MY DILEMMA
"Dilema ya seperti itu", jelas Kak Felix sembari memutar adukan minumannya.
"Kak Felix ini sok tahu", kataku yang setengah tidak percaya dengan ucapannya. Masa seorang Ferdy yang "misterius" mau menceritakan kalau dia "katanya" suka sama aku ke seorang seperti Kak Felix.
"Trus Dika habis itu?", tanyaku lagi.
"Ya semenjak itu dia keluar dari Tim Basket dan sekarang buat ngobrol dengan aku pun jarang", keluh Kak Felix.
"Tapi dia sering aku lihat main basket di lapangan gitu?".
"Ya itu kan main doang sayang", timpal Kak Felix. Aku yang mendengar kata "sayang" spontan mengernyitkan dahiku dan menunjukan wajah galak. Kak Felix yang melihat mukaku berubah jadi ganas hanya bisa tertawa nyengir.
"Aku ngga percaya Kak".
"Ya terserah kamu mau percaya atau ngga".
Aku hanya merenung sejenak memikirkan apa yang diceritakan oleh Kak Felix. Apa mungkin seorang Ferdy menjadi gay? Selama ini aku lihat dia jarang pernah ada TTM seorang cowok apalagi kenal-kenalan baru seorang cowok. Kak Felix hanya cerita kalau Ferdy ngomong kalau dia GAY. Terus kenapa dia pacaran sama Dita kemaren? Tunggu mereka kan belum sempat pacaran jadi kemungkinan ya ngga pacaran? Haduh gimana sih aku ini ngga bisa ngambil kesimpulan?
Tapi tidak kebayang kalau Ferdy benar-benar gay. Kalau dia gay kenapa dia nolak perasaanku dan dia hanya bisa bilang "kita hanya bisa berteman" atau apalah itu. Selama aku kenal Ferdy dia tidka ada gelagat kalau dia gay, ya seengganya bersifat kayak menaruh perhatian lebih ke aku gitu. Tapi mungkin, ada benarnya juga kata-kata Kak Felix soalnya sempat saat kejadian aku di rumah Dika, Ferdy sempat sebut nama Riki. Mungkin saja itu mantannya? Aneh ya?
Tapi, maaf ya tapi lagi, sepertinya tanganku ada yang mengelus. Renunganku pun jadi buyar karena kalian tahukan aku takut binatang yang namanya dirahasiakan saja. Bulu kudukku jadi merinding memikirkan mahluk itu. Aku usahakan untuk mengalihkan pandanganku ke arah tangan kananku yang di elus itu. Aku tatap dan ternyata!
"Apa sih!", aku menyeret tanganku melepas dari tangan Kak Felix yang sedang berusaha mengelus tanganku. "UH!", aku memukul tangan Kak Felix dan menggenjetnya cukup lama.
"Au.....", erang Kak Felix. "Ga usah galak gitu dong beib".
"Pelecehan!", umpatku.
"Ya kamu sih pake tiba-tiba diem", ucap Kak Felix.
"Aku kan lagi mikir, mengolah apa yang diomongin sama Kak Felix", gerutuku.
"Jadi percaya sama omonganku?", kata Kak Felix dengan entengnya kalau aku seakan-akan percaya dengan omongannya.
"Ya aja", balasku.
"Bener?".
"IAAAA", ucapku dengan nada tinggi.
"Trus Kak Felix ga balikan lagi dengan Rika?", kataku mengubah haluan pembicaraan. Capek juga kalau bahas tentang Ferdy seakan-akan di dunia ini hanya Kak Felix yang tahu seluk beluk Ferdy. aku yang terdekat malah tidak tahu.
"Ya ngga lah, aku pengen pacaran sama kamu aja" goda Kak Felix yang tingkahnya semakin tidak serius.
"SERIUS KAK, PLIS SERIUS".
"Mau pesan minum lagi?", kali ini Kak Felix yang berusaha mengubah alur ceritanya.
"NGGA!", jawabku.
"Makan?".
"NGGA?", jawabku lagi.
"Nonton".
"NGGA!", lagi-lagi aku yang jawab.
"Ngemut?".
"NGGA!", kok Kak Felix bilang ngemut?
"Ngisep?".
"NGGA!", kali ini ngisep, apaan coba?
"Sayang Ferdy ngga?".
"NG.....", aku sadar mau mngucapkan kata "ngga" lagi.
"Ngga bisa jawab?", ejek Kak Felix.
"Emm, kan kita bukan ngomong itu?", elakku.
"Sayang ngga sama Ferdy?", kali ini Kak Felix berusaha menanyakan lagi. Untung saja di food court agak sepi jadinya bebas buat bilang dengan tegas!
"IYA!", jawabku.
"Ya sudah aku balik ya".
"Loh? Aku ditinggal sendiri Kak?", tanyaku.
"Ya tunggu aja di sini sampai ada yang jemputin".
"Aku ngga mau, lagian ngga ada pulsa buat hubungi orang", aku pun memelas, LAGI.
Kak Felix pergi begitu saja tanpa mengubris kemelasan dan kemelaratanku. Dasar orang tidak jelas, masa aku ditinggal sendiri di sini sendirian. Namun, tiba-tiba!
"Dit", seseorang memanggilku. Aku toleh ke belakangku dan betapa terkejutnya aku ternyata yang memanggil itu.
"Ferdy?", ucapku heran. "Ngapain kamu di sini?".
Sebenarnya bukan heran, aku hanya terkejut dia ada di belakang persis jaraknya hanya terpisah 2,5 meter (kisahnya). Dan kali ini, sumpah! Aku grogi dia ada di belakangku karena tadi aku sempat berbicara tentang "sayang" itu.
"Kamu ngga dengarkan?", aduh? Kenapa aku ngomong to the point? Bukannya ngomong kenapa dia di sini? Aduh, mampus!
"Dengar?", jawab Ferdy yang kelihatan sedikit bingung. Kayaknya mmang dia tidak dengar kali ya?
"Ngga apa-apa kok", balasku dengan sedikit grogi.
Diam beberapa menit........
"Kok diem? Ngga pulang?", tanya Ferdy yang dari tadi berdiri di belakangku.
"Hah!", jawabku kaget. Ternyata dalam beberapa menit aku kehilangan konsentrasi.
"Emmm....itu..... ga ada yang jemput", jawabku malu-malu.
"Trus?",
"Ya ga tahu", jawabku lagi.
"Ya maksudku terus ngapain aku capek-capek datang ke sini kalau bukan jemput kamu?", kata Ferdy dengan sedikit nada kecewa keluar dari suaranya yang sedikit serak-serak menggoda, he.
"Jadi? Kak Felix tadi?", belum sempat aku selesai berbicara sudah dipotong oleh Ferdy.
"Aku malas ngomongin dia, ayo pulang", ajak Ferdy.
"Ia..". aku pun segera bangkit dan mengikuti Ferdy.
...........................................
Suasana menurutku begitu mencekam. Baru kali ini Ferdy sedikit bicara? Ya kayak orang yang lagi jaim. Aku hanya bisa ikut-ikut diam, mau ngomong takut salah, ntar malah kayak tadi "malas ngomongin" yang bikin aku cuma bisa terdiam dan mengikuti maunya.
Kalau kalian mau tahu, sekarang sedang malam hari. Bau-bau hujan mulai bermunculan karena tadi sesaat aku keluar dari parkiran hujan sudah berhenti. Yang kagetnya aku! Sekarang sudah hampir jam 9 malam. Bisa-bisa aku di marahi sama Ibuku karena pulang kemalaman. Ya ini semua gara-gara Dika yang terlalu plin plan dan berbelit-belit menurutku. Kenapa sih, setiap ada sesuatu pasti Dika selalu tidak ada yang ada malah Ferdy yang bisa hadir membantuku. Kecewa sebenarnya sama Dika tapi mungkin saja ini karma dari Tuhan karena aku sudah berbohong "pacaran" sama Dika. Benar kata Kak Felix aku harus bisa jujur dengan perasaanku sendiri. Besok aku harus bisa nyelesain "perasaanku" tentang Dika, satu-satunya cara adalah mutusin dia, biar dia tidak tahu kalau aku berbohong.
Tapi?.... arghhh kenapa aku malah kayak orang yang jahat gini? Malah memanfaatkan keadaan Dika yang sedang suka sama aku. Lalu aku seenaknya meminta Dika main-main soal pacaran? Padahal pacarankan pakai perasaan juga, perasaan suka, cinta yang tulus tapi kenapa aku seperti orang jahat? Pikiranku bergelanyut kayak monyet yang lompat sana sini dari pohon satu ke pohon lainnya. Aku pun memalingkan pandanganku ke punggung Ferdy yang dari tadi hanya diam seribu bahasa. Serba salah jadinya, maka sudah ngomong aku pacaran sama Dika.
"Emmm", aku mencoba berguman memulai pembicaran. Tapi tetap saja Ferdy tidak bergeming sedikit pun, apa karena konsen membawa kendaraan?
"Kak Felix sudah cerita", kataku sedikit nyaring.
30 detik kemudian
Hening.
2 menit kemudian.
Masih saja hening, sedangkan Ferdy tidak bergeming.
Kayaknya aku pasrah kalau Ferdy diam seribu bahasa seperti ini. Ingin sekali aku teriak minta berhenti kayak kemaren tapi ngga mungkin, aku ngga mau mengulangi kejadian beberapa hari yang lalu. Mengingatnya saja sudah bikin hatiku mengkerut kecewa. Siapa sih orang di dunia ini yang mau ada orang yang nolak cintanya? Begitu juga aku berharap aku bisa diterima tapi ternyata Ferdy...... ah ya Tuhan betapa dilemanya hidupku ini.
......................................
Akhirnya aku sampai juga di rumahku. Betapa sepinya kompleks rumahku,untungnya Ferdy mau jemputin. Aku lihat pagar rumahku ternyata tidak di kunci. Syukurlah, kayaknya Ibuku bakal tidak marah. Mungkin karena aku pergi jalan sama Dika.
"Makasi ya", ucapku setelah turun dari motornya Ferdy dan mengembalikan helmnya. Lalu aku menunggu kata-kata keluar dari mulut Ferdy.
Selang entah mungkin 3 menit, Ferdy hanya diam dan menatap ke arah lain. Kalau dilihat dari raut wajahnya sepertinya dia sedang emosi. Apa karena aku sudah salah ngomong? Kok aku jadi takut lihat dia marah? Hanya sekali aku lihat dia marah, ya saat dia kelahi sama Dika waktu lalu.
"Aku cemburu!",
"Hah?", aku ternganga kaget.
"Aku akan bikin perhitungan dengan Dika".
Aku hanya bisa terdiam tanpa sepatah kata pun. Kaget mendengar apa yang baru aku dengar. Mustahil!
"Malam", Ferdy pun berlalu dengan motornya. Aku masih terdiam terpaku, "perhitungan"? "Dika"? "cemburu"? apa yang Ferdy maksud memperebutkan aku? Ah, jangan ge-er, tapi.......
"Ferdy!", aku berteriak namun Ferdy sudah menghilang dari gelapnya malam. Kayaknya besok-besok bakal ada acara "kick boxing" lagi. Astaga? Niatku kan bikin cemburu bukannya sampai kayak gini? Aku harus cepat-cepat lurusin masalah ini. Namun, sekarang aku harus masuk rumah dulu
Aku pun berlalu masuk ke rumahku. tentunya Ayahku sedang menunggu sembari menonton TV. Sempat nanya sedikit siapa tadi, ya aku jawab Ferdy. dan alhasil Ayahku kembali tenang. Kemdian, dengan cepat aku berlalu, sikat gigi, mencuci kaki, ngga lupa sholat Isya, hehehe. Lalu di kasur merenung apa yang akan terjadi. Merenung, renung hingga aku tertidur.
..........................................
Sudah hampir 2 hari namun tidak terjadi apa-apa antara Ferdy dan Dika. Apa yang aku takutkan terjadi belum terjadi dan berharap tidak terjadi. Hampir juga selama 2 hari ini aku tidak berbicara dengan Dika, yah sebenarnya pengen "memutuskan" Dika tapi niatku belum ada, ya karena waktunya juga belum pas buat ngomong berdua. Sedangkan Ferdy, ya sudah 2 hari ini juga aku jarang bicara dengan dia, lebih tersiksanya setiap pelajaran kelompok, aku selalu satu kelompok dengan dia. Ya sudah jadinya tidak ada yang berbicara, sama-sama kakunya.
Ada satu hal yang lucu, ini soal Kak Felix. Selama dua hari ini dia yang selalu antar jemput aku, aneh ya? Dan yang anehnya dia selalu lewat depan kelas Tristan. Tristan yang sudah baik dengan aku sekarang selama 2 hari ini terlihat jutek sekali sama aku. Aku jadi bingung.
.........................
"Pah, lihat sini deh", ujar Ibuku yang kayaknya bingung melihat seseorang celingak-celinguk di depan rumahku.
"Kenapa Mah?", tanya Ayahku yang kemudian ikut melihat.
"Jangan-jangan maling Pah", kata Ibuku yang suaranya agak takut. Sedangkan aku hanya diam di ruang tamu sembari memasangkan kaus kakiku.
"Mana mungkin malng pake baju SMA gitu?", elak Ayahku. Aku yang mendengar jadi ikut-ikut tertarik. Ya karena yang celingak-celinguk itu orangnya memakai baju SMA.
Aku pun beranjak dari sofa ruang tamuku dan ikut di samping Ibuku. Aku buka gorden , aku picingkan mataku. Ya ampun! Itu kan Kak Felix kok dia bisa tahu rumahku di sini, ngapain juga pagi-pagi gini dia ke sini?
"Itu teman aku Mah", jelasku setelah melihat orang itu ternyata Kak Felix.
"Astaga? Kenapa ngga di suruh masuk?", ucap Ibuku yang kemudian berjalan keluar rumah. Selang beberapa menit Ibuku kembali ke dalam dengan Kak Felix yang digandeng di tangan Ibuku.
"Ih, cakep amet sih", ucap Ibuku mencubit pipi Kak Felix. Cakep? Yang orangnya kurus kerempeng gitu?
"Mau jemput Adit ya?", tanya Ayahku dengan nada datarnya itu.
"Ia om", jawab Kak Felix senyum-senyum.
"Papa jadi heran kenapa tiap hari ada aja yang antar jemput Adit", kata Ayahku curiga.
"Eh, Papa", balas Ibuku yang melepas gandengannya dan kembali merangkul Ayahku. "Adit ini asisten Tim Basket Sekolah, makanya dia sering di antar jemput, orang penting gitu".
"HEBAT!", ucap Ayahku dengan matanya yang berbinar-binar. Kaget juga, Ayahku percaya sekali sama kebohongan Kak Felix. Hebat banget Kak Felix ini.
"Papa dari dulu suka basket juga lo dek", ucap Ayahku bangga ke Kak Felix.
"Basket is the best lah om", jawab Kak Felix mengacungkan kedua jempolnya.
"Sudah, sudah ntar keburu telat", aku meraih tangan Kak Felix dan segera pergi. "Aku berangkat dulu"
"Ia ati-ati Dit", jawab Ibuku.
....................................
Yah itu masih sepenggal dari keanehanku bersama Kak Felix. Sesampainya di sekolah aku malah ditariknya mengitari kelas X. ngga ngerti maksudnya apa.
"Darimana tahu rumahku?", tanyaku heran.
"Biasa, Ferdy", jawabnya. "Katanya dia suruh aku yang antar jemput kamu, perhatiankan dia?".
"Ngga banget", balasku. "Terus kenapa kita lewat sini? Kan kelasku di sana". Aku menunjuk jauh kelasku yang berseberangan dengan kelas X ujung.
"Ah kan ntar ke sana juga", jawab Kak Felix enteng.
Makin hari sama Kak Felix ini semakin tidak jelas. Kenapa bisa Tuhan mempertemukan aku dengan orang tidak jelas seperti ini. Tapi ada untungnya juga, dari Kak Felix aku bisa tahu tentang Ferdy sedikit demi sedikit. Walaupun kadang Kak Felix suka sekali menggoda aku mengenai Ferdy.
Seperti yang hampir aku duga, kami berdua lewat tepat di depan kelas Tristan. Saat itu Tristan sedang bersandar di dinding kelas sembari memainkan hp. Tiba-tiba saja Kak Felix merangkulku dan bersiul. Spontan sajalah Tristan menoleh. Satu yang pasti tatapan "amarahnya" keluar dari matanya. Astaga ada apa lagi ini? Sedangkan Kak Felix begitu santainya dia melewati Tristan yang terlihat menatap tajam kami berdua. Aku jadi yakin, kalau Kak Felix sebenarnya ingin menggoda Tristan dengan memanfaatkan diriku. JAHAT! Aku injak kakinya, dan segera pergi dari Kak Felix. Aku lihat Kak Felix meringis memegang kakinya.
"Rasain tuh", umpatku dalam hati.
.............................................
Aku masih mondar-mandir di dalam kelasku. Kelasku memang sudah sepi, karena orang-orang sudah pulang. Tapi bukan itu yang membuat aku mondar mandir, tapi karena aku sedang mengumpulkan keberanian untuk "memutuskan" Dika. Ya, aku harus menyudahi sandiwara buruk ini. Aku tidak mau terlalu dalam terjebak dalam pusaran kebohongan lagian Ferdy sudah mengancam akan membuat perhitungan dengan Dika. Ya aku tidak mau ada yang kelahi, aku tidak mau Ferdy harus ribut lagi, aku takut dia kenapa-napa, atau bahkan dia dikeluarkan dari sekolah. Satu lagi, aku tidak mau kayak dulu, Ferdy jauh dariku.
"Dit", tiba-tiba Dika muncul di dalam kelasku. Astaga, kan aku belum siap dengan semua ini.
"Dit?", ucap Dika lagi. "Aku minta maaf kemaren ninggalin kamu, aku ohon jangan cuek gini sama aku?".
"Eng...ngga kok Ka", jawabku gugup.
"Terus Kak Felix jadi anterin kamu?", tanya Dika.
Waduh? Kok Dika malah nanya aku di antar siapa saat pulang. Kalau aku jawab oleh ferdy bisa-bisa tambah runyam.
"I..iya", jawabku.
"Trus mau ngomong apa? Kan tadi sms minta ketemuan di kelas", tanya Dika yang kemudian mendekati aku. Spontan saja aku mundur dan berhenti bersandar di dinding. Tatapan Dika berubah, persis saat pertama kali aku dibawa ke rumahnya dulu. Aku jadi gemetar. Tidak tahu kenapa tubuhku malah gemetar.
"Maaf", kata Dika yang tahu aku sedang gemetar dan segera menjauh dari diriku.
"Kita putus!", entah darimana aku berani mengatakan hal itu. Aku pun segera mendorong tubuh Dika dan berlari sejauh mungkin dari dia. Aku keluar dari kelas, aku ke gerbang dan aku pun pergi. Aku tidak jelas melihat wajah Dika sesaat setelah aku putus.
Aku tahu apa yang aku lakukan ini salah. Aku sudah membuat Dika terperosok jauh ke dalam jebakanku yang sebenarnya aku buatkan untuk Ferdy. dan jebakan itu berhasil membuat Ferdy cemburu namun cemburu Ferdy bukan cemburu biasa dia malah semakin emosi.
Aku buru-buru menghentikan angkot dan segera naik dengan segala pikiran tentang semua ini. Aku, Adit, hanya bisa menjadi tokoh utama yang jahat. Maafkan aku Dika.***
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Be Your Heart [Completed]
Novela Juvenil*Reupload Story* Original Author : steverahardian Gay Themed Story~