.
.Hinata memejamkan matanya menikmati dekapan hangat Neji. Ia tidak perduli dengan suara kasak-kusuk di sekitarnya. Mereka kira lelaki yang menggendongnya ini adalah kekasihnya nyatanya Neji tidak lebih dari kakak laki-laki yang paling di sayanginya.
"Tubuhmu sangat ringan Hinata. Aku tahu berat tubuhmu berapa saat terakhir kali kau pulang," gerutu Neji sepanjang koridor menuju pintu apartemen.
Hinata menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Neji yang di balut kemeja biru. Ia sedikit merasakan goncangan akibat Neji yang membenarkan posisi gendongannya agar memudahkannya dalam menekan password dan membuka handle pintu kamar.
"..Beruntung dokter hanya mengatakan jika pingsanmu akibat dari kelalahan dan stres."
Perlahan ia merasakan sebuah bantalan empuk di punggungnya saat Neji menurunkannya di tempat tidur.
"...Tekanan darah rendah dan tubuhmu sangat ringan. Aku yakin kau tidak makan dengan teratur," ucap Neji sambil menyelimuti tubuh ringkih adiknya yang ringkih. Sedari ia masuk ke dalam apartemen kecil adiknya tak sekalipun mulutnya berhenti berkata tentang ini dan itu. Ia merutuki kelakuan adiknya yang mulai tidak teratur. Padahal sedari kemarin Neji ingin sekali membahas masalah ruam merah yang terdapat di leher dan pundak Hinata. Ia memang bukan pemuda kota yang selalu mengumbar dan memanjakan masa dewasanya pada sembarang wanita, namun ia juga tidak bisa berkata tidak jika ia pernah melakukannya.
Lagipula ia tidak rela jika hal itu terjadi pada adiknya. Ruam merah yang Hinata miliki sedikit lebih gelap dan Neji tebak ada perlakuan kasar di sana.
Sempat Neji was-was saat Hinata mengeluh pusing kemudian pingsan. Ia sempat berprasangka bahwa Hinata telah berbadan dua. Namun sekali lagi tuhan masih mencintai keluarganya dan Hinata. Tentu saja kehamilan Hinata akan membuat ayah mereka murka dan pasti tidak akan mau menganggap Hinata anggota keluarga Hyuuga lagi. Setidaknya itulah maksud perkataan yang selalu keluar dari setiap nasihat Hiashi kepada ketiga anaknya. Tentu saja ia tidak bisa untuk tinggal diam saja saat segala kemungkinan bisa terjadi. Neji akan bertindak sesuai perannya sebagai seorang kakak sekaligus putra sulung dari keluarga terhormat Hyuuga.
..
Keesokan harinya Hinata tetap belum bisa di perbolehkan untuk keluar keluar dari apartemen kecilnya. Meskipun hanya sekedar untuk berangkat kesekolah, kakaknya tetap tidak mengizinkannya. Benar-benar kakaknya ini memang sedikit berlebihan. Padahal kan cuma sakit demam biasa saja, sekedar untuk keluar apartemen saja dilarangnya.
Meskipun Hinata menggerutu dan kesal ia tetap menuruti ucapan sang kakak. Dengan setoples cinnamon rolls vanila dan susu coklat hangat Hinata tidak beranjak sedikitpun dari depan layar televisinya.
Sendirian.
Neji sedang membeli tiket untuk keberangkatannya besok lusa.
Sesekali Hinata tertawa saat ada beberapa adegan lucu yang terpampang dari film anime kesukaannya. Ia hendak meminum susu coklat hangatnya andaikan suara bell apartemen tidak menginterupsinya.
Hinata melirik jam yang terpasang di dinding ruang aparteme. Baru 30 menit yang lalu kakaknya berangkat padahal jarak antara stasiun dan apartemennya bisa memakan waktu 3 jam. Itupun jika tidak terkena macet. Apa mungkin ada barang yang ketinggalan.
Kesalahan Hinata adalah tidak memeriksa orang sebenarnya dari balik pintu apartemen hingga akhirnya suatu kejutan tidak terduga dari seseorang yang tidak ingin di temuinya berdiri di depannya dengan wajah datar khasnya.
"Menikmati bersenang-senangnya, Hyuuga." Bahkan hanya sekedar melihat seringainya saja membuat Hinata kembali bergetar ketakutan. Onyx pemuda itu seolah menusuk hingga ke ujung kontrol diri yang selama ini berusaha di tutupinya bahkan dari kakaknya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're Mine
FanfictionKisah seorang putri pemberi kebahagiaan yang terjebak dalam perangkap seorang iblis kejam membuatnya hidup bagai dalam neraka. Tapi, bagaimana jadinya jika ada saudara sang iblis yang sangat baik hati menawarkan kebahagiaan yang lain kepadanya. Apa...