21

51 5 0
                                    

Mereka berpencar. Sembunyi dari Althea yang sedang mencari mereka dengan tank dan gergaji mesin di ke dua tangannya.

   "Bawaannya serem amat... Amat aja gak serem-serem banget" batin Grace. Dia, Dylan, Devano, dan Tamara bersembunyi di tempat yang sama. Berbeda dengan Lenar dan David yang ada di seberangnya.

    Suasana sangat menegangkan. Bulan purnama malam itu menerangi langit malam tanpa bintang dan mulai sedikit berawan abu-abu, mendung.

   "Uhuk..."

    Semakin tegang saat mendengar suara batuk dari seseorang. Tamara baru saja sadar, dan dia yang batuk tadi.

   "Di-" Tamara langsung di bekap mulutnya dengan tangan Grace. Dia menggeleng, meminta Tamara untuk tidak bersuara dulu.

    Suara langkah kaki mendekat. Tak ada yang bergerak, bahkan mereka menahan nafas masing-masing. Cukup lama, sampai langkah kaki itu tak terdengar lagi di telinga mereka. Hampir bersamaan mereka menghela nafas lega.

   "Sorry, Ra, tadi itu gawat banget kalo sampe ketahuan sama Althea" kata Grace masih dengan suara pelan. Tamara mengangguk mengerti.

   "Lo bisa turunin gue, Dev" pinta Tamara, dan diabaikan oleh Devano. Tamara hanya bisa menghela nafas saja. Jujur, dia juga merasa tak bisa berjalan dengan benar untuk saat ini, intinya kakinya mati rasa.

   "Si Geo mana? Jangan bilang dia udah is death?" tanya Dylan, sambil merogoh saku hoodie nya, mencari ponsel miliknya.

   "Jangan ngomong gitu napa? Capek gue ngeliat hal yang serem-serem seharian ini, mana pala gue bedarah la-" belum selesai Grace mengomel tentang hari ini.

    "Napa lo diem? Keselek rumput?" tanya Dylan asal.

    Darah mengalir keluar dari ujung bibir Grace, ada cipratan darah di dinding labirin belakangnya, sangat banyak. Grace ambruk saat itu juga, tapi sebelum tubuhnya menyentuh tanah, Dylan menahannya.

   "Halo, teman-teman, kalian sudah ketemu, gak boleh lari ya" kata Althea yang sudah berada di hadapan mereka dengan senyum mengerikan ditambah dengan cipratan darah di wajahnya.

   "Damn it"

***

Geo masih diam di tempatnya, melihat luka luka nya yang terbuka lagi. Sakit. Tentu sakit, apalagi luka di lehernya, untungnya tidak mengenai titik vital, kalau kena dia bisa K.O duluan, kan?

   "....tu setan mau nya apa sih?" tanya Geo pelan pada dirinya sendiri.

Drrdrr
    Ponsel nya bergetar. Geo segera mengambil ponsel itu dari kantong jaket nya.

David H: Yo, lo dimana?

Geo mengangkat sebelah alisnya, bingung. Di saat seperti ini, temannya yang satu itu masih bisa menge- chat dirinya.

Argeo Z: Lo sendiri dimana? Sendiri?
David H: Di villa, gue sama Lenar sekarang. Yang lain masih di dalem labirin, lo dimana?
Argeo Z: Masih di labirin.

    Geo berdiri, dan mulai melangkah tapi tertahan lagi saat pendengarannya menangkap sebuah suara pukulan yang sangat kuat tak jauh darinya.

    "Shit!" Geo kembali masuk lagi ke dalam labirin itu. Sampai dirinya melihat genangan darah dari sebuah belokan. Geo kembali sembunyi di tempat dekat situ.

   "Hey... Dimana kalian berdua? Ayo keluar, aku sudah malas bermain terus" terdengar suara Nina. Geo menajamkan indera pendengarannya.
   "Kalian gak mau nolongin dua orang ini?" terdengar lagi.

VILLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang