PART 32

4.4K 216 0
                                    

Mr. Know It All (Bagian Kesatu)

Aku buru-buru ke kelasku dan mengambil baju cowok yang tidak jelas itu. Segera aku berlari kembali ke kelas Dika yang sedang menunggu. Kebetulan lagi situasi di kelas Dika sedang sepi jadi aku pengen godain Dika. Bolehkan? Sekali-kali aku buat dia tidak berkutik.

"Yank, ke kantin yuk", ucapku penuh mesra.

Dika hanya terlihat diam dan bengong, apa mungkin kegenitanku berhasil ya? Tapi kok dia menatap aku penuh tatapan kosong, sepertinya ada sesuatu yang di pikirkannya.

"Yank, kita ke kantin yuk", ulangku lagi dan Dika terbuyar dari lamunannya.

"Oh iya", jawab Dika.

"Kita nyari dari situ saja dulu, sapa tahu yang punya baju lagi di kantin".

"Ia, tempat paling ramai", kata Dika tersenyum. Aku dan Dika mulai berjalan menuju kantin. Aku tenteng baju cowok itu di plastik warna hijau. Sebenarnya bajunya hanya kaos oblong, coraknya juga aneh, kayak ada gambar sablonan sinchan. Lagian orang yang punyanya kayak sok kenal dengan aku, padahal tahu dia sekolah di tempatku saja kurang tahu, bisa saja dia sekolah di sebelah SMA aku. Dasar cowok SKSD, paling ngga suka dengan cowok yang gitu.

Lapangan basket, yah aku mesti melewati lapangan basket dulu sebelum ke kantin. Karena letak kantin ada di sampingnya lapangan basket. Makanya orang banyak sekali nangkring di lapangan basket yang teduh itu. Sebuah pohon besar berdiri tepat di sampingnya juga. Membuat suasananya di pinggir lapangan terlihat teduh. Aku pandangi dekat-dekat, sepertinya ada Ferdy sedang duduk di bawah pohon itu dan di sampingnya kayaknya aku pernah lihat orang itu.

"AH! Itu Ka orangnya", teriakku menunjuk ke arah orang yang sedang bersandar di bawah pohon besar itu.

"Ferdy maksud kamu?", tanya Dika bingung.

"Bukan lah! Yang di sampingnya yang sedang minum itu", tunjukku lagi.

"Oh itu, kapten tim basket sekolah kita dia", jelas Dika.

"Hah? Orang kurus kerempeng kayak gitu?", sindirku.

"Hahahaha, emangnya kamu ga kurus?", usil Dika.

"Uh, kok aku seh", ngambekku.

"Ya udah kita ke sana", Dika menggenggam tanganku dan menariknya ke arah pinggir lapangan itu. Yah yang pastinya di situ juga ada Ferdy, bisa kacau kalau dia lihat aku dipegang sama Dika. Tunggu dulu! Tapi ini kan bagian dari rencanaku, membuat Ferdy semakin panas. Biar dia kapok, karena sudah menolakku.

"Hei Kak Felix", sapa Dika yang menyerobot masuk ke kerumunan.

"Oh, Dika", jawabnya. Segera saja Ferdy yang di sampingnya ikut menoleh. Dan astaga tatapannya berubah jadi sinis gitu. Aku juga lupa kalau Dika masih memegang erat tanganku. Sebenarnya malu juga, kan dia megang tanganku di tempat umum, tapi tidak mau dilepaskannya. Ferdy hanya diam seribu bahasa dan memilih bangun dari tempat tongkrongannya. Ferdy pergi begitu saja.

"Loh, mau ke mana Fer?", tanya cowok itu karena melihat Ferdy bangkit dan pergi tanpa sepatah kata pun.

"Dasar orang aneh", sindir cowok itu. "Wah, mesra amat?", ucapnya melihat Dika yang terus-terusan saja memegang tanganku.

"Ya biar anaknya ngga kabur aja", jawab Dika santai tapi aku tetap tidak bisa santai, mana ada cowok pegangan tangan sama cowok di tempat umum kayak gini? Bisa hancur reputasiku.

"Kayaknya aku pernah lihat anak itu", ucap cowok itu.

"Eh... ia kita yang ketemu kemaren itu", jawabku gugup. Akhirnya Dika melepaskan pengangan tanganku dan membiarkan aku aku berbicara dengan cowok itu.

"Kenalin, ini kapten tim basket sekolah kita, Kak Felix", jelas Dika sembari mengenalkan Kak Felix ke aku.

"Adit", aku mengulurkan tanganku untuk menjabat tangan Kak Felix.

"Felix", balasnya. "Gimana bajunya sudah bersih?".

Ini orang kok pede banget malah ngomong bajunya. Tanpa ada sedikit pun raut "senang" di wajahku. Aku kembalikan bajunya secara "tidak suka rela".

"Nih", kataku memberi bajunya.

"Wah makasi, tapi ngga usah judes gitu dong", ejeknya.

"Yaaaaaaa", ucapku panjang.

"Enak juga ya jadi orang yang diperebutkan", timpal Felix sembari menatap Dika.

Aku langsung terkejut mendengar kata-kata dari Kak Felix ini. Diperebutkan? Apa dia tahu? Sedangkan Dika hanya diam dan menatap ka arah lain. Muka berbah jadi keringat dingin, takut kalau jangan-jangan satu sekolah tahu kalau aku "sakit".

"Ngga usah bermuka cemas gitu kok", kata Felix yang memegang pundakku. "Aku ngga akan bocorkan kok cerita kamu".

"Hah?! A...apa maksudnya?", jawabku pura-pura bingung.

"Udah, ngga usah disembunyikan lagi"

"Hah? Ka, kita harus masuk ke kelas, udah masuk nih", kataku mencoba mencairkan suasana dan mengalihkan pembicaraan.

"Ya udah kita balik aja, kami balik dulu Kak Felix", kata Dika yang kayaknya sudah tidak tahan melihat godaan Kak Felix ke aku.

"Ok Dika, jangan sampai kelahi lagi ya, hahahahaha", sindir Felix yang melihat aku berjalan pergi meninggalkan Kak Felix bersama Dika.

"Memangnya dia tahu?", tanyaku ke Dika.

"Bukan dia tahu, tapi sok tahu", jawab Dika.

.............................................

"Wah, aku masuk kelas dulu Ka", ucapku sesampai di kelasku. Dika dengan baiknya mengantarkan aku sampai di depan pintu kelasku.

"Dit, sore ada acara?", tanya Dika.

"Ga ada, kenapa?".

"Aku mau ngajak kamu nonton",

"Emm, boleh", ucapku senang. Dika sepertinya ingin mengajak aku berkencan. Kencan? Waduh? Kok aku jadi gugup?

"Ya udah nanti aku hubungi ya".

"Ia".

Bruk!

Tiba-tiba Ferdy datang dan menabrak badan Dika. Hawa panas pun mulai menyebar di depan pintu kelas. Sontak saja Dika merubah sikapnya menjadi dingin dan dari hawanya mengatakan "Awas loe ya Fer! Gue hajar" mungkin seperti itu.

"Mending kamu balik kelas aja Ka", ucapku berusaha menenangkan suasana.

"Ya udah aku balik dulu, kamu hati-hati saja sayang", kata Dika yang seakan-akan "menyindir" Ferdy. aku tidka tahu apa Ferdy mendengar atau tidak kata dari Dika yang baru saja bilang "sayang". Kok malah aku yang takut sama Ferdy? aku takut dia kelahi lagi sama Dika.

"Udah, udah, balik sana", suruhku.

"Ia", jawab Dika yang pergi meninggalkan kelasku.

Aku pun juga melangkah ke arah bangkuku. Aku lihat Ferdy sedang duduk dengan muka yang bisa aku bilang "panas". Tapi aku tidka mikir itu, biars aja dia marah, biar tahu rasaku yang tertolak cintanya. Hanya saja aku masih penasaran dengan kata Tristan tadi pagi yang bilang "pantas suka". Apa benar Ferdy juga suka aku? Bukannya Ferdy itu kayaknya cowok tulen, tidka kayak aku. Sudahlah daripada bingung mikir seperti itu, lebih baik aku duduk.

"Minggir Fer, aku mau duduk", pintaku ke Ferdy untuk memberi jalan masuk. Tapi Ferdy diam dan tidak menoleh ke aku.

"Fer", ulangku lagi dna dia masih saja diam.

"FERDY!", teriakku. Semua orang yang di kelas akhirnya menoleh heran. Tapi tetap saja Ferdy diam.

Aku akhirnya nekat naik ke atas mejanya dan dia akhirnya baru sadar kalau aku mau duduk di kursiku.

"Ngapain naik atas meja?", tanyanya bingung.

Aku hanya diam dan sebel dengan perlakuan dia tetap cuek melewati mejanya dan kembali ke kursiku.

"Orang aneh", ejeknya.

"Biarin!", julur lidahku.

***

I'll Be Your Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang