I Hate This Part
Suasana acara ulang tahun Dika masih berlangsung meriah. Orang-orang berjoged di dekat panggung dengan alunan musik band rock dan hip-hop. Atrakasi di trampolin pun semakin meriah. Bisa dibilang pesta ulang tahun Dika bukan layaknya acara ulang tahun lebih tepatnya pesta dugem. Dita keluar dari pintu rumah mendorong kue yang cukup besar yaitu kue ulang tahun Dika karena sekarang mau masuk ke acara intinya. Dita berjalan ke atas panggung dan memanggil-manggil nama Dika namun tidak ada tanda kemunculan Dika. Dita yang agak ragu akhirnya segera turun dan mencari Dika. Siapa tahu saja dia lagi ketiduran?
Sementara itu masih di belakang rumah Dika. Terlihat Tristan dan Dika lagi berdiri di samping pinggir kolam. Terlihat dari raut wajah Dika yang sedih. Ada hal yang membuat pikirannya terganggu sekarang. Entah itu karena sikap Tristan ataukah hal lain yang berhubungan dengan masa lalunya.
"Aku merasa sudah hancur", ucap Dika.
"Maaf Ka, bukan maksudku seperti itu", Tristan memelas.
"Apa pernah kamu berpikir aku pernah tersenyum dan bahagia karenamu?", Dika berjalan ke arah Tristan yang mulai menangis lagi.
"A..aku... hanya cemburu sama Adit", jawab Tristan gugup.
"Asal kamu tahu, aku mau dengan kamu karena di badanmu ada Riki!!", Dika mulai agak emosi. "Dan itu semua karena janjiku pada Riki!!!".
"Ta..tapi..".
"Aku hancur Tris, HANCUR!!!".
"Maaf....", Tristan mencoba memelas lagi.
"Aku sudah ngga melihat kamu yang dulu!!!", kata Dika dengan kasar. "Dan lebih baik kamu lupakan Ferdy!"
"Maaf Ka, maaf...", Tristan menangis.
"Harusnya kamu yang mati dulu itu". Dika segera meninggalkan Tristan yang menangis. Terlihat Tristan memegang dada kirinya. Entah apa dia merasa sakit dengan ucapan Dika.
Tiba-tiba dari balik pintu belakang Dita muncul untuk mencari Dika.
"Hei Dika kamu kemana aja?", tanya Dita. "Kenapa Tristan menangis gitu?". Dita menoleh dan melihat Tristan memegang dada kirinya.
Dika hanya diam dan terus berjalan meninggalkan tempat itu.
"Ihhh ngga dijawab", kata Dita kesal dan menuju ke arah Tristan. "Tris ada apa?". Dita memeluk kepala Tristan.
Dika sudah tidak terlihat lagi, sepertinya dia sudah meninggalkan Dita dan Tristan.
"Kamu ngga apa-apakan?".
Tristan hanya bisa mengangguk dan terus menangis dipelukan Dita.
Sementara itu Dika masih berjalan tertatih-tatih. Dikepalanya masih terus berpikir kejadian sekarang dan masa lalunya. Hatinya sedang bimbang. Ini untuk kedua kalinya dia mengecewakan Adit. Dia hanya bisa menjadi penonton disaat Adit dalam bahaya. Dan kenapa selalu ada penghalang disaat Dika harus bertindak untuk menyelamatkan Adit?
Dika sudah sampai di tempat acaranya. Dika melihat orang-orang sekeliling. Mereka banyak yang berseru dan berteriak selamat kepada Dika. Tapi tetap saja tatapan Dika masih kosong. Sekilas terlihat dari wajahnya masih terdapat jejak-jejak kesedihannya.
Dika yang sudah tidak peduli dengan keadaan sekitarnya mulai menaiki panggung. Dia mengambil mic dari penyanyi di panggung itu dengan kasar. Penyanyi yang bingung melihat sikap Dika hanya bisa mencibirnya.
"Halo semuanya", sapa Dika dengan mic-nya.
"HALOO juga!!" jawab orang-orang yang datang di acaranya.
"Maaf, kali saya sendiri ingin mengatakan sendiri bahwa acara ini saya hentikan", tegas Dika setelah mengambil nafas panjang akhirnya Dika mengatakan. "....Silahkan bubar dan tidak lupa ambil perniknya di meja penunggu tamu". Sontak saja semua yang hadir bingung dan heran. Kenapa tiba-tiba acara ulang tahun dihentikan.
"HUUUUUUU", "Payah!!", "Acara apaan ini?", terdengar keluh kesah dari teman-teman Dika yang datang di acaranya. Sebenarnya yang datang itu teman-teman Tristan semua, hampir sedikit atau tidak ada yang datang dari temannya Dika. Sepertinya Tristan memang tidak mengajak semua teman Dika.
Dika pun turun dari panggung itu. Semua orang yang menyoraki dia tidak dihiraukannya. Andai kita tahu isi hati Dika, apakah ini yang dia harapkan di hari ulang tahunnya, dihari di mana dia bisa mendapatkan sesuatu yang indah. Yang ada hanya hancur dan sakit hati, kenangan masa lalu yang sudah menghilang muncul lagi dibenaknya lagi dan itu semua karena ulah Tristan.
"Kenapa ya dengan Dika?", tanya Lola bingung.
"Aku juga heran kenapa tadi ada Ferdy?", tanya Anggi yang juga ikut-ikutan bingung.
"Dan kenapa juga dengan Adit? Apa dia ngga apa-apa ya?", tambah Desy.
"Aku mau pulang aja!", Lola agak sedikit kesal kedengarannya.
"Aku benci kalo gini", gerutu Desy. Mereka bertiga pun beranjak mengikuti yang lainnya untuk pulang kembali pulang.
# Sementara itu kita kembali lagi di mana Adit dan Ferdy sedang berjalan berdua. #
"Kita makan di situ aja", tunjuk Adit. "Aku pengen makan nasi goreng".
"Ok lah", Ferdy segera mengarahkan motornya ke warung nasi goreng di pinggir jalan. Orang yang makan di sana cukup banyak. Dari bau makanannya saja sudah harum.
"Kayaknya enak Fer".
"Ia, kamu mau pesan apa?", tanya Ferdy.
"Aku nasi goreng aja tapi ngga pedes, minumnya es jeruk", jawabku.
"Yawda aku pesan dulu, kamu cari tempat duduk".
"OK", aku segera mencari tempat duduk. Akhirnya aku pilih yang dipojok warung. Yah disitu yang sepi sih pikirku jadi kalau mau ngomong enak.
Aku duduk di pojok warung itu. Ferdy datang menghampiri. Ngomong-ngomong soal warungnya lumayan bersih meskipun dipinggir jalan. Dan yang pasti malam-malam gini yang ada cuma nasi goreng doang yang dijual.
"Hem..", Ferdy mulai bergumam entah mau ngomong apa.
"Apa?", tanyaku.
"Ngga apa-apa".
"Aneh kamu ini", ejekku. "Lagian ngapain kamu ngga bilang kalo lagi ke Jakarta?"
"Lho? Kok nyalahin aku?".
"Ya lah, kan kamu udah ngga kasi kabar, aku kan jadi bingung".
"Salah siapa coba, dihubungi ngga bisa-bisa?", ejek Ferdy.
Aku hanya bisa diam sambil memonyongkan bibirku. Ferdy yang melihat tingkahku hanya bisa tertawa kecil.
"Ngga lucu tahu", kataku sinis sedikit.
"Kamu sih tingkahnya kayak anak kecil", ejek Ferdy lagi.
"Aku bukan anak kecil, aku remaja", balasku.
"Ia ia, remaji ehh remaja", kata Ferdy sambil tertawa. Huh! Sebel juga diketawain kayak gitu sama dia. Kapan sih usilnya hilang?
Ngomong-ngomong aku sedikit penasaran dengan kejadian tadi. Sempat dengar sih Tristan bilang tentang "masa lalu" gitu. Apa Tristan punya hubungannya dengan Ferdy? Apa jangan-jangan Tristan mantannya Ferdy? Hem, lebih baik nanti saja aku tanyakan soalnya lagi lapar.
30 detik tanpa berbicara dengan Ferdy sambil menunggu nasi goreng juga.
1 menit sudah berlalu.
1 menit 30 detik.
Sampai akhirnya sudah 4 menit lebih.
"Huaaaa", ucapku.
"Kenapa kamu?", Ferdy mengalihkan pandangannya ke wajahku.
"Laper", jawabku sambil mengambil tisu di tengah meja dan memainkannya.
"Maaf menunggu", kata penjualnya. "Ini nasi gorengnya sama es jeruknya dua".
"Kok ngikut es jeyuk juga?", tanyaku manja.
"Jeruk kok jeyuk", jawab Ferdy. "Ngga tahu pengennya malam-malam minum es jeruk".
"Kan aku yang pesan es jeyuk duluan".
"Hahahaha, kamu ini kok semakin kayak anak kecil", ejek Ferdy.
"Ahh makan aja deh", aku langsung melahap nasi goreng yang sudah dihidangkan. Nasi gorengnya enak lo, ada suwiran ayam dan beberapa potongan kecil sosis. Nasi gorengnya juga dicampur sayur-sayuran ditambah kecap sebagai pewarnanya. Nasinya juga sangat harum karena bumbu-bumbu rahasianya.
Aku makan dengan lahapnya. Sudah dari tadi sore ngga makan soalnya. Sekali-kali aku minum es jeruk yang ada di sampingku. Enak sekali rasanya.
"Eh, ada tamu tuh", kata Ferdy menunjuk bibir bawahku.
"Mana?", tanyaku. Langsung saja Ferdy arahkan tangannya ke bibir bawah dan mengambil sisa nasi yang lengket. Jarinya agak kasar saat menyentuh bibir bawahku. Tak hentinya aku menatap Ferdy. Andai dia bisa selembut ini sama aku.
"Sudah tuh, lain kali makannya yang pelan aja", pinta Ferdy kembali melanjutkan makannya.
Aku hanya menjawab dengan anggukkan. Kenapa ya Ferdy mau perhatian sama aku? Apa yang menarik dari aku?
"Fer?",
"Hem?", jawab Ferdy yang masih mengunyah makanannya.
"Em...", aku mengumpulkan sedikit keberanian untuk bertanya.
"Mau ngomong apa?", kata Ferdy sembari mengambil tisu untuk membersihkan mulutnya.
"Itu...", aku mencoba untuk bertanya kembali dan menghentikan aktivitas makan memakanku. "Apa sih yang menarik sama aku sampe kamu mau berbuat ya... yang kayak tadi?".
"Apa ya?", kata Ferdy sambil menata piring di depannya. Dia sudah selesai makan. "Aku juga ngga tahu".
"Kok gitu?".
"Ya aku bingung, mungkin karena kita berdua hanya teman kali ya?".
"Ooo gituu..", jawabku dengan nada datar. Aku sedih saat Ferdy bilang -hanya teman-? Rasanya dadaku agak sedikit panas aku mencoba bertanya lagi.
"Kayaknya Tristan kenal sama kamu?".
"Ngapain nanya gitu?", Ferdy agak risih. "Sudahlah itu masa lalu dan biar aku yang nyimpan".
"Ooo gituu..", aku mencoba menahan emosiku. Rasanya laparku jadi hilang karena dengar kata-kata Ferdy.
"Mangnya kamu anggap aku apa?", tanyaku kembali.
"Kenapa kamu nanya gitu?", Ferdy tersenyum. "Ya temanlah masa musuh?".
"Ooo gituu...", kali ini hatiku terasa panas -Ya temanlah- terus apa maksudnya dia menciumku tadi? Apa aku ini hanya mainannya?
"Hem, aku sudah kenyang nih", kataku menjauhkan piring yang masih terisi dengan nasi goreng.
"Kenapa ngga dihabisin? Sayang tahu".
"Aku sudah kenyang", jawabku. "Yuk pulang".
"Ya ya pulang, aku bayarin dulu ini". Ferdy beranjak bangkit dari tempat duduknya menuju kasir warungnya. Sedangkan aku segera berjalan ke parkiran motor Ferdy. Aku kecewa Ferdy ngomong seperti tadi. Aku sudah salah mencintai seseorang yang ternyata hanya bisa mempermainkan aku. Aku kira perlakuan dia tadi merupakan sinyal kalau dia suka sama aku. Harusnya dari dulu aku nyadar apa sih yang menarik dari aku? Imut-imut aja ngga apalagi cakep? Badan kurus kayak gini ngga ada seksinya mana mungkin Ferdy suka beda dengan Tristan dia putih, manis anaknya, aku curiga jangan-jangan Tristan dan Ferdy pernah menjalin hubungan.
"Maaf lama", Ferdy datang menghampiri aku yang sudah menunggu di motornya. Aku bergeser sedikit dari motornya karena Ferdy ingin menaiki dan menghidupkannya. Aku naiki motornya dan kami pun pergi dari warung tersebut.
Saat ini aku lagi dibonceng oleh Ferdy. Ferdy membawa motornya mengelilingi kota. Hening dan sepi mungkin itu bisa menggambarkan keadaan kotaku di malam hari. Sesepi apa pun kotaku masih terdapat dua atau tiga orang remaja di sudut kota. Sesekali aku pandangin mereka lagi tertawa dan berpelukan. Andai aku bisa sesenang yang dialami orang itu. Soalnya aku masih sakit hati alias kecewa dengan kata -teman- yang terlontar dari mulut Ferdy.
Pernah tidak kalian merasakan saat kenal dengan seseorang terus kalian suka dengan orang itu lalu orang itu memberi sinyal -suka- juga dan ternyata setelah kita nyatakan perasaan kita hanya dianggap teman? Mungkin kalau aku masih bisa terima kalau orang itu tidak melakukan hal yang berlebihan dengan aku, tapi nyatanya yang terjadi orang itu melakukan hal yang bisa dibilang terlalu berlebihan. Sakit rasanya, andai aku tahu aku tidak akan mau dicium seperti tadi. Ingat ya, tidak semua orang seperti aku itu bertindak dengan berdasarkan nafsu.
Andai kalian ada diposisiku apa yang bakal kalian rasakan? Marah? Kecewa? Benci? Bagiku itu semuanya sama saja pokoknya aku benci bagian cerita cintaku yang ini. Baru kali ini aku merasakan patah hati oleh orang yang aku sayangi, sakit banget, rasanya tidak kuat untuk menahan.
Sepertinya Ferdy berniat mengajak aku keliling. Dan tumbennya dia diam seribu bahasa, apa gara-gara aku agak cuek sedikit. Yah wajar aku cuek, karena Ferdy sudah mengecewakan aku. Akhirnya kami sampai di jalan yah bisa dibilang agak sepi. Kalau lihat jalan utama ini cukup dekat dengan rumahku.
"Fer?", kataku memecah keheningan.
"Napa?", jawab Ferdy.
"Bisa berhenti sebentar ngga?", pintaku.
Ferdy langsung menghentikan motornya di sisi jalan utama. Disekelilingnya banyak sekali lampu-lampu jalan yang dipasang di median jalan. Di pinggirnya terdapat ruko yang minimalis perpaduan waran putih, orange, biru dan hitam coklat tapi sudah tutup.
Aku turun dari motor Ferdy dan melepas helmnya. Ferdy yang melihat sikapku agak terlihat bingung.
"Ini helmnya", aku memberi helm ke Ferdy.
Ferdy terlihat bingung dan agak ragu mengambil helmnya.
"Rumahku sudah dekat dari sini, aku pulang jalan kaki aja", pintaku.
"Kenapa dengan kamu?"
"Ngga apa-apa", jawabku. "Udah ya", aku segera melangkahkan kakiku pergi meninggalkan Ferdy.
Ferdy yang melihat aku pergi meninggalkan dia mulai turun dari motornya dan melepaskan helmnya.
"Kamu kenapa sih?", Ferdy menarik tanganku.
"Aku kan sudah bilang aku ngga apa-apa", jawabku sembari melepaskan tanganku.
"Tapi ini kan sudah malam, mending kalo mau pulang aku antar", cegah Ferdy.
"Aku bisa minta tolong Dika kok anterin", jawabku sok.
Ferdy terdiam sebentar.
"Yawda ya..", aku beranjak pergi lagi tapi Ferdy langsung berlari menghadang di depan.
"Kamu ini kenapa? Kenapa tiba-tiba jadi gini?", tanya Ferdy.
"Kayaknya aku ngga perlu jelasin", jawabku lagi. Kali ini aku mulai agak emosi. Ingin rasanya marah dan berteriak ke Ferdy tapi aku mencoba untuk menahannya.
"Kamu ini aneh, ngga ada masalah apa-apa kok ngajak kelahi?", sindir Ferdy.
"Emang ngga ada masalah kan, jadi kamu ngga usah khawatir kan kita teman jadi ngga usah berlebihan perhatian gitu", balasku. Aku lihat wajah Ferdy lebih dalam dan dia hanya bisa mengalihkan pandangan sambil menghela nafas sesekali.
"Jadi karena itu?", tanya Ferdy lagi.
"Itu apa?", aku melangkahkan kakiku, aku dorong badan Ferdy ke samping. "Minggir!"
Ferdy kembali menarik tanganku. Kali ini pegangannya kuat sekali sampai tanganku terasa sakit seperti tertindih barang yang jatuh dari atas.
"Sakit", kataku sembari mencoba melepas tangannya. Namun pegangannya semakin kuat. Memang sih aku kalah tenaga dari dia secara aku orangnya sedikit pendek dan kurus dari Ferdy.
"Lepasin Fer...", erangku.
"Oh! Maaf", Ferdy melepaskan tanganku.
"A..ku.. pulang aja", suaraku mulai agak serak menahan rasa sedih.
"Aku minta maaf Dit, bukan maksudku...".
"Udah ngga usah dijawab, aku tahu kok", potongku. Kepalaku tertunduk aku tidak mau Ferdy melihat aku menangis karena kecewa.
"Masih ada Dika kok", jawabku.
"Dika lagi Dika lagi, kenapa sih dengan dia?", tanya Ferdy emosi.
"SEJAHAT APAPUN DIKA DIA MASIH MAU SAYANG DAN SUKA SAMA AKU!!!", aku berteriak dengan keras. Aku tidak peduli dengan keadaan sekitar walau pun sepi. Aku ingin meluapkan emosiku. Aku ingin menunjukkan sejahat apa pun Dika dia masih mau perhatian bahkan sayang sama aku dibandingkan Ferdy yang hanya menganggap aku sebatas -teman-. Aku tahu Dika orang baik, tidak seperti yang selama ini dikatakan Ferdy.
Ferdy hanya diam dan menghela nafasnya. Sejenak dia terlihat sedang memikirkan sesuatu.
"Aku sudah bohong sama kamu", Ferdy menghelas nafasnya lagi. Aku masih menatapnya dengan tetesan airmata yang jatuh di kedua pipiku.
"Dika itu tidak seperti yang aku katakan dulu", Ferdy menatapku. "Aku hanya cemburu kamu dekat dengan dia tapi....".
"Tapi apa Fer...?", tanyaku. Sekarang aku mencoba untuk mengurangi tangisanku. Aku harus siap mental menerima jawabannya. Apa pun itu.
"Tapi aku ngga bisa seperti ini lagi", jawab Ferdy. "Tapi aku bisa kok sayang sama kamu sayang sebagai sahabat atau saudara?"
Aku bertahan dari sakitnya didadaku. Malam ini memang banyak menghabiskan semua gejola emosiku. Rasanya kepalaku mulai agak pening. Tapi aku mencoba bertahan dari gejolak perasaanku kalau Ferdy menolakku.
"Ngga apa-apa Fer"
"Aku.. maaf.. maksudku bukan...".
"SUDAH!!!", aku menjawabnya dengan teriakanku lagi. Tangisanku mulai pecah lagi. Aku berlari meninggalkan Ferdy. Aku sudah tidak kuat kalau berada di dekatnya.
"DIT!!!", sepertinya Ferdy berteriak memanggilku. Sudahlah aku tidak mau berada di dekatnya lagi. Aku benci disaat seperti ini. Aku pegang dadaku terasa sakit sekali. Namun aku tetap saja berlari. Sepintas aku dengar suara motor Ferdy kayaknya dia mau mengejarku.
Kepala aku terasa sedikit pusing. Rasanya kakiku terasa sangat berat untuk dibuat berlari. Aku lihat sekelilingku tampak pudar dan menghitam. Pandanganku sudah tidak jelas lagi. Kakiku tersandung berkali-kali. Aku mau jatuh rasanya. Dan BRUK!!!
"ADIT!!!!".***
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Be Your Heart [Completed]
Ficção Adolescente*Reupload Story* Original Author : steverahardian Gay Themed Story~