Bang Bang Bang (Bagian Kesatu)
Terdengar suara ganduh di kamar inapku. Sepertinya suara Shinta lebih terdengar kayak orang yang lagi memakai toa, nyaring sekali. Kamarku berubah jadi pasar. Lalu aku pelan-pelan membuka kedua mataku dan memperhatikan sekelilingnya.
"Dor", kata Shinta yang datang dari samping dan mengagetkan aku.
"Aduh Shinta! Untung kaka mu ini ngga jantungan", keluhku karena dikagetkan adekku.
"Oh sudah bangun?", ejek Ibuku yang ternyata sedang menata barangku.
"Ya kan aku lagi sakit", balasku.
"Mentang-mentang sakit tidurnya ampe siang", ejek Shinta lagi.
"Yeeee", balasku sembari menjulurkan lidahku ke Shinta.
"Maaf ya dek Dika merepotkan", ucap Ayahku yang muncul bersama Dika dari balik pintu masuk ruanganku. Terlihat sekali Dika tampak menggunakan baju kemeja. Aku baru ingat ini hari minggu waktunya Dika buat ke Gereja, makanya dia berpakaian rapi.
"Ngga apa-apa kok Pak, saya malah senang bisa bantu", jawab Dika sopan.
"Cepat mandi sana", perintah Ibuku yang baru saja selesai menata barang-barang.
"Orang baru bangun juga, masa disuruh mandi?", gumamku yang tidak mood ingin mandi cepat. Padahalkan masih jam 11 pagi.
"Ga usah bawel, cepat mandi, biar cepat pulang ke rumah", pinta Ibuku.
"Tapi kan lagi males Ma", jawabku manja.
"Mama mau balik ke rumah, ada pesanan kue soalnya".
"Ya kan duluan bisa kan", balasku.
Dika yang melihat perdebatanku dengan Ibuku segera menghampiri. Dan berdiri di sampingku. Bau parfumnya pun terasa karena berada di dekatku.
"Bu, biar Adit sama saya aja, ntar Ibu duluan aja ngga apa-apa", jawab Dika.
"Aduh dek Dika, Ibu ngga enak minta bantuan terus".
"Ngga apa-apa kok".
"Adit Adit kamu ini menyusahkan aja", kata Ayahk yang tiba-tiba menyerobot di samping Ibuku.
"Tapi kan lagi malas mandi Pah", kataku yang kemudian memilih berbaring lagi.
"Tuh, lihat anak Papa satu ini, manjanya minta ampun", ejek Ibuku.
"Uhhh", aku kesal di ejek dari tadi. Aku balikan badanku dan mengambil selimut untuk menutup tubuhku.
..............................................
Dengan terpaksa akhirnya aku mandi juga. Kedua orang tuaku dan Shinta sudah pergi terlebih dahulu karena malas menunggu aku mandi. Namanya juga keluarga yang tidak sabar ya seperti itu. Soalnya sudah kebiasaan kalau hari minggu aku mandi telat bahkan mandi bisa sekali sehari. Tadi Ibuku sempat berpesan kalau selesai mandi, pakaian pasien dikembalikan lagi ke ruangan suster. Kalau kalian boleh tahu, pakaian pasien yang aku pakai agak besar, jadi badanku seperti dilahap sama pakaiannya. Kayaknya ukuran yang dikasih ukuran XXL, padahal badanku kurus begini kok bisa-bisanya dikasih pakaian raksasa.
Aku sisipkan baju itu di gantungan kamar mandi. Aku segera memulai membasuh badanku yang sudah sehari lebih tidak merasakan air mandi. Ya kali ini bisa mandi juga karena kondisiku sudah pulih walaupun kepalaku masih terasa nyut-nyutan. Oya, Dika saat ini sedang nunggu aku. Dia sekarang mungkin lagi ada di luar kamar pasien, soalnya dia bosan melihat kamar ini terus katanya.
Daripada mikir lama-lama tentang Dika aku percepat saja mandinya, tidak enak kalau Dika harus menunggu lama aku mandi. Kalau Ferdy yang nunggu bau aku lamain mandinya. Ngomong-ngomong soal Ferdy kok hari ini dia ngga muncul ya? Sebenarnya sampai sekarang aku masih kesal, karena ditolak mentah-mentah sama dia. Aku malu, aku bingung saat itu, bahkan terakhir kemaren aku masih agak canggung bertemu dengan dia. Lagian dia juga pakai menyimpan rahasia masa lalunya. Aku jadi sedikit penasaran tentang hubungan Ferdy dan Tristan. Apa jangan-jangan mereka pernah pacaran? Kayaknya tidak mungkin, Ferdy kan kayak orang yang bukan "sakit" kayak aku.
Arghhhhhhhhhhhhhh bisa gila mikirin Ferdy. Aku putuskan mulai hari ini aku berusaha untuk melupakan dia dan berpaling ke Dika. Yah siapa tahu aku dan Dika cocok.
...........................................
Aku sudah selesai mandi. Aku masukan kembali baju pasien ke dalam plastik yang sudah disediakan Ibuku tadi. Aku lihat sepertinya Dika sedang berbicara dengan seseorang di luar. Siapa ya?
Aku segera melangkahkan kakiku keluar dari ruangan ini dan menuju Dika yang sedang ada di luar. Aku geser sedikit pintu yang menghalangi jalanku dan aku bisa melihat lagi cahaya matahari yang sebenarnya setelah 2 hari tidak merasakannya. Aku toleh ke samping kiri. Ternyata Dika sedang berbicara dengan Ferdy.
"Sudah baikan Dit?", tanya Ferdy.
Aku hanya acuh saja tidak menjawab pertanyaan dia. Entah kenapa rasanya sesak sekali melihat wajahnya. Tersirat di wajahku tampak raut kekecewaan. Aku pun tertunduk untuk memalingkan mukaku dari pandangan Ferdy.
"Maaf kalo buat kamu marah", ucap Ferdy dengan nada penyesalannya.
Aku masih saja diam tak bersuara untuk menjawab setiap perkataan dari Ferdy. Mulutku sudah terkunci untuk menyapa dia. Padahal gawatnya besok Senin aku duduk berdua dengan dia lagi di kelas. Kacau!
"Ya kan Fer, aku masih bisa jagain Adit", balas Dika penuh kemenangan.
"Jagain?", ejek Ferdy. "Ngaco!"
"Masih kurang yang dulu?", kali ini Dika mulai terlihat emosi dan menatap Ferdy dengan tatapan emosi.
"Sudah-sudah, kalian berdua ini hobinya ribut mulu", leraiku dan menarik tangan Dika. Padahal saat Dika dan Ferdy kelahi, aku juga yang melerai mereka berdua tapi tangan yang aku tarik adalah tangan Ferdy sekarang malah Dika. Peganganku pun aku kendorkan agar tidak terlalu erat menarik Dika.
"Jadi ini yang kamu pilih Dit?", tanya Ferdy lagi.
"Maaf Fer, aku lagi ga mood", jawabku dan segera membawa Dika pergi. "Kami pulang duluan".
Aku pun membawa Dika pergi dari tempat itu meninggalkan Ferdy sendirian. Dadaku terasa perih melakukan hal ini, dulu Dika yang aku perlakukan seperti itu tapi sekarang malah Ferdy. Orang yang sudah menyelamatkan nyawaku. Tapi maaf Fer, aku terpaksa lakukan ini agar bisa melupakan rasaku terhadap dirimu. Aku tidak mau merasakan kecewa lagi.
"Tumben Ferdy ditinggal?", tanya Dika heran.
"Terus kamu mau aku sama dia gitu?", balasku.
"Ya nggalah, tapi ngga apa-apa", jawab Dika yang terlihat mengejar jalanku yang cepat.
"Aku malah senang", tambahnya.
Aku hanya bisa tersenyum kecil mendengar perkataan dari Dika. Apakah dia pikir yang aku lakukan ini telah membuatnya senang atau malah gembira? Tapi aku tidak peduli yang penting sekarang aku bis ajauh dari Ferdy untuk sementara waktu. Maaf Fer!
Aku dan Dika telah sampai diparkiran. Dika masih saja terlihat sangat heran dengan sikapku dan tentunya dengan kesehatanku, mana ada pasien yang baru sembuh bisa bergerak cepat. Aku hanya bisa nyengir saat Dika menyindir sikapku yang "sangat" sehat. Untungnya sebelum sampai diparkiran aku ingat untuk mengembalikan baju pasien.
Akhirnya aku dan Dika segera pergi dari rumah sakit itu. Namun aku tidak melihat sosok Ferdy walaupun tadi aku sempat melihat motornya masih terparkirkan di parkiran.
Aku hanya bisa tertunduk. Aku yakin apa yang aku lakukan tidak akan membuatku menyesal. Aku sudah putuskan ini pilihanku sementara, menjauh dari Ferdy.***
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Be Your Heart [Completed]
أدب المراهقين*Reupload Story* Original Author : steverahardian Gay Themed Story~