PART 12

7.5K 390 5
                                    

Seharian aku memikirkan kenapa Ferdy dan Dika kelahi dan aku juga memikirkan siapa orang tuanya Ferdy yang datang? Begitulah kerjaan aku kalau hari minggu, tumben sekali si ferdy ngga ngajak olahraga bareng di sekitar kompleksku. Biasanya sih kadang-kadang dia ke sini, mungkin karena orang tuanya datang kali ya, jadi dia kangen banget.

Aku masih penasaran kenapa Ferdy kelahi dengan Dika? Kalau bukan karena Dita apa karena aku? Ah, ngga mungkin karena aku, aku ngga mau ke-gr-an, apalagi si Ferdy ngga mau jawab kemaren. Diingat-ingat kembali rasanya aneh dan lucu. Semenjak aku ke rumah Dika, aku jadi tahu kalau Dika ternyata suka sama cowok, tapi kenapa kemaren dia cerita tentang mantan-mantan ceweknya. Dan darimana dia bisa tahu kalau aku suka cowok? Sudahlah lebih baik aku jogging saja dipagi hari yang dingin ini. Biar semua perasaan jadi lepas semua ngga mikirin kejadian kemaren dan kemaren. Sebenarnya ngga masalah kalau Dika mau minta maaf atas perlakuannya kemaren.

Karena ngga ada Ferdy akhirnya aku muter-muter keliling komplek rumahku sendiri. Aku pengen pamer neh tentang komplekku. Komplek rumahku itu semua orangnya baik-baik, 250 meter dari rumahku ada lapangan olahraganya biasanya orang-orang suka olahraga di situ. Tadi saja ibuku habis ikut senam pagi di lapangan itu. Habis itu biasanya di pakai buat main sepakbola. Kalau aku sih cukup menonton dan jogging sebentar mengelilingi komplek rumahku.

Komplek rumahku lumayan bersih dan terawat. Baru 4 bulan yang lalu berhasil menang kontes komplek rumah terbersih di Kota Palangkaraya. Senang banget, jadi di gapuranya ditulis "Selamat Datang Di Komplek Bersih".

Saat aku berlari mengitari komplek rumahku. Aku lihat sesosok orang lagi bersandar di motornya. Sekilas aku bisa mengenal motor itu. Sayangnya yang bersandar menggunakan helm jadi wajahnya ngga kelihatan. Tiba-tiba orang itu menghardikku dan membuka helmnya.

"Dika, ngapain di sini?", tanyaku. Kaget ternyata orang itu Dika.

"Aku boleh ngomong sama kamu", kata Dika.

"Boleh, kita ngomongnya di tempat duduk di depan situ saja", ajakku mengarahkan Dika ke tempat duduk di depanku. Tempatnya enak dan teduh.

"Ya", jawab Dika. Aku segera berlari kecil menuju tempat duduk itu. Dika membawa motornya dan menempatkan di depan tempat duduk itu. Aku duduk dan Dika duduk beberap centimeter dari aku. Tempat duduknya seperti halte, hanya saja banyak di pakai buat orang jualan makanan kecil atau tempat ngobrol. Kalau hari minggu gini tempat duduknya jadi sepi, orang pada ramai ke lapangan.

"Mau ngomong apa?", tanyaku. Aku duduknya agak jauh dari Dika. Soalnya aku masih takut sama Dika, apalagi kejadian yang beberapa hari yang lalu.

"Aku mau ngomong masalah di rumahku itu".

"Maaf, aku sudah ngga mau mengingatnya lagi", jawabku. Aku memalingkan muka dari Dika, ingin rasanya aku marah karena kejadian kemaren itu. Tapi aku ngga sanggup marah sama Dika.

"Aku mau jelasinnya Dit, aku khilaf!", kata Dika meyakinkan aku. Tangannya sempat memegang tanganku tapi kemudian di lepasnya lagi. Dia tahu aku lagi takut sama dia.

"Ngga apa-apa kok, yang berlalu biar berlalu".

"Dit, aku serius sama kamu".

"Serius apa?", kali ini aku mencoba memalingkan mukaku melihat Dika. Walaupun agak malu-malu. Aku berusaha untuk tampil tegar.

"Aku sebenarnya suka sama kamu dari awal",

Aku kaget Dika ngomong gitu. Suka? Berarti dari awal dia sudah tahu aku suka cowok? "Tapi Ka?". Aku mencoba mencari alasan.

"Tapi apa?", tanya Dika. "Aku tahu kemaren yang aku lakuin itu salah, pikiranku sudah ngga bisa aku kendalikan, aku lakuin itu karena aku ingin miliki kamu".

"Ka, kenapa?", aku bingung mau berkata apa. Aku ingin menggali sedalam-dalamnya perasaanku, aku ingin menemukan perasaan suka sama Dika tapi ngga ada. Yang ada hanya Ferdy.

"Apa karena Ferdy?", tanya Dika.

"Bukan begitu, maksud aku, kenapa bisa begini?", aku tambah bingung. "Kenapa kalau suka sama aku kamu lakuin yang kemaren?".

"Maafkan aku, aku hanya cemburu saja", jawab Dika.

"Tapi kamu tahu apa yang kamu lakuin itu bikin aku sakit".

"Maafkan aku Dit, aku janji akan lebih baik dari yang kemaren", kata Dika meyakinkan aku lagi.

"Aku maafkan kamu asal kamu janji mau berubah", jawabku. "Tapi Ka, lebih baik kita perbaiki hubungan kita dulu, aku ngga mau rasa suka itu hanya di awalnya saja, ngga apa-apakan?".

"ia, makasi ya Dit", jawab Dika senyum. "Kalau itu mau kamu, aku akan bersabar lagi".

Angin pagi yang dingin semakin menambah dinginnya perasaanku. Sinar mentari yang muncul di ufuk timur ingin mengabarkan sebuah harapan. Harapan dengan perubahan di hari ini. Waktu ternyata semakin cepat, mengubah hari-hari dihidupku lebih berliku-liku. Kenapa gerangan aku bisa suka dengan cowok bukannya suka sama cewek. Tapi aku ngga bisa membohongi hatiku. Aku ingin seseorang yang lebih dewasa dan perhatian. Semua itu ada di diri seorang lelaki. Lamunanku tersadar karena Dika menyentuh tanganku lagi.

"Terus, kenapa dulu kamu cerita kamu pacaran sama cewek?", tanyaku heran.

"Yang aku ceritakan itu benar", jawab Dika.

"Terus kenapa kamu malah lebih suka dengan co..wok?", tanyaku pelan.

Dika hanya bisa menghela nafas, tatapannya berubah seketika. Ada hal yang dipikirkannya dan itu membuat dia sedih.

"Aku sebenarnya ngga mau mengharapkan itu", jawab Dika. Wajahnya berubah jadi lebih sayu. "Aku juga ngga mengharapkan bisa suka dengan sesama".

"Lalu kenapa bisa? Apa bagusnya aku dari semua wanita di sekolah atau kenalanmu?", tanyaku lagi. Aku ingin tahu sekali alasan dia. Mengapa dia bisa berubah? Apa sama denganku.

"Aku ngga mau munafik dan aku juga ngga mau bilang ini karunia", kata Dika. "Tapi saat melihatmu pertama kali hatiku bahagia, aku sudah memperhatikan kamu semenjak masuk kelas itu".

"Dika, kamu......".

"Kenapa?", tanya Dika bingung.

"Kamu aneh, wekkkkkk", ejekku. Aku segera berlari. Menghindar dari dia. Kenapa aku baru sadar ya kalau yang lebih memperhatikan aku itu ternyata Dika bukan Ferdy yang skadang terkesan cuek sama aku.

"Adit, kamu mau kemana?",

"Mau jogging, mau ikut ngga?", ajakku.

"Boleh tapi sambil jalan aja ya?".

"Ia deh Pak".

Sepanjang perjalanan aku tertawa terus dibuat Dika. Yah hubungan aku sama Dika kembali normal meskipun dia sempat membuat aku kecewa. Tapi aneh ya aku ini? Kok bentar amat sedihnya? Ya asal si Dika mau berubah ya ngga masalah bagi aku.

Hari minggu yang menyenangkan walaupun tanpa Ferdy. Mungkin lebih baik Ferdy tetaplah jadi cowok normal bukan seperti aku dan Dika. Tapi aku selalu berharap orang yang pertama mencuri hatiku mau menjadikan aku sebagai kekasihnya. Fer, aku sayang kamu, sayang banget. Tapi sekarang disisiku hanya ada Dika, walaupun aku berusaha untuk mau suka berteman dengan dia. Oya, para pembaca sampai sekarang aku masih penasaran sama perkelahian kemaren sebenarnya mau nanya ke Dika tapi malas takut mengungkit-ngungkit kejadian kemaren, tapi apa ya?

***

I'll Be Your Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang