yang menaruh perasaan kepada seorang lelaki dingin di sekolahnya secara diam-diam. Seperti labirin, membuat gadis itu terus mencari cara untuk menuju hati seorang lelaki itu. Disaat ia kira perjuangannya itu sia-sia, ia mendapatkan seb...