Bonus Part 2 (Tristan & Felix Story)

3.3K 118 0
                                    

Gimme All Your Luvin' II

Entah darimana Kak Felix bisa mendapatkan nomor handphoneku. Setiap waktu dan di mana saja dia selalu menghubungiku. Hanya dua hal yang terus diutarakannya, masalah hubungannya dengan Dika dan yang satunya tentang perlakuan Kak Felix waktu itu ke aku. sebenarnya agak kesal juga diperlakukan atau hampir dilecehkan seperti itu. Ingin rasanya memaki-maki Kak Felix tapi aku tidak bisa melakukan itu, yang ada aku malah terus-terusan memikirkan kejadian waktu itu. Aku malah menginginkannya lagi, aku tidak mau munafik. Aku juga ingin dibelai sama seorang cowok tapi cowok yang memang benar-benar sayang sama aku, bukan karena nafsu.

Seperti biasa aku setiap sore bersepeda di komplekku. Selalu sendirian karena aku merasa dengan kesendirian bisa merasakan nikmatnya bersepeda. Tiba-tiba hp-ku bergetar di balik kantung celanaku. Aku segera menghentikan kayuhan sepedaku dan mengeluarkan hp-ku. Ternyata ada sms yang masuk.

-Kamu di mana?-. Ternyata sms itu dari Kak Felix.

-Biasa, lagi keliling naik sepeda-, balasku.

Selang beberapa detik, ada balasan dari Kak Felix,

-Bisa ketemu?-.

-Bisa, tapi di mana?-, balasku lagi.

Kali ini lama sekali menunggu balasan dari Kak Felix. Mungkin sudah ada 5 menit dan hp-ku berbunyi.

-Di hutan, tempat aku nyekap kemaren-.

-Hah? Mau ngapain aku di sana? Mau dikerjain lagi?-, balasku. Ngapain juga buat ketemu mesti di hutan itu? Apa dia lupa apa yang sudah dia lakukan ke aku pas di hutan itu? Inginnya sih ke sana, toh kalau pun aku dikerjain kayak kemaren mending aku pasrah saja. Tidak-tidak, aku masih punya harga diri, hanya orang yang aku sayangi yang boleh menyentuh dan memiliki semuanya, aku tidak mau dilecehkan.

-Sudah ngga usah cerewet! Sini cepat!-, balas sms Kak Felix. Sangat memaksa dan kenapa aku malah menurutinya.

-Ok! Tapi awas macam-macam!-, aku segera menyiapkan sepedaku. Tidak lupa aku mencari kayu besar pendek buat aku bawa. Hitung-hitung buat jaga diri kalau Kak Felix macam-macam.

.......................................

Sesampai di dekat hutan itu, aku taruh sepedaku dipinggir jalan. Soalnya agak susah kalau masuk ke dalam dan tiba-tiba Kak Felix menyekapku, aku tidak bisa berkutik sambil naik sepeda. Nah, kalau jalan kaki begini aku bisa siap kapan saja buat memukul Kak Felix kalau berani macam-macam.

Suasana sore memang membuat hutan itu terasa menyeramkan bagiku. Sedikit gugup, walaupun bukan pertama kalinya aku bermain sembunyi di situ tapi semenjak Kak Felix menyekapku semua berubah total, aku jadi sedikit takut buat masuk ke hutan. Langkahku pun aku pasang untuk bersiap-siap menjaga diri. Kedua bola mataku terus bergerak untuk mengawasi keadaan sekitar. Selang beberapa saat aku melangkah aku melihat sebuah sepeda motor berada tidak jauh dari pepohonan, aku melihat seseorang sedang duduk di situ hanya saja rimbunnya pohon menutupi badannya.

"Siapa ya?", kataku dalam hati dan melangkah pelan untuk mengintip orang itu. Aku pelan-pelan dan ketahuan juga.

"Hei, ngapain ngendap-ngendap gitu?", kata Kak Felix yang turun dari motornya dan berjalan ke arahku.

"STOP!", bentakku dan mengarahkan kayu yang aku pegang.

"Eh, ngapain?", tanya Kak Felix bingung dihardik dengan kayu.

"Diam disitu, awas macam-macam", kataku mengancam.

"Tristan? Aku ngga bakal macam-macam lagi", ucap Kak Felix dan berani menyentuh kayuku. Dipegangnya sangat erat kayuku.

"Lepasin", kataku mencoba menarik kayu yang dipegang kuat Kak Felix. Aku benar-benar ceroboh, bisa-bisanya dengan gampangnya memegang kayu yang aku bawa.

"Ngga sopan ketemu sama orang bawa kayu gini", tegur Kak Felix dan menarik kayu itu. Badanku yang tidak kuat menahan tarikannya, malah ikut tertarik ke badan Kak Felix. Lagi-lagi, aku tidak berdaya dengan kuatnya tenaga Kak Felix. Sekarang aku sudah berada di pelukannya. Kayu yang aku bawa jatuh tergeletak di tanah. Oh tidak, aku kalah lagi.

"Nah, kalau peluk gini ngga bakal terjadi apa-apa", ucap Kak Felix tersenyum. Wajah kami sangat dekat, seakan-akan Kak Felix ingin menciumku.

"Jangan Kak....", kataku memelas. Tanganku mencoba mendorong badannya tapi kenapa malah semakin kuat pelukannya. "Aku ngga mau diapa-apain lagi".

"Tenang kok, aku ngga bakal lakuin itu", Kak Felix melepas pelukannya dan kembali duduk di atas motornya. "Maaf ya sudah bikin kamu takut".

"Em....", aku sebenarnya ingin menjawab tidak apa-apa tapi itu rancu, masa orang dilecehkan jawabnya tidak apa-apa (dilecehkan). "Terus mau ngomong apa?".

"Ya sebenarnya masalah kemaren itu, tentang Dika", jelas Kak Felix.

"Ya makannya kelakuan itu dijaga", sindir.

"Kamu ya?", tatap Kak Felix tajam ke arahku. Aku hanya bisa tertunduk takut melihatnya, ganas.

'Maaf...", kataku tertunduk. Kak Felix tidak menyahut tapi malah turun dan menghampiriku lagi.

"Em.. maaf Kak", aku masih saja tertunduk takut.

"Hahahahahahahahahaha", Kak Felix tiba-tiba tertawa kencang. "Kamu ini lucu ya, makanya aku senang ngerjainnya".

"Huh!!!!!", aku jadi marah ternyata cuma dikerjain. Aku julurkan lidahku ke arah Kak Felix.

"Kamu juga sih pake godain nafsu orang", balas Kak Felix.

"Godain? Gimana aku godain?", tanyaku bingung.

"Sudahlah jangan dipikirin", jawab Kak Felix. "Aku ke sini mau minta bantuan kamu".

"Bantuan apa?".

"Ya baikin hubunganku sama Dika lah".

"Em, aku usahakan", jawabk sekenanya saja.

"Sebagai gantinya ntar tiap malam minggu aku ajak jalan-jalan lah", ucap Kak Felix.

"Ngga ah, ntar aku diapa-apain lagi".

"Aku janji ngga bakal aku apa-apain", kata Kak Felix yang mengacungkan kedua jarinya menyatakan dia bersumpah dan berjanji.

"Baiklah, tapi Rika?", tanyaku balik.

"Ah, ngga penting itu cewek matre", balas Kak Felix.

"Em......".

"Ya?".

"Kenapa Kak Felix suka gituin aku?", tanyaku takut-takut.

"Kenapa ya? Ngga tahu juga?", jawabnya yang penuh dengan kebingungan.

"Aku merasa dilecehkan saja", ucapku sedih.

"Ya maaf Tristan, Kakak ngga tahu kenapa kakak bisa kehilangan kontrol gitu", ucapnya membelai kepalaku. Kok aku jadi merasa tenang dia membelaiku seperti itu?

"Ya sudahlah".

"Senyum dong", canda Kak Felix dan aku memaksakan tersenyum.

"Kakak boleh tanya satu hal ga?".

"Tanya apa?".

"Tristan suka cowok ya?", tanya Kak Felix.

"Kayaknya ngga perlu jawab itu deh", kataku mengelak. Ini orang pintar atau bodoh sih, mana ada cowok straight mau diperlakukan layaknya orang diperkosa gitu.

"Ok ok, jadi benar tuh kata dia".

"Dia siapa?", tanyaku bingung soal "dia".

"Ada deh, yuk pulang udah sore ntar ada setan lewat lo", ajak Kak Felix.

"He, jawab dulu sapa dia?".

"Kapan-kapan aja, aku pulang duluan ya", Kak Felix sudah menyalakan motornya dan malah meninggalkan aku di sini sendirian. Huh!

......................................................

Aneh tapi nyata mungkin itu kata-kata cocok buat Kak Felix, sudah aneh hidup lagi. Aku tidak bisa memikirkan lagi kenapa bisa dia sekarang jadi lebih dekat dengan aku. satu yang pasti akhir-akhir ini dia malah semakin perhatian. Bisa kebayangkan seorang cowok straight memberikan perhatian ke seorang cowok gay kayak aku? menurutku itu hal yang luar biasa sekali.

-Gimana? Sudah ngomong sama Dika?-, begitu tulisan sms terakhir yang aku terima dari Kak Felix. Sepertinya dia khawatir terus dengan hubungannya sama Dika. Lagian Kak Felix sudah keterlaluan, jelas saja Dika marah lihat aku diperlakukan seperti itu. Dika kan pelindungku, apa pun kejadiannya.

-Belum-, aku pun membalas smsnya.

Selang beberapa detik ada bunyi sms masuk.

-Kok jawabnya jutek gitu? Cuma jawab "belum"-, begitu isi sms dari Kak Felix. Protes lagi, protes lagi. Jadi malas balas smsnya, bawaannya jadi pengen ngambek mulu.

Selang beberapa menit ada bunyi sms masuk lagi dan itu pasti dari Kak Felix.

-Kenapa ga balas?-, aku yang membacanya jadi tidak mood dan memilih tidak membalasnya lagi.

Selang beberapa menit lagi ada bunyi telepon, aku pun mengambil kembali hp-ku dan melihat siapa menelepon. Dan ternyata Kak Felix lagi, ya sudah aku pencet saja reject dan mematikan hp-ku. Mending aku bawa tidur aja dari pada pusing mikiran Kak Felix. Menurutku dia yang salah seharusnya dia yang minta maaf sama Dika, bukan minta tolong sama korbannya. DODOL!

...........................................

Tok Tok Tok....

Bunyi ketukan pintu membangunkan aku dari tidur. Sebenarnya ngga tidur hanya berbaring menutup mata.

"Siapa?", tanyaku. "Pintunya ngga dikunci".

Sontak saja orang yang mengetuk pintuku membuka dan sesosok bayangan muncul dari balik pintu. Oh tidak, itu Kak Felix.

"Huh!", aku melempar bantal ke arahnya. "Kenapa sih nekat gini?".

"Maaf Tris, aku kan perlu jawaban", kata Kak Felix menepis bantal yang aku lempar.

"Jawaban apa? Usaha sendiri dong", kataku merajuk dan menutup semua badanku dengan selimut.

"Maaf Tris, aku ngga enak saja sama Dika".

"Hah....", aku menghela nafas di dalam selimut tipisku dan kembali membukanya. "Dika itu orangnya baik, asal minta maaf aja baik-baik".

"Itu.........", Kak Felix tidak meneruskan kata-katanya dan memilih tidur di sampingku. Ini orang kok pede sekali seakan-akan aku ini sudah kenal akrab sama dia, pakai langsung tidur di kasur kesayanganku. Tapi kalau diperhatikan Kak Felix ini orangnya lumayan baik dan.....................keren. Jadi malu.

"Kenapa Kak?", tanyaku lagi. Kali ini hatiku mulai mencair, aku kasihan juga melihat Kak Felix merenung begini? Tunggu dulu kasihan? Bukannya orang ini sudah mau melecehkan aku, kenapa aku perhatian juga sama dia?

"Maaf ya Tristan", ucap Kak Felix sembari menutup kedua matanya. Wajahnya tersirat penyesalan dan kelihatan sedikit lelah.

"Sudah lah Kak, itu juga sudah terjadi, lagian Kak Felix kelewatan juga", aku pun memilih berbaring sambil menghadapnya.

"Tapi kamu suka kan?", kata Kak Felix membuka matanya dan menatapku. Tatapan kami berdua pun saling bertemu, aku jadi salah tingkah dibuatnya.

"Em.. itu...", aku tidak bisa memikirkan alasan untuk pertanyaan itu, kalau aku bilang tidak suka itu munafik, tapi kalau aku bilang suka keterlaluan itu namanya.

"Pasti suka", goda Kak Felix membelai pipi mulusku.

"Uh...", aku membalikkan badan dan berpura-pura jual mahal. "Ingat Rika...".

"Rika lagi Rika lagi, aku sudah ngga ada hubungannya sama Rika, sudah putus".

Aku hanya bisa terdiam mendengar penjelasan dari Kak Felix. Dia sudah putus sama Rika? Kenapa? Apa gara-gara aku? oh tidak mungkin, pasti karena sifat matre Rika, dasar Rika.

Selang beberapa menit suasana kamarku menjadi sunyi. Aku hanya bisa mendengar nafas yang keluar dari tubuh Kak Felix. Suasana ini benar-benar membuat aku jadi deg-deg-an. Setelah sekian lama baru kali ini ada seorang cowok berbaring berdua di kasurku, biasanya Riki, tapi kalau Riki yang tidur biasa saja rasanya tapi yang ini kok beda?

"Kak", kataku yang masih membelakangi Kak Felix.

"Kak....", panggilku lagi.

"Kak......", kali ini aku membalikan badannya dan melihat dia tertidur pulas. Astaga! Bisa-bisanya dia tertidur pulas seperti ini. Ya sudahlah, biar saja dia tidur dulu, mungkin kecapekan kali. Tapi lucu juga ya melihat wajah Kak Felix yang sedang tidur, terlihat polos tapi sedikit menyiratkan kalau dia lebih dewasa dari aku. Mungkin benar kata Kak Felix aku harus membantunya mengembalikan hubungannya dengan Dika. Soalnya dalam pertemanan itu tidak boleh lama-lama berkelahi. Tapi kadang Dika itu orangnya keras kepala, apalagi sudah menyangkut diriku, dia bisa gampangan emosi. Kak Felix Kak Felix, andai saat itu Kak Felix ngga kelewatan menggodaku mungkin tidak bakal kayak gini situasinya. Tapi dasar akunya juga, malah tidak memberontak dengan ganas dan membiarkan perlakuan Kak Felix. Satu yang aku bingung kalau Kak Felix ini bukan gay kenapa dia berani menggodaku berlebihan seperti itu. Apa sih yang membuat dia melakukan itu kepadaku,padahal awalnya hal yang sepele tapi malah jadi besar? Aku terus saja memandang wajah Kak Felix tidak terasa wajahku malah semakin dekat dengan wajahnya. Aku...aku...aku merasakan desiran nafasnya ke bibirku, begitu hangat dan membuat jantungku semakin berdetak kencang. Tapi tunggu dulu! Pintu kamar masih terbuka, siapa tahu ada yang melihat. Lalu aku segera menyingkir menjauh dari Kak Felix yang masih tertidur pulas. Mending sekarang aku ke rumah Dika saja.

Aku pun beranjak pelan-pelan dari tempat tidurku supaya Kak Felix tidak kebangun. Sekarang juga aku harus ketemu sama Dika. Aku mau menolong Kak Felix.

.............................................

Segera aku kayuh sepedaku ke arah rumah Dika. Sepertinya cuaca mendung sekali, aku harus cepat-cepat sebelum keburu hujan.

Aku percepat kayuhanku hingga selang beberapa menit aku berhenti di rumah Dika dan memasuki halaman rumahnya. Aku taruh sepedaku di tempat biasanya dan mengetuk pintu rumah Dika.

Tok tok tok..............

Mungkin kira-kira beberapa 2 menit berlalu seseorang membukakan pintu rumah.

"Loh? Tristan? Ayo masuk", ucap Dika yang membuka pintu.

"Ia makasi Ka", ucapku masuk ke dalam rumah.

"Tumben ngetuk pintu, biasanya main masuk aja", goda Dika.

"Ya sekali-kali sopan", balasku dengan senyum manisku. "Aku boleh ngomong sesuatu ngga?".

"Mau ngomong apa?", tanya Dika heran.

"Em soal Kak Felix", ucapku takut-takut.

"Dia lagi, ya sudah kita ngobrol di kamarku saja, di sini gawat", Dika mengajakku masuk ke dalam rumahnya lagi, menuju kamarnya.

***

I'll Be Your Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang