Criminal III
Tubuh Erik lumayan berat terpaksa aku seret masuk ke dalam rumah. Sesekali sempat dia muntah dibajunya. Aku yang membawanya hanya bisa menahan rasa jijik melihat kotoran-kotoran muntahan Erik, untungnya dia muntah di teras jadi masih bisa dibersihkan. Aku seret terus badannya, berkali-kali badannya mengenai dinding rumahku. sampai akhirnya membawa dia ke dalam kamar mandi rumahku dan aku letakan di bathtub. Aku biarkan dia sendiri di dalam kamar mandi, daripada nanti mengotori rumahku. Sekarang saatnya buatku kembali ke kamar dan membersihkan bajuku. Lagian sekarang sudah menunjukan pukul 4 pagi, rasanya sangat lelah dan mengantuk.
...................
Baru rasanya aku tertidur selama 5 menit badan aku seperti ada yang menggoyangnya. Langsung saja aku emosi dan menarik tangan orang itu. Aku balik badannya dan aku tindih. Kemudian aku buka mataku yang sudah menyimpan emosi karena diganggunya kesenangan tidurku.
"KAMU!!!", gertakku.
"Uh....kamu jahat, masa badanku ditarik kayak gini?", omel cowok yang tadi menyapa aku di teras. Dan aku baru ingat dia ADA di rumahku saat ini.
"Ngapain kamu ganggu tidurku?", emosiku mulai agak turun sedikit tapi badanku semakin menekan untuk menindihnya. Wajahnya agak meringis menahan tindihan badanku, diperhatikan baik-baik lucu juga cowok seperti ini.
"Uh... lepasin dulu, aku ngga bisa nafas Fer", keluh cowok itu mencoba mendorong tubuhku dnegan kedua tangannya.
Aku hanya diam menatap cowok itu. Agak kesal sebenarnya dibangunkan tiba-tiba kayak gitu, biasanya aku langsung main tonjok tapi buat manusia satu ini aku hanya bisa menggertaknya.
"Kamu mau perkosa aku ya!!!!!!", cowok itu mencoba menggertak aku.
"Kalo ia napa?", jawabku dengan nada sindiran. "Sapa suruh bangunin orang?".
"Uh.......lepasin", tangannya mencoba terus mendorong badanku. Tapi sepertinya usahanya sia-sia, karena badannya agak kecil dari aku jadi tenaganya pasti lebih kecil dari aku. "Ugh......."
Melihat tingkahnya yang terus mencoba untuk melepaskan diri, sepertinya aku punya ide kecil, gimana kalau cowok itu pura-pura aku perkosa? Sekalian bikin perhitungan karena sudah membangunkan aku. Aku rubah tanganku, aku pegang tangan dia, dan seperti pengalaman aku ML dengan cewek-cewek biasanya aku memulai dengan menjilat bagian lehernya lalu..........
"Fer!!!!", cowok itu mulai mengeluarkan air matanya. Dia menangis.
Aku yang bingung dengan keadaan itu langsung melepaskannya. "Ma..maaf", ucapku gugup. Aku berdiri dari tempat kasurku. Rasa kantuk yang tadi aku tahan menghilang karena kebingungan yang terjadi.
"Hei...jangan nangis dong", kataku yang kebingungan melihat dia semakin menangis. Apa yang sudah aku lakukan? Apa sudah kelewatan? Padahal aku hanya menggoda dia?
"Udah dong nangisnya?", aku kok malah bingung sendiri. Aku yang berbuat, aku yang usil kenapa aku yang mesti khawatir? Kalau biasanya aku santai saja godain cewek-cewek, tapi baru kali ini aku godain cowok dan orangnya langsung nangis. Payah orang ini, diajak bercanda malah nangis.
"Aku kan canda doang?", kataku sembari memegang tubuhnya.
"Udah!!", cowok itu bangkit dan berlari keluar kamarku. Aku hanya bisa diam dan ya sudahlah pikirku, yang penting sekarang dia sudah pergi dan aku tidak ingin ambil pusing kejadian tadi soalnya rasa kantukku mulai kembali menerpa mataku.
Aku kembali membaringkan badanku. Rasanya sangat melelahkan hari ini, aku ingin hari ini dijadikan hari tidurku. Aku pejamkan lagi mataku.
2 menit kemudian aku mendengar samar-samar suara langkah orang yang sedang berlari. Sepertinya sedang menuju kamarku.
"FERDY JAHAT!!!!!", teriak cowok itu kembali lagi ke kamarku. Dan dibantingkannya pintu kamarku keras-keras.
Mataku yang tadi terpejam kembali terbuka dan kali ini aku hanya bisa tertawa melihat kelakuan cowok itu. Persis seperti anak kecil.
.............................
Samar-samar aku mendengar kegaduhan di kamarku lagi. Tapi dari suaranya sudah jelas bukan cowok yang aku kerjain tadi. Suara ini lebih lembut dan terlalu halus untuk ukuran seorang cowok. Aku yang setengah sadar mulai menggarukan kepalaku dan membuka lagi kelopak mataku yang terpejam entah berapa lama. Aku lihat jam di dinding kamarku sudah menunjukan pukul 4, sore kali ya?
Aku mulai menggerakan kepalaku dan melihat sekeliling kepalaku untuk mencari pusat kegaduhan di kamarku. Tepat persis di samping ranjangku ada seseorang sedang membuka lemari pakaianku. Sore-sore seperti ini masa ada maling? Kurang kerjaan sekali.
Aku bangkit dari tidurku. Badanku masih terasa agak pegal untuk dibangunkan. Ini mungkin efek dari begadang, benar apa kata Bang Rhoma jangan begadang karena itu bikin sakit. Ingat lagu itu aku hanya bisa nyengir. Lalu aku gerakan leherku agar tidak terasa kaku dan berdiri menuju lemari aku.
Aku dekati lemari kamarku. Aku lihat seseorang sedang sibuk mencari pakaian. Diperhatikan baik-baik orang ini sepertinya aku kenal kalau tidak salah waktu di cafe dia temannya cowok yang tadi aku kerjain. Ya benar cowok yang bermuka lumayan imut-imut dengan postur tubuh yang sedikit mungil, bekulit putih dan agak sedikit pucat wajahnya, itu memang persis sekali dengan temannya. Sepertinya dia tidak sadar kalau aku sudah berdiri di belakang mungkin terlalu asyik mencari pakaianku.
"Hem, yang ini ngga cocok?", kata cowok itu memegang bajuku dan mengutak-atiknya.
"Nah kalo baju ini pas buat orang itu", cowok itu mengambil baju yang berada digantungan paling ujung. Baju yang dia ambil baju kausku warna biru muda.
"Ngga cocok warna biru, mending ambil yang merah aja", kataku dengan spontan agar menyadarkan cowok itu.
"Ia ya, aku juga merasa bagusnya warna merah", jawab cowok itu yang ternyata belum sadar dengan kehadiranku padahal aku. Cowok itu kembali menukarkan baju yang dia ambil dengan baju kaus warna merah.
"Hah!!!", cowok itu tiba-tiba berbalik dan melihat aku yang sudah berdiri di sampingnya. Baju yang dia pegang jatuh terlepas.
"Telat", ejekku.
Sekilas cowok itu terlihat panik dan memegang dadanya. Pegangannya semakin erat dan mukanya berubah seperti menahan rasa sakit.
"Hei, kamu ngga apa-apa?", aku agak sedikit panik melihat cowok itu.
Wajah cowok itu semakin pucat. Masa cuma dikagetkan seperti ini langsung pegang-pegang dada. Aku takut dia malah bisa pingsan?
"TRISTAN!!!", seseorang teriak dari balik pintu dan mendatanginya.
"Kamu apakan Tristan?", kata cowok itu marah.
"Ngga tahu tiba-tiba aja dia kayak gitu", jelasku.
"Udah....a....aku ngga apa-apa kok Ki", jawab Tristan.
"Gimananya ngga apa-apa", cemas orang itu. "Kamu itu sudah tadi malam ngerjain aku, sekarang ngerjain Tristan, mau apa sih kamu!!!??"
"Lo kok? Emangnya aku salah apa?", tanyaku heran.
"Udah ngga usah ribut", lerai Tristan yang kelihatannya sudah lumayan tenang.
"Ayo kita pergi dari kamar busuk ini!!", ejek cowok itu sembari nyengir kepadaku.
"Apa maksud kamu dengan busuk", ucapku yang tersinggung dengan perkataannya.
"Pikir aja sendiri", jwab cowok itu sembari membopong Tristan keluar dari kamarku. Aku hanya bisa tertegun untuk kesekian kalinya. Semakin tambah bingung sebenarnya hari ini aku lagi sial apa beruntung?
...........
Air membasahi seluruh tubuhku. Air yang terasa dingin ini sudah tidak terasa olehku. Saat ini aku sedang mandi di kamar mandi kamarku. Meskipun kamarku relatif kecil bagi ukuranku namun di dalamnya terdapat kamar mandi yang cukup besar. Di kamar mandi tertata beberapa perabotannya, ada wastfel, ada khusus toiletnya, ada kamar mandinya, ada spanya, dan masih banyak lah.
Ngomong-ngomong masalah kamar mandi aku baru ingat Erik yang aku taruh di dalam kamar mandi. Buru-buru aku percepat mandiku dan segera memasang baju. Aku buka pintu kamar mandiku dan ternyata di kamarku ada seseorang. Wanita dengan pakaian kantornya, rok pendek dan kemeja hitamnya. Siapa lagi kalau bukan Ibuku.
"Sudah selesai Fer?", tanya Ibuku.
"Kok Mama ngga bilang-bilang kalo ke Malang?", tanyaku balik.
"Biar surprise aja, yuk ke meja makan, ada yang mau dibicarakan", ajak Mamaku yang kemudian keluar dari kamarku.
Memang hari ini sepertinya hari penuh kejutan. Tapi itu masih kalah penting dengan kondisi Erik sekarang. Aku taruh handukku di gantungan dan berlari keluar kamarku. Aku takut kalau aku ketahuan menaruh Erik di dalam kamar mandi luar. Sesampainya di kamar mandi itu aku buka pintunya dan melihat sekelilingnya, Erik ternyata sudah tidak ada di dalam. Aku terus saja mencari di dekat kamar mandi itu tetap saja Erik tidak ada. Bisa gawat kalau aku ketahuan menaruh Erik, bisa-bisa kebongkar kenakalanku selama ini.
"Ah gawat....." ucapku.
"Gawat napa Fer?", tanya Erik yang ternyata ada di belakangku.
"Kamu dari mana?", tanyaku balik.
"Ga dari mana-mana, lagian kenapa aku disimpan di kamar mandi?", tanyanya.
"Ahhh... itu karena kotor", jawabku sekenanya saja. Aku perhatikan baik-baik Erik, sepertinya dia sudah membersihkan bajunya yang kotor dan baju yang dia kenakan lumayan kecil. Aku jadi menahan tawa melihat Erik dengan pakaian yang dia kenakan.
"Uhp..", aku mencoba menahan tertawaku melihat pakaian yang dipakai Erik.
"Ngga usah ketawa Fer", balas Erik. "Untung sepupumu mau pinjamin".
"Sepupu?", kataku bingung. "Siapa?"
"Kamu ini belagu aja jadi orang", ejek Erik. "Ditunggu tuh di dapur, lagian aku lapar"
Sepupu? Siapa sepupuku? Apa yang namanya Tristan atau yang aku jahilin tadi malam? Aku jadi tambah bingung. Yang penting sekarang Erik tidak apa-apa dan rahasia kenakalanku masih tersimpan dengan rapi.
Daripada ambil pusing aku segera menyusul Erik yang sudah duluan ke dapur. Aku bersyukur hari ini bisa bertemu dengan Ibuku. Meskipun nakal aku masih sayang dengan Ibuku dibandingkan Ayahku yang pemarah. Ingat dia rasanya ingin sekali aku tinju hidungnya.
............
"Sudah masak tuh sopnya Ki", ucap Ibuku yang sedang memotong sosis.
"Ia", jawab cowok itu yang kemudian mematikan kompor gas.
Terlihat Erik dan Tristan yang sedang duduk di meja makan. Mereka terlihat sedang mengobrol dengan santainya. Aku pandangi Tristan ternyata anaknya lumayan manis juga ya buat ukuran cowok. Tuhan Maha Adil cowok yang baik dikasih wajah yang lumayan imut-imut lah beda dengan aku, wajahku bisa terbilang sangar dan tentunya lebih jahat.
"Eh bos kita sudah datang", sindir Erik.
"Ayo makan dulu Fer, Mama sudah buat sop kesukaan kamu", kata Ibuku yang menuangkan sop ke dalam mangkuk besar di meja. Ibuku ini kalau sudah memasak paling malas ganti baju kantornya. Terlihat sekali saat masak ini, kata Ibuku biar bisa cepat masak dan makan. Jadi tida usah ganti baju dulu.
"Ia Mah", aku segera duduk di meja makan bergabung dengan Erik dan Tristan.
"Nih piringnya!!!", kata cowok itu dengan judesnya menaruh piring dihadapanku.
"Yang sopan dong", balasku.
"Yang ga sopan sapa ya?", ejek cowok itu.
"Kenapa kelahi?", ucap Ibuku yang bingung melihat kelakuan aku dan cowok itu.
"Itu si Ferdy nakal", kata cowok itu memberi telunjuknya ke arah aku. Ini cowok sepertinya memang cari perkara dengan aku. Awas saja nanti.
"Udah, udah, Ferdy kamu jangan nakal sama sepupumu ya", pinta Ibuku.
"Sepupu?", aku kaget ternyata yang sepupu itu cowok itu. Aku kira si Tristan, padahal aku lebih berharap Tristan yang jadi sepupuku dibandingkan cowok judes kayak dia.
"Ia, ini Riki yang bakal tinggal di rumah kita sekaligus jagain kamu", jelas Ibuku. "Sampingnya temannya Riki, Tristan, dia juga nanti serng ke rumah"
Tristan hanya bisa tersipu malu saat dikenalkan oleh Ibuku. Manis senyumnya.
"Aku ngga perlu babysitter Mah?".
"Hahahahahahaha", Erik tertawa mendengar kata-kataku. Langsung saja aku tatap dia dengan tatapan tajam. Tertawanya jadi berhenti dan berubah menjadi senyum-senyum keusilannya.
"Kamu harus hormat sama Riki, dia lebih tua satu tahun dari kamu", pinta Ibuku lagi.
"Betul itu", kata Riki.
"Hei, masa kelakuan kayak anak kecil gini disuruh jagain aku? Yang ada aku yang jagain orang ga jelas kayak gini Mah", balasku lagi. Gila saja aku disuruh meng-hormati- orang seperti Riki ini. Orang yang baru sedikit saja dijahilin langsung nangis. Dasar cowok cengeng. Aku perkosa beneran baru dia kapok kayaknya.
Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku dan mengambil nasi yang sudah ada di mejaku. Mending aku isi perutku dari pada mikir si cowok cengeng. Bayangkan saja badan sekecil itu diminta jagain aku? Gila.
.....................
Selesai makan aku kembali ke kamarku. Ingin berbaring sejenak dan merenungkan yang terjadi hari ini. Aku menghela nafas sekali dan menatap langit-langit kamarku. Kalau dipikir-pikir sikapku tadi malam sudah terlalu kelewatan sama sepupuku. Mana ada orang menjahili sepupunya dengan cara -hampir- memperkosanya. Tapi jujur saat aku menjahilinya aku merasa ada yang meledak-ledak di dalam dadaku. Rasanya aku ingin melakukan lebih.
Tok tok tok.
"Mama boleh masuk?".
"Boleh Mah", aku segera menggeser badanku agar Ibuku bisa duduk di ranjangku.
"Gimana kabarnya?", tanya Ibuku.
"Ya gitu-gitu aja Ma, kayak dulu-dulu"
"Maaf ya Mama bisa datang sebentar aja besok pagi mau berangkat lagi"
"Ngga apa-apa kok Mah", jawabku. "Em.. soal Riki Mah?"
"Ya kenapa?", tanya Ibuku.
"Ya nanya aja".
"Riki itu keluarga dari Mama, dia asalnya dari Gresik, Mama sengaja bawa ikut ke Malang biar kamu ada temannya", jelas Ibuku.
"Gitu ya? Sebenarnya ngga apa-apa aku sendiri masih bisa ngatur diriku"
"Sekali-kali kan ngga apa-apa, biar kamu tahu ternyata masih punya saudara", Ibuku berucap sembari tersenyum dan mengusap kepalaku.
"Ia mah", jawabku. "Makasi sudah mau perhatian"
"Sama-sama Fer", kata Ibuku. "Oya, Riki bakal satu sekolahan sama kamu"
"Hah!!!!!?", aku kaget mendengarnya. Riki bakal satu sekolahs ama aku. Waduh bisa gawat nih, apalagi kalau ketahuan sama teman-temanku. Yang ada aku bisa diejek.
"Oya, tadi temanmu sudah pulang", tambah Ibuku.
"Kok dia pulang ga bilang-bilang?", tanyaku. Aku hampir saja lupa kalau di rumahku ada Erik. Kasihan dia aku cueki hari ini.
"Katanya buru-buru, tadi dijemput orang tuanya", jelas Ibuku.
"Oh gitu ya Mah", jawabku. "Yang penting dia ga kabur aja"
"Hush.... ngga boleh gitu", kata Ibuku sembari mencubit pipiku. "Main sana sama Riki".
"Males Mah, pengen tidur lagi", jawabku sambil memeluk guling dan pura-pura tidur.
"Dasar anak nakal, yaudah Mama mau jalan-jalan sama Riki dan temannya itu".
"Ia Mah, ati-ati".
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Be Your Heart [Completed]
Teen Fiction*Reupload Story* Original Author : steverahardian Gay Themed Story~