32

44 2 0
                                    

Ruang musik saat itu sangatlah sunyi. Tak ada yang bicara atau memainkan alat alat musik itu. Diam.

   "Senyap woy" sahut Dylan, memecahkan ke heningan.

   "Eh... Cicak... Malah nyebelin" kata David, setengah menyindir.

   "Yah.. Koplak, taplak meja lo gak nyadar, lo yang nyebelin" balas Dylan.

   "Enak aja. Lo kali, piggy pink, sono lo mandi lumpur di kandang lo"

   "Wah... Ngajak berantem"

   "Ayo, sapa takut" tantang David.

   "Berisik bego!" seru Grace kesal. Entah kenapa dia tiba tiba jadi kesal begitu.

   "Pms cewek lo?" tanya David berbisik.

   "Tau"

    Nina menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong. Dia jadi pendiam setelah kejadian itu. Entah kenapa, gadis itu terlihat melamun sedari tadi. Tamara memanggil pun tak di hiraukan olehnya. Sampai, Geo dan Zeo bersamaan menepuk kedua bahunya pelan.

   "Napa lo?" tanya Geo. Nina melihat Geo dengan tatapan bertanya.

   "Ngelamun?" Zeo ikut bertanya. Nina berpaling, melihat Zeo.

   "Gak tau" jawabnya ringan. Nyengir kuda di perlihatkannya.

   "Hedeh..." keduanya menghela nafas hampir bersamaan. Nina tertawa saat itu, awalnya dia menahan tawa itu. Lucu, melihat kakak beradik itu kompak, begitu menurutnya.

   "Lucu?" tanya keduanya. Kali ini benar benar bersamaan. Keduanya saling bertatapan sinis.

   "Banget!" jawab Nina riang. Kedua cowok itu tersenyum, walau samar samar.

   "Si Nina liat tuh, udah dua cowok di di gebetnya, lah kita G?" tanya Tamara di buatnya dengan wajah dramatis.

   "Satu aja belom" kata Grace dengan ekspresi yang juga dibuatnya se dramatis mungkin.

   "Kalo gitu, sama gue aja mau kan?" sahu Dylan dari ujung sana. Grace menatapnya sinis.

   "Apa? Gue mengatakan yang ingin gue katakan, salah gitu?" tanyanya pada David yang membuang muka darinya. Tak mau melihat wajah temannya itu untuk saat ini. Pasti akan membuatnya tertawa terbahak.

   "Kacang mahal!" seru Dylan kesal, tepat di telinga David. Cowok itu memegangi telinga kanannya yang baru di teriaki Dylan, menatap temannya itu seperti hendak menerkam mangsa.

   "Bukannya, Dylan emang gebetan lo G?" tanya Tamara bingung. Alisnya terangkat satu.

   "Nightmare yang ada!" katanya dengan nada sedikit meninggi. Emang tinggi kok nadanya yang bener.

   "Eh, ngemeng ngemeng si Lenar mana ya? Kok kagak ada suaranya?" tanya Nina saat memerhatikan teman temannya yang sedang duduk terpisah pisah di ruang musik itu. Matanya menyapu sekitar, lalu berhenti di arah balkon.

   "Devano gak ada juga" tambah Tamara yang menyadari cowok itu tidak ada di ruangan ini.

   "Oh... Jangan jangan..." kata Grace yang dibuatnya misterius. Tamara langsung memelototi gadis itu.

   "Ngeres" katanya singkat. Grace nyengir mendengarnya.

   "Tapi, gue serius, di mana dua bocah itu?" tanya Tamara, raut wajahnya terlihat risau. Grace dapat melihat dengan jelas sahabat karibnya satu itu tengah gelisah. Jiah...

   "Zeo?" panggil Nina pelan. Mereka langsung berpaling, dan melihat Nina.

   "Geo?" panggul Nina lagi, sekarang pada sang kakak. Geo melihatnya.

   "Yang di air mancur itu siapa?" tanya Nina. Seketika seisi ruangan menjadi tegang, hanya karena pertanyaan gadis dengan suara anak kecil itu.

   "Lo gak tau?" tanya Geo. Nina menggeleng.

   "Dia Deryan Anton, kelas sebelas dua, masa gak tau?" jelas Tamara, lalu terakhirnya bertanya memastikan. Nina menggeleng dengan ringan, menandakan dia tidak tahu menahu dengan orang itu.

   "Amnesia nya parah" desah Grace pelan. Tapi, masih terdengar di telinga Nina yang tak jauh darinya.

   "Oya, ini lantai berapa?"

   "Alzheimer atau amnesia lo, Na? Lantai tiga ini, lo paling sering ke lantai ini pas lagi nginep" cerocos Tamara, tepat di depan wajah Nina. Gadis itu menutupi wajahnya, takut ke hujanan.

   "Nginep? Ngapain?" tanya Nina polos. Ingin sekali Tamara membuang gadis di hadapannya itu ke dalan sumur tua belakang villa. Kalau boleh.

   "Li-bu-ran se-ko-lah, se-la-ma du-a mi-ng-gu, gak ne-ri-ma per-ta-nya-an la-gi" jawab Tamara sambil di eja seperti anak tk baru bisa baca.

   "Fine, gak nanya lagi sama lo" kata Nina. Lalu, berpaling dari Tamara, berganti Grace.

   "Apa?" tanya Grace yang mengetahui tatapan memohon Nina.

   "Jadi, kita tuh nginep di sini, terus ketemu sama mereka?" tanya Nina menunjuk, Dylan, David dan Geo bergantian. Grace mengangguk, meng-iya-kan.

   "Terus apa lagi?"

   "Terus gitu. Mau di terusin gimana lagi?"

   "Ceritain kita ngapain aja di sini sampe pulang" pinta Nina memelas. Grace menghela nafas, melihat ke Geo dan Zeo bergantian.

   "Silakan tanya pada kedua pemilik villa" katanya menyerahkan penjelasan jawaban untuk kedua cowok yang sedang berdiri di dekat piano itu.

   "Ceritanya panjang" Geo terlihat tidak berniat untuk menjelaskan.

   "Gue malah gak tau sama sekali" Zeo memang tidak tau. Dia tidak ada di saat hari liburan mereka itu.

   "Ada yang bisa menjelaskan?" tanya Nina, dengan seringai datar. Dia sudah malas bertanya lagi. Tak ada yang menjawab. Gadis itu menghela nafas pasrah.

    Brak!!!

    Pintu di buka dengan kasar oleh Lenar. Gadis itu datang dengan nafas tersengal sengal. Seperti baru selesai lari 50 kali di lapangan merdeka. Setidaknya begitu lah.

   "Devano mana?" tanya Tamara langsung. Tanpa mempedulikan keadaan temannya itu yang masih berusaha mengatur nafasnya.

   "Mati!" jawab Lenar, ada nada kesal di sana. Tamara langsung melempar gadis itu dengan buku tebal yang baru saja di ambilnya dari rak buku di dekat balkon.

   "Lo gak liat gue sekarat ini?" tanya Lenar sebal di lempari buku.

   "Masa bodo! Devano mana bego?" tanyanya tak sabaran. Grace menghela nafas panjang melihat tingkah teman yang satu ini.

   "Iyalah, yang kangen gak ketemu se abad" cibir Nina. Tamara langsung memelototi nya.

   "Woy!" suara teriakan dari bawah. Mereka langsung berlari menuju balkon, untuk melihat ke bawah sana.

   "Devano?"

   "Ngapain lo di sono?!" tanya Dylan setengah berteriak.

   "Si Dery mana?" tanya Devano sedikit pelan.

   "Lah... Mana gue tau. Napa mang nya?"

   "Hilang"

   "Maksud lo?"

   "Mayatnya gak ada di tempatnya. Gak ada yang mindahin atau minta orang pindahin kan?"

   "Gak...tau juga ya"

VILLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang