34

8.5K 358 0
                                    

"Bangun, Nam. Cewek itu harus bangun pagi. Kamu tuh udah besar, Nam. Masa mau dibangunin terus?", kata-kata paman Jo membuatku lantas menggerung dibalik selimut.

Paman Jo tertawa mendengar suaraku. "Ngantuk banget, ya?".

Aku membuka selimut dari wajahku dan mengangguk pelan.

Paman Jo hanya terkekeh pelan.

Lalu, aku mengintip sedikit, paman Jo sudah meninggalkan kamar tamu. Oh ya, aku tidur di kamar tamu yang ada di lantai bawah dekat dapur rumah paman Jo.

Senangnya aku saat melihat paman Jo sudah pergi. Lalu aku membalut diriku dengan selimut lagi.

Selang beberapa menit, aku merasakan ada hentakan kaki orang.

Pasti paman Jo lagi, nih.

Lalu, ada orang menarik selimut yang menggulung tubuhku. Aku langsung berteriak, persis seperti kucing yang ekornya tak sengaja diinjak.

"Paman Jo!", teriakku kesal.

Perlu tiga kali kejapan mata bagiku sampai aku sadar bahwa yang tadi menarik selimutku bukanlah paman Jo, melainkan Erik!

"Kok? Kok lu tahu rumah paman Jo?", tanyaku panik.

Erik tertawa pendek. "Kan semalam lu dirumah gue, lalu pas mau pulang, gue anterin lu pake mobil, dan lu kasih tunjuk jalan arah rumah ini.".

Aku menepuk jidatku. "Iya, maaf. Gue lupa.".

Erik hanya tertawa geli.

Erik, sekarang lebih fresh penampilannya. Tidak ada lagi sembab di matanya, wajahnya sudah tidak kusut, tidak seperti orang sehabis nangis.

"Cepetan mandi!", perintah Erik.

"Eh? Iya iya.".

***

Aku sudah duduk nyaman di kursi penumpang dimobil Erik. Erik pun melaju mobilnya.

"Gak ada PR?", tanyaku.

"Kan hari ini Sabtu. Sabtu gak boleh dipakai untuk melakukan kegiatan yang bersangkutan dengan sekolah.", jawabnya asal.

Aku hanya mencibir.

Ditengah perjalanan, aku menyalakan radio. Sontak musik mengalun didalam mobil yang sunyi.

Tiba-tiba, Erik mematikan saluran radio.

"Kenapa?", tanyaku langsung.

"Berisik.", kekeh Erik.

"Oh.", timpalku.

Akhirnya aku dan Erik diam selama perjalanan. Tersiksa banget diriku diselimuti kecanggungan.

Hampir sejam perjalanan, aku tak sadar bahwa aku ketiduran. Lalu merasakan Erik menepuk jidatku. Bukan pipi, tapi jidat.

"Aw!", ringisku.

"Bangun, udah sampai.", jawab Erik enteng.

"Hah? Kita dimana?".

Cold As IceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang