PART 19

6.1K 309 2
                                    

You and I

"Cepat ganti bajumu", suruh Ferdy saat aku di kamarnya.

"Emm tapi aku ngga bawa baju lain", jawabku yang masih mengenakan celanau yang basah yang dibalut dengan handuk milik Ferdy.

"Sudah pakai yang dilemariku situ".

"Ia", aku membuka lemari baju Ferdy. Aku memilih baju-baju Ferdy yang bagus dan yang pas dengan badan aku.

"Kenapa kamu ngga keluar?", tanyaku.

"Kan ini kamarku", jawab Ferdy yang masih bertelanjang dada hanya menggunakan celana pendek yang dia ambil dari tempat mesin cuci. Berdiri di dekat pintu kamarnya.

"Tapi kan aku mau ganti baju dulu Ferdy sayang", ucapku manja.

"Yawda ganti aja ngga masalah", kata Ferdy nyengir.

"KKKKEELLLUUAARRR!!" aku sedikit menaikkan tempo suaraku. Aku dorong tubuh Ferdy keluar dari kamarnya. Aku kan malu kalau harus ganti di depan dia.

"Hehhh akhirnya bisa ganti baju dengan enak", aku menghela nafas dan mengunci pintu kamar Ferdy. Samar-samar aku dengar suata Ferdy mengomel-ngomel entah dia bilang apa, aku sih cuek aja.

Aku melihat kembali lemari Ferdy. Banyak sekali baju dia. Tertata rapi lagi. Lemarinya sangat besar, digantungan sebelah kirinya tersusun gantungan baju-baju Ferdy mulai dari kemeja sampai kaos oblong. Sebelah kanannya tersusun rapi juga celana-celana yang dilipat. Terus dibagian bawahnya ada kumpulan celana dalam Ferdy. Tiba-tiba saja mukaku memerah melihat celana dalam itu.

Segera aku alihkan pandanganku ke gantungan baju. Aku pilih-pilih dan memilih baju kaos warna biru muda. Sepertinya pas dengan badanku terus aku mengambil celana pendek coklat yang terbuat dari katun milik Ferdy. Tapi dirasa kayaknya ada yang kurang hemm apa ya? Kayaknya yang kurang itu celana dalam saja. Aku toleh ke bawah lagi. Rasanya buluku jadi merinding.

"Masa aku pake celana dalam Ferdy?". Aku berpikir lama sekali. Aku lihat baik-baik, sepertinya ada celana yang hampir mirip kayak boxer tapi sangat mini sekali. Aku ambil celana mini itu.

"Daripada ngga pake, mending pake yang ini", ucapku. Aku segera menggunakan pakain yang sudah aku pilih seenaknya di kamar Ferdy, tuan rumahnya saja diusir dari kamarnya.. Padahal baru saja Ferdy menolong aku dari bahaya tenggelam. Biar aja ini balasan dari aku karena sudah cuek sama aku.

'Dit....", Ferdy memanggil dari balik pintu kamarnya. "Lama amat ganti bajunya, aku belum ganti lo".

"Ia ia", aku bukakan pintu kamarnya. Tentu saja aku sudah berganti pakaian sebelumnya.

"Kamu ini, masa yang punya kamar dikeluarin, udah ditolong pula, ga ada makasinya", ejek Ferdy sebenarnya maksudnya hanya ingin godain Adit.

"Oh gitu, mending tadi aku ngga ditolongin aja", Adit mulai terpancing emosinya.

""Ya kan ngambek lagi", ucap Ferdy sembari membuka lemari pakaiannya dan mengambil salah satu pakaiannya.

"Mending tadi aku tenggelam aja", kata aku mulai ngambek. "Ferdy JELEK!!!". Aku keluar dari kamar, rasanya aku ingin pulang saja. Kalau ngga ikhlas tolongin aku ya ngga usah ditolongin, pakai mengeluh segala. Aku berlari menuruni tangga, melewati ruang tengah. Aku toleh kebelakang, ternyata Ferdy ngga mengejarku. Menyesal tadi aku sudah jujur, sampai bilang sayang. Ahhhhhhhhh Ferdy gilaaa!!!

Akhirnya aku sampai dipintu rumah Ferdy. Aku coba untuk membuka ternyata ngga bisa-bisa. Apa dikunci ya? Tanpa pikir panjang aku kembali lagi ke kamar Ferdy, menaiki tangga, berlari berjalan, berhenti sebentar mengatur nafas, berjalan lagi terus berlari sampai kamar Ferdy.

"haa..hhhahh~~~", nafasku agak tersengal-sengal sampai di pintu kamar Ferdy.

"Lo? Kok balik lagi?", kata Ferdy yang melihat aku muncul. Sepertinya dia sudah berganti pakaian.

"Gimana mau pulang, pintunya dikunci", aku segera duduk di kasur Ferdy. "Kamu aja yang keluar!!".

"Kok aku? Yang punya rumah siapa?", Ferdy membalas ucapanku. "Ngomong-ngomong kayaknya celana dalam miniku kok ga ada ya?".

"Ngga..ga tahu", kataku gugup. Mukaku seketika saja memerah, aduh ketahuan kalau aku yang pakai celana mininya.

"Masa ngga tahu?", Ferdy kembali bertanya. "Padahal baru tadi pagi aku beli di Jakarta?".

"Ya sapa tahu ketinggalan di toko", ucapku berbohong.

"Jangan-jangan", Ferdy menuju ke arahku dan memegang celanaku. Memaksa membuka celanaku bagian atas.

"Kamu kenapa Fer!!", aku mencoba menahan sikap Ferdy yang mencoba melihat ke dalam balik celanaku.

"Nah!! Ya kan dipake kamu?", Ferdy melepas kembali pegangannya. Soal kekuatan sudah tentu menang Ferdy. Dia kan badannya lebih berisi dari aku. Kalau aku sudah kurus, putih ahhh bisa-bisa sekali sentil aja bisa terbang.

"Apa seh!! Katanya aku disuruh make yang dilemari", jawabku protes. Aku berbalik dan menutupi mukaku dengan bantal yang ada diranjang Ferdy. Aku malu ketahuan bohong sama Ferdy, lagian dia juga ngapain nanya celana dalam. Jangan-jangan aku dikerjain lagi.

Tiba-tiba aku rasa kasur yang aku tempati bergerak. Sepertinya Ferdy juga ikut naik. Tapi kok rasanya sekarang dia sudah di atas badanku. Secara badanku berbaring sambil menutup mukaku dengan bantal Ferdy.

Perlahan-lahan aku buka bantal yang menutup wajahku. Samar-samar aku melihat sebuah bayangan di atas tubuhku. Bentuknya seperti wajah dan itu memang wajah Ferdy. Spontan saja aku menggerakkan badanku ke kiri dan ke kanan. Tubuh Ferdy yang ada di atas langsung jatuh menindih badanku.

Posisi kami berdua sekarang saling berbaring berhadapan, aku yang berada di bawah tertindih badan Ferdy yang ada di atas. Wajah kami saling bertatapan. Aku lihat raut muka Ferdy begitu jelas. Guratannya memang menggambarkan sosok yang jantan bagiku. Wajahnya yang coklat bisa membuat semua orang yang melihatnya bisa terpikat oleh pesona wajahnya.

Nafasnya begitu terasa. Begitu deras dan hangat membuat nafasku ikut tidak beraturan. Walaupun di dada kami maish terpisah dengan bantal kecil itu tapi tetap saja Ferdy bisa mengarahkan wajahnya lebih dekat ke wajahku. Tanganku hanya bisa memegang bantal itu. Tangan Ferdy mulai menyergap kepalaku.

Wajahnya semakin di dekatnya ke wajahku. Sesekali tatapannya berubah dari lembut menjadi lebih tajam. Matanya melihat seluruh wajahku. Aku hanya bisa pasrah. Entah kenapa aku tidak menolaknya berbeda dengan waktu Dika mendekatkan wajahnya. Aku, aku, aku hanya ingin menjadi milik Ferdy seorang.

Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami berdua, hanya deru nafas yang terdengar. Bibirnya semekain mendekat ke bibirku. Tiba-tiba mataku terpenjam. Aku tidak mau melihat adegan ini. Nafasnya pun makin terasa dan aku juga merasa sentuhan hangat di bibirku. Ferdy menciumku lagi. Aku sudah dibuat tak berdaya olehnya. Harusnya batinku menolaknya tapi kenapa aku masih mau.

Bibirnya begitu hangat saat mencumbuku. Aku terus saja menahan nafsu yang mulai menyesakkan dada. Ferdy yang sadar aku gelisah karena ciumannya mulai melepaskan. Tapi kenapa aku malah merasa lapar. Spontan saja perutku berbunyi.

"Kamu lapar?", ucap Ferdy. Aduhh malunya aku disaat seperti ini perutku malah berbunyi.

"Maaf, aku dari tadi sore belum makan", jawabku malu-malu. Mukaku memerah seketika.

"HAHAHAHAHHAHAHAHAHAHA!!!", Ferdy berdiri dan tertawa mendengar aku berkata seperti itu.

"Ahhh rese", aku dorong tubuh Ferdy ke samping. Mukaku semakin saja memerah. Aku beranjak dari ranjang Ferdy.

"Hahahahahaha", Ferdy masih tetap tertawa. "Udah ah kita cari makan di luar aja ya?".

"Mangnya di rumahmu ga ada makanan?".

"Bi Tim ga buat", jawab Ferdy yang ikut-ikut beranjak dan mengambil kunci motornya di meja.

"Oya, hp-ku gimana?", tanyaku.

"Hp mu kayaknya rusak kemasukan air".

"Yahhhhh padahal itu hp hasil tabunganku dari SMP terus gimana mau hubungi mamaku kalau aku nginap di rumahmu?", keluhku. Rasanya ingin marah sama Tristan karena sudah buat aku tenggelam dan sekarang hp-ku rusak. Sial, sial sial.

"Sudah ngga usah cemberut gitu dong, ni pake aja hp-ku buat hubungi ibumu sementara", Ferdy memberi hpnya ke aku.
"Lagian nomormu masih bisa dipake".

"Ngga apa-apa nih?".

"Sudah telepon sana, aku tunggu di bawah ya?".

"Ia Fer, aku pinjam dulu ya", kataku. Ferdy segera berlalu meninggalkan kamarnya. Sekarang saatnya buat aku nelpon Ibuku. Mau bilang aku mau nginap di rumah Ferdy dan bolos sekolah besok hehehehe.
Aku tekan nomor hp Ibuku. Aku tunggu beberapa detik dan sepertinya di angkat.

"Halo", kataku.

"Ia, Adit ini?", sepertinya Ibuku mengenali suaraku.

"Ia mah".

"Kok tadi mama telepon nomornya ngga aktif?", Ibuku bertanya.

"Emm hp-ku jatuh ke got", aku berbohong tentang kejadian tadi. "Oya mah malam ini aku mau nginap di rumah Ferdy".

"Ohh Ferdynya udah datang?".

"Datang? Aku kira Ferdy pindah sekolah?", katau bingung.

"Ya ngga Ferdy kan ke Jakarta buat ngurus perceraian mamanya", jawab Ibuku.

"Ohhhhhh gitu", akhirnya aku tahu kalau Ferdy menghilang beberapa hari ini karena urusan itu. "Oya mah, besok aku ngga turun sekolah".

"Lo kenapa?? Ngga boleh bolos", Ibuku sepertinya agak marah.

"Disuruh Ferdy mah", jawabku berbohong.

"Ehh Ferdy nakal lagi, sini mama mau bicara dengan Ferdy", pinta Ibuku.

"Ferdynya di bawah bu ntar aku suruh nelpon balik aja".

"yawda kalo gitu, mama tunggu".

"Ia mah, dah dulu ya, byee".

"Ya Dit", kata Ibuku sambil aku matikan hp-nya Ferdy. Kayaknya bakal kena masalah dia soalnya aku bohong kalau bolos itu karena malas turun sekolah apalagi lihat Tristan dan Dika.

Aku pun berlalu meninggalkan kamar Ferdy, tidak lupa aku tutup terlebih dahulu. Aku langkahkan kakiku melewati anak tangga dan ruang tengah. Sepertinya Pak Tim menunggu di pintu. Aku menyapanya dengan senyumku yang juga dibalas senyum Pak Tim. Aku keluar dan menuju depan garasi di mana Ferdy sudah menungguku. Aku lihat ke belakang sepertinya Pak Tim kembali menutup pintu rumah.

"Fer", kataku sambil tersenyum.

"Hemm".

"Mamaku mau ngomong sama kamu katanya suruh nelpon balik", pintaku ke Ferdy sembari memberikan hp-nya.

"Oya, yawda tunggu dulu aku nelpon Ibumu", jawab Ferdy.

Aku lihat Ferdy terlibat obrolan sengit dengan Ibuku. Aku hanya bisa tertawa kecil. Maaf ya Fer bukan maksudku membawa-bawa namamu dalam kenakalan remajaku untuk pertama kali. Hanya saja aku bingung mau cari alasan apa kalau aku mau bolos.

Ferdy terlihat agak kesal sekali. Dia menutup pembicaraan dengan kasar. Aku agak takut melihatnya, jangan-jangan aku ditampar lagi sama dia. Dan benar dia berbalik arah, menatap aku dengan sorotan yang tajam. Aku palingkan pandanganku ke kanan, takut melihat wajahnya yang lagi emosi.

"Adit?", Ferdy mengeluarkan suara kasarnya yang khas. Suaranya agak rendah tapi dibarengi dengan emosi yang ingin meluap.

"A..apa?", jawabku gugup dan tentu saja masih mengalihkan pandanganku.

"Ngapain kamu mau bolos pake acara diajak sama aku?", Ferdy menghampiriku dan memegang wajahku sehingga aku ngga bisa memalingkan kepalaku.

"Itu....", aku ketakutan lihat Ferdy yang mulai agak kasar sama aku. Tiba-tiba...

"HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA", Ferdy tertawa lagi. "Dasar anak kecil mau bolos aja pake alasan kuno kayak gitu."

"Apa seh!!", tanganku bergerak melepaskan pegangan tangannya.

"Takut ya tadi aku bersikap agak emosi?", goda Ferdy.

"Ngga ya, orang kayak kamu itu kecil di lawan", jawabku enteng.

"Ah yang benar?", goda Ferdy lagi.

Aku hanya bisa diam. Mukaku memerah kalau digoda Ferdy kayak gitu. Ngga tahu ya, setiap dia usil atau menggoda aku rasanya sulit dilukiskan entah itu kesal atau suka.

"Ngapain coba aku kasar sama orang yang sudah aku cium tadi".

"Ahhh Ferdy!! Udah ah keburu lapar aku".

'Ia ia", Ferdy menaiki motornya dan menghidupkannya. "Ayo naik".

"Ia", jawabku sembari mengambil helm yang ada di belakang motor. Kami berdua pun berlalu mencari makan berdua. Tunggu dulu makan berdua??? Bukankah berdua itu bisa dibilang lagi kencan?

***

I'll Be Your Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang