22

8.6K 384 15
                                    

Aku mengedarkan pandangan ke lorong sekolah yang panjang didepan kelasku. Aku merengut sebal ketika ingat kalau hari ini Kila bolos. Alasannya sih, dia sakit. Orang tua Kila sedang ber-honeymoon, jadi Kila bisa bolos sekolah tanpa sepengetahuan orang tuanya. Dan jika Kila diminta surat sakit untuk absensinya, dia tinggal minta pembantu nya yang bisa jaga rahasia dari orang tua Kila. Parah ya?

"Nam.".

Aku menoleh kebelakang, melihat William sedang berdiri di pintu kelas dengan sebelah kakinya tertekuk dipinggir pintu.

"Gak usah sok gaya gitu, deh.", cibirku. Karena memang gayanya seperti sok cool gitu.

William terkekeh pelan. "Kelas sepi, jadi ada yang mau gue omongin sama lu.".

"Males ah ngomong sama lu. Lagian, sekarang masih jam enam pagi, tumben banget sih datang ke sekolah pagi-pagi gini. Biasanya lu telat. Dari SMP sampai sekarang kerjaan elu itu datang telat ke sekolah terus.", omelku. Aku tidak sadar bahwa aku sudah seperti ibu-ibu penjaga kos yang sedang marah.

"Bisa diem gak sih, Nam. Bawel banget. Ini kelas....".

"Bodo amat! Udah ah, gue mau pergi.", aku memotong kalimat William tadi.

Lalu saat aku hendak menuju pintu kelas. William langsung menahan jalanku dipintu agar aku tidak bisa keluar.

"Eh! Dasar an...".

"Shhh... Berisik banget sih, Nam. Nih gue kasih tahu ya, kelas ini sepi, masih pagi, jadi kalau gue apa-apain lu, gak ada yang dengar, dan lu teriak sekencang mungkin juga gak bakal kedengaran.", ucap William yang terdengar sangat ambigu.

"Dasar mesum.", cibirku pelan sambil melotot kearahnya tajam.

William langsung tersenyum lebar.

"Udah ah. Gue mau ngomong nih.", kata William.

"Mau ngomong apa sih!", ketusku kesal.

"Ini dari tadi mau ngomong tapi elu nya coba kabur tadi.".

"Ya udah gue gak kabur. Cepat! Lu mau ngomong apa?".

"Ini tentang Erik.".

Mataku langsung membulat. Apa yang ingin dibicarakan mengenai Erik?

"Gue tahu lu suka dia.", lanjutnya.

"Ya udah kalau lu tahu.", cibirku.

"Nah. Percaya gak kalo gue bilang, Erik suka sama lo juga?".

Sekali lagi, mataku membulat dengan sangat besar, aku merasakan urat mataku ingin copot. Perkataan William tadi bukanlah pertanyaan, melainkan pernyataan. Iya tidak?

"Bohong.", kataku.

"Beneran.", katanya.

"Demi?".

"Lovato.".

Dih. Mirip si Erik aja lo, Will.

"Gue serius!", kataku sambil menghentakkan kakiku dengan kesal.

"Gue juga serius. Lo kira gue lagi mau bercanda?", kata William.

Entah mengapa, aku tidak percaya dengan perkataan William. Karena, sikap Erik tidak menunjukkan bahwa dia suka denganku. Tapi,

"Jangan jauh-jauh dari gue. Karena gue nyaman kalau deket sama lu", kalimat Erik, yang sampai sekarang masih terngiang ditelingaku.

"Lo tahu dari mana kalau Erik suka gue?", tanyaku.

"Semalam, gue kekamarnya, dia nya lagi rebahan dikasur. Gue kira dia lagi galau atau apa gitu. Eh pas gue deketin, dia lagi senyum-senyum sendiri kayak orang gila. Lalu udah deh, gue paksa dia untuk cerita, dia nya cerita.", jelas William.

Aku memanggut-manggut, lalu berpikir sejenak.

"Tapi, kelakukan dia, atau sikap dan sifat dia tidak ada tanda-tanda bahwa dia suka sama gue?", tanyaku, entah kepada siapa, mungkin kepada diriku sendiri.

William mengedikkan bahunya cuek.

"I don't know, maybe you have to find out yourself.", kata William, lalu dia pergi.

Aku terus menatap William dari kejauhan dengan pikiran yang melayang entah kemana. Perasaan ku kini campur aduk. Entah aku harus bersenang, atau bersedih. Sisi senangnya adalah, bahwa aku sudah tahu bahwa akhirnya Erik mempunyai perasaan ke aku. Walau, kita tidak tahu jika perkataan William tadi itu benar, atau dia berbohong. Sisi sedihnya, aku tidak mendengarnya langsung dari Erik. Jadi, aku tidak tahu harus bersikap atau bereaksi seperti apa dan bagaimana. Jika Erik suka denganku, maka, sebagai lelaki, seharusnya dia menunjukkan hal tersebut secara langsung kepadaku. Aku tahu, Erik sudah pernah memberi tahu ke aku bahwa dia itu benar-benar sosok yang pemalu. Tapi, yah... Aku tidak tahu lah. Mari kita lihat saja bagaimana nantinya.

Cold As IceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang