23

8.9K 381 5
                                    

Aku sudah melihat hal baik darimu, serta keburukanmu, dan aku menerima keduanya. Tapi, kamu membiarkanku tersesat dalam labirin tak berujung dihatimu.

Malam ini adalah malam yang menyenangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam ini adalah malam yang menyenangkan. Akhirnya, orang tua ku memiliki waktu bersama denganku untuk makan malam hari ini. Biasanya, setiap malam, aku tinggal pesan makanan cepat saji saja, lalu makan sendirian di ruang tamu sambil menonton TV. Karena orang tua ku selalu pulang malam, bukan malam lagi, malah bisa sampai subuh baru pulang. Entah lah, aku juga tidak mengerti apa pekerjaan mereka, tapi yang aku tahu, orang tua ku bekerja keras demi mencukupi kehidupan keluarga kecilku.

Tapi, walau orang tua ku menyempatkan malam ini untuk makan malam bersama, tetap saja, ada sesuatu yang janggal. Mengapa tiba-tiba orang tua ku bisa pulang cepat, lalu mama masak makan malam, dan kami bertiga duduk di meja makan untuk sekian lama.

Aku melirik kedua orang tuaku, mereka fokus sekali makan, tatapan mereka serius.

"Namesta.", papa membuka suara menghancurkan keheningan yang sedari tadi menemani kami.

"Apa, pa?", tanyaku sambil mengunyah.

"Papa dapat telepon dari kepala sekolah.", tatapan papa tajam sekali, aku memalingkan wajahku kearah mama, mama juga menatapku, tapi lebih lembut. "Katanya, kamu madol. Apakah itu benar?", lanjut papa.

Astagaaa... Tenang, Nam harus tenang... Duh, Tuhan bantulah hamba-Mu ini.

"Kalau ditanya tuh jawab dong, nak.", kata mama lembut.

"Aku bukannya madol pa. Waktu itu aku dipanggil wakil ketos, disuruh ke ruang OSIS. Tapi, yah.. Mataku tertuju satu tempat. Jadinya gitu deh. Nam benar-benar lupa, benar-benar lupa waktu. Makanya gitu deh. Jadi lupa kalau aku sudah ditempat itu lumayan lama sampai lupa pelajaran.", jelasku.

Gugup? Astaga, nelan ludah aja susahnya minta ampun.

"Itu bukan alasan, Nam.", kata papa. "Papa gak suka dapat teleponan dari kepala sekolah yang seperti itu. Jujur, papa malu. Masa putri papa yang pintar nan cantik ini madol? Kalau papa bilang, ini salah kamu. Masa iya bisa ke satu tempat sampai lupa waktu, emang gak dengar bel sekolah? Lalu emang kamu ke tempat mana sampai bisa lupa waktu? Ke alam lain? Ke dunia lain? Suka ngaco emang, nih anak.", lanjutnya lagi.

"Pergaulan kamu, Nam. Emang kamu temenan sama siapa di sekol....".

"Ma. Ini bukan masalah pergaulan. Ini salah Nam. Udah saya bilang, ini salahnya Nam.", papa memotong pembicaraan mama.

Aku meneguk ludahku. "Maaf, pa. Maaf, ma. Kasih aku hukuman aja.", lirihku pelan.

"Hukuman? Papa gak mau kasih kamu hukuman, papa mau nya kasih kamu pelajaran.", ucap papa dengan nada sangat tegas.

Hukuman dan pelajaran kan sama saja. Emang bedanya apa?, batinku.

"Kamu udah tahu kan sifat papa itu bagaimana? Sekali saja kamu mempermalukan papa, papa gak terima. Siap-siap, kita pindah ke Australia.", kata papa.

Cold As IceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang