01

341 11 0
                                    

Nina merasa tubuhnya diguncang-guncang. Ada suara yang memanggil namanya berkali-kali, tapi tidak dia pedulikan.

  "NINA ARZENITHA, BANGUN!" Grace berteriak tepat di kuping Nina, membuat gadis itu melonjak kaget dan langsung duduk tegap.

  "Bangun juga" Grace menyeka keringatnya di dahi. Lelah membangunkan Nina yang tertidur pulas.

  "Rese lo! Masa bangunin gue sampe kayak gitu?" gerutu Nina tak terima kupingnya budek hanya gara-gara susah bangun.

  "Salah lo sendiri, kebo!"

  "Kebo itu hewan, gue manusia"

  "Gih sono mandi. Si AraNar udah nungguin di cafe bawah"

  "Haa? Ngapain di cafe? Sarapan atau cuci mata?"

  "Tau tuh. Tapi, kenapa nyambung ke cuci mata? Udahlah,  mendingan lo sana mandi yang bersih, terus nyusul mereka ke bawah" Grace melempar handuk biru milik Nina, dan tepat mendarat dimukanya.

  "Lempar yang bener! Kalo gak niat ngelempar tuh gak usah" protesnya, dan langsung masuk kedalam kamar mandi.

   Brak!!!
   Pintu kamar mandi ditutupnya dengan kasar. Grace yang melihat tingkah laku sahabatnya satu itu, mengangkat sebelah alisnya. Bingung.

  "Lagi PMS tu anak?"

   Pintu kamar mandi terbuka kembali. Nina keluar dari sana, dengan keadaan yang masih sama seperti tadi. Kusut.

"Lah, lo gak mandi?" tanya Grace bingung.

"Hah?" Nina malah memasang wajah lebih bingung lagi dari Grace.

"Tadi, gue nyuruh lo mandi, pe'a"

"Kapan?" Nina bertambah bingung mendengar pernyataan Grace.

"Tadi!" Grace gemas melihatnya. Ingin rasanya dia mencubit pipi chubby Nina.

"Ha?"

"Ih, sono lo mandi! Muka lo kayak gak berbentuk lagi. Kusut!"

  "Bawel lo!"

Asal tau saja...
   Mereka baru sampai di villa ini tadi malam. Wajar saja, wajah Nina terlihat lebih kusut dari yang lain. Dari awal pergi sampai mereka sampai di villa, gadis itu yang menjadi supir non-stop. Jadi, begitulah.

***

   Sekarang sudah pukul 12.00 tepat. Langit menampakan wajah muramnya. Mendung diatas sana. Hujan turun. Cafe itu terlihat sepi, hanya ada 4 orang yang sedang duduk di bangku paling ujung.

  "Koq sepi?" tanya Nina yang baru saja datang, menghampiri mereka dengan kedua tangan yang penuh dengan pesanannya sendiri.

  "Emang sepi kan" jawab Tamara cuek. Nina hanya mengangguk, paham.

   Kesunyian menyerang mereka. Udara terasa dingin karena hujan. Diantara mereka ber-4 tak ada yang bersuara. Mereka memilih tenggelam dalam pikiran masing-masing.

  "Kom niet!!!" suara jeritan mengerikan terdengar jelas di kuping ke-4 remaja itu. Mereka saling bertatapan ngeri.

VILLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang