PART 15

6.5K 293 3
                                    

I hate Monday, kenapa sih harus ada hari senin? Kayaknya hari ini aku bakal naik angkot ke sekolah. Yah, ini gara-gara aku cuekin Ferdy, dia telepon dan sms banyak tapi ngga aku gubris. Lagi malas ngomong sama Ferdy. Parahnya aku duduk sebangku dengan dia lagi hari ini. Suram nasibku.

Aku segera keluar rumah. Berjalan beberapa menit dari komplekku ke halte angkotan umum. Agak jauh sih tapi apa boleh buat. Sesampai aku di halte tenyata orang-orang sudah pada nungguin. Banyak banget, apa dapat angkot ngga ya?

Sepintas aku mendengar suara motor yang aku kenal. Aku toleh ke samping ternyata Dika yang lewat dan menghampiri aku.

"Tumben ngga sama Ferdy?".

"Lagi malas aja", jawabku sekenanya. "Kamu ngapain ke sini?".

"Ya mau jemput kamulah", kata Dika sambil tersenyum.

"Ah..ngga usah repot-repot aku bisa naek angkot kok".

"Kamu ini, orang capek-capek datang ke sini malah ditolak", protes Dika sambil melepaskan helmnya. "Udah naik sini, kamu pake helm aku aja".

"Tapi, masa kamu ngga pake helm", jawabku sambil mengambil helm yang dikasih Dika.

"Udah tenang aja, cepat naik".

"Ya ya ya". Aku segera menaiki motor Dika. Kami berdua pun pergi ke sekolah. Lucu ya rambutnya Dika kalau kena tiupan angin. Melambai-lambai kayak daun kelapa. Ahh kok bisa-bisanya aku nyamakan rambutnya sama daun kelapa?

Kami melewati beberapa jalan tikus, kecil sih tapi muat buat dinaiki kendaran motor. Ngomong-ngomong helmnya Dika terlalu gede. Kepalaku sampai mau ketutup karena helmnya. Baunya harum lagi. Ini kedua kalinya aku dibonceng sama Dika. Aku tertawa sendiri memikirkannya.

"Kenapa nyengir gitu?", tanya Dika. Astaga ternyata dari spionnya kelihatan sekali aku senyum-senyum sambil nyengir, jadi malu.

"Itu tadi ada kucing lucu warna putih", jawabku pura-pura sambil menunjuk ke belakang kami.

"Kamu mau? Ntar aku belikan kucing putihnya".

"Ahh ngga, ngga, ngga", jawabku. Aku ngomong gitu karena aku malu takut ketahuan lagi tersenyum memikirkan kamu. "Aku kan cuma lihat bukan berarti mau".

"Hahahahaha, yawda aku ganti aja yang lain", balas Dika sambil tertawa kecil.

Sekolahku ramai sekali. Senin memang jadi momok para siswa karena senin itu hari yang sangat melelahkan. Sudah upacara, belajar, apalagi aku, hari senin saatnya belajar matematika dan fisika. Bayanginnya aja sudah bikin pusing.

Aku dan Dika sudah sampai di halaman parkiran sekolahku yang paling luar. Tepatnya sebelah gerbang masuk. Untungnya masih ada tempat buat markirin motor Dika. Biasanya penuh sampai mesti nitip di toko-toko di luar sekolahku. Kalau aku sih ngga masalah kan kadang aku naik angkot kalau ngga ya diantar jemput sama Fer, kok Ferdy lagi? Heran kok tumben hari ini hidungnya ngga nongol. Lagian hatik masih bimbang gimana memulai pembicaraan dengan Ferdy.

"Kenapa bengong?", tanya Dika yang sudah selesai memarkirkan motornya.

"Itu kuci...", ahh kenapa aku mau bilang kucing lagi. Mau bohong aja kok sulit sekali.

"Kucing putih?", tanya Dika lagi.

Aku hanya mengangguk, ngga tahu mau cari alasan apalagi. Aku juga bingung akhir-akhir ini aku sering bengong. Sampai ibuku aja mau ngajak ke psikiater. Gila apa?

"Hahahaha, yawda yuk ke kelas", ajak Dika sambil merangkul pundakku. Baru kali ini Dika merangkulku. Merangkul? Hemmmmmmm

Mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudera, bersama teman bertualang. Kayaknya lagunya ngga cocok ya? Ya aku berjalan bersama Dika dari parkiran ke kelasku. Menelusuri halaman-halaman sekolah dan tentunya ruang guru. Aku baru ingat katanya hari ini orang tua Ferdy dan Dika bakal bertemu. Aku lihat ada mobil yang parkir di halaman depan guru. Nekad juga ya itu mobil masuk ke halaman tengah sekolahku. Pasti orang kaya itu.

Namun kuperhatikan baik-baik ternyata itu mobilnya Ibuny Ferdy dan barusan juga Ibunya Ferdy keluar dari ruang guru. Tumben sepagi ini ke ruang guru? Apa mengurus masalah kemaren? Aku lihat baik-baik lagi dimobilnya. Dikemudi setirnya duduk Ferdy, dia menatap aku. Ingin rasanya aku ke sana. Tapi rangkulan Dika malah semakin erat jadi ngga bisa lepas. Ferdy mau kemana? Pakaian dia bukan pakaian sekolah. Pakaiannya rapi sekali malah seperti orang yang mau pergi.

Rangkulan Dika semakin erat. Dia memaksa membawa badanku menjauh dari ruang guru. Aku masih menatap serius Ferdy terlihat jelas sekali wajahnya sinis ke aku. Aku pun langsung berbalik arah, tidak mau melihat Ferdy dengan muka seperti itu. Aku berusaha untuk bersikap tenang dan ikut bersama Dika ke ruang kelas.

Aku terus, terus berjalan menelusuri teras kelas bersama Dika. Kali ini Dika melepas rangkulannya. Di depan ada seseorang menatap dengan wajah cemberut. Kulitnya putih dan bersih, bisa dibilang imut-imut. Rambutnya dibuat agak jabrik. Pakaian yang dia pakai agak sempit, heran juga ada cowok yang pakai pakaian sempit atau kekecilan. Memang sih bentuk badannya bagus ngga gemuk ngga juga kurus.

"Dika!", kata orang itu agak kasar. Kok tiba-tiba dia manggil Dika, perasaan di kelas X aku ngga pernah lihat wajah-wajah seperti ini. Apa dia orang baru?

"Maaf Tris", jawab Dika mendekati orang itu. "Dit, kenali ini Tristan".

"Aku Adit", jawabku ingin menjabat tangannya. Yang ada dia malah pasang muka cemberut. Aku turunkan saja tanganku. Kecewa sih, masa mau kenalan kayak gitu sikapnya. Apa aku ini maling?

"Maaf ya", kata Dika. "Aku ke kelas duluan".

"Ia ngga apa-apa", jawabku lagi. Dika meninggalkan aku di depan kelasnya. Dia kelihatannya sedang ngobrol dengan orang yang namanya Tristan. Kalau dipandang kayak lagi berdebat, mungkin karena sikapnya tadi kali ya? Ah masa bodoh aku mau masuk kelas dulu. Takut telat.

...........................................

Sudah dua pelajaran aku lewati, kali ini gurunya tidak masuk karena lagi sakit jadi kami hanya diberi tugas tambahan. Aku lihat disampingku. Tempat yang biasanya diduduki Ferdy. Aku bertanya-tanya ke dalam hatiku, kemana Ferdy. Kenapa dia ngga kasih kabar ke aku. Aku dengar-dengar dari teman katanya dia di DO lah, pindah sekolah atau lagi liburan. Yang pasti aku berharap dia masih mau sama aku. Memaafkan sikapku yang sudah cuek sama Ferdy.

Aku tatap jendela luar. Aku lihat lapangan basket ternyata ada Dika yang sedang asyik bermain. Panas-panas gini dia malah main basket. Sepintas Dika berhenti dan melihat kelasku. Dan dia tersenyum seperti pertama kalinya melihat aku. Aku hanya bisa membalas dengan senyuman. Tapi kenapa hatiku rasanya hampa. Ngga kayak biasanya. Apa aku merasa kehilangan Ferdy. Aku coba mengambil hp-ku. Aku ingin menghubunginya.

..........

Maaf nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar servis area

.........

Ternyata nomornya sudah ngga aktif lagi. Aku mencoba sms Ferdy, siapa tahu nomornya bakal diaktifin lagi.

........

Fer, kmu dmn?

.......

Hampir saja aku menangis di kelas. Tapi aku tahan. Aku masih berpikir mungkin saja Ferdy hanya marah sebentar. Atau dia...... tiba-tiba hp-ku bergetar. Aku buka, ternyata dari Dika.

.......

Jangan cemberut gitu dong, kan masih ada aku.

.......

Aku tersenyum membacanya. Sempat-sempatnya Dika memperhatikan wajahku. Padahal dia kan lagi sibuk main basket. Aku kembali melihat jendela aku lambai tanganku ke Dika dan dia tersenyum untuk kedua kalinya. Hatiku ternyata masih belum kosong.

.....................................

Hatiku ini hanya bernyawakan satu nafas.
Nafas yang selalu menghembuskan perasaan sayang dan cinta.
Hatiku ini hanya punya satu kelemahan.
Lemah karena rapuhnya ketidakhadiran dirimu di hatiku.
Meskipun hati ini aku lapisi dengan baja.
Tapi tetap saja bisa meleleh karena ketidakhadiranmu.
Walaupun hati ini aku isi penuh dengan air.
Tapi tetap saja akan kosong tanpa kehadiranmu.
Aku selalu ingin dan ingin
menjadikan hati ini hanya milikmu seorang.
dan berharap kau mau mengatakan.
I'll be your heart.

.....................................

I'll Be Your Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang