#8# Tie

5.6K 356 19
                                    

Hinata membuka matanya perlahan saat cahaya bulan mengusik dirinya. Ia menggeliat pelan saat tubuhnya terasa terbebat erat. Ia menatap terkejut saat mengetahui lingkaran kekar seseorang dari belakangnya. Ia sontak terbangun tapi, sayangnya tubuhnya tidak bisa di ajak kompromi. Rasa ngilu di beberapa tempat bagian tubuh membuatnya harus rela mengistirahatkan diri sedikit lebih lama lagi. 

Lagi pula tidak ada gunanya Hinata lari. Iblis ini pasti akan mengejarnya. Hinata hanya perlu menunggu pria ini bosan dan melepaskannya. 

Iris lavendernya menjelajah kamar mewah bernuansa abu-abu putih ini. Lampu kecil yang tidak dinyalakan dengan sebuah telepon sebagai fasilitas pelayanan apartemen. Sebuah televisi LCD selebar 50 inc. Sound system yang bisa dibandingkan dengan harga sebuah motor gede, laptop bermerk dari negeri paman sam dan masih banyak perlengkapan mewah lainnya.

Kemewahan yang dimiliki oleh keluarga Uchiha memang bukan main-main. Sayangnya kemewahan itu tidaklah menjamin seseorang bisa bahagia dan untuk kesekian kalinya Hinata sangat bersyukur terlahir dari keluarga Hyuuga. Meskipun keluarganya tidak sekaya Uchiha, setidaknya mereka tahu betul bagaimana rasa bahagia yang sesungguhnya.

Entah kenapa saat mengingat keluarganya justru wajah Neji lah yang terbayang olehnya. Bagaimana rasa bersalah tetap mengganjal di hatinya saat ia harus membohongi sang kakak untuk yang kesekian kalinya.

Hinata hendak menutup matanya saat suara getaran ponsel terdengar di bawah ranjang. Itu ponsel Sasuke. Hinata melirik sebentar pria yang masih terlelap dalam mimpinya. Perlahan ia melepaskan lengan yang melingkari pinggangnya, berharap semoga kelopak yang menyembunyikan iris gelap dinginnya itu tidak terbuka.

Smartphone hitam masih bergetar saat melihat sebuah panggilan masuk. hinata menyerngit saat menemukan nama 'baka aniki' dalam kontak nama yang terpampang disana.

Hinata hendak menggeser receipt sebelum akhirnya si penelepon memutuskan panggilannya. Merasa tidak peduli Hinata mencoba untuk menggeser tombol unlock berharap Sasuke tidak memberikan kode sandi yang rumit.

Gotcha.

Hinata tersenyum tipis saat layar ponsel langsung menampilkan menu utama. Aplikasi yang asing tidak membuat Hinata kesulitan untuk menemukan menu galery  dan segera masuk ke list photo.

Hinata menyerngit bingung saat sedikit folder yang ditemukannya. Tapi, kembali Hinata tidak perduli kala ia menemukan apa yang di carinya. Hinata kembali di buat bingung saat tidak menemukan foto lainnya selain foto-foto vulgar dirinya dan si iblis ini. 

Bagaimana pria ini sangat kaku dan semonoton ini. Lihatlah untuk mengabadikan beberapa moment-moment terbaik yang mungkin terjadi dalam beberapa waktu. Nampaknya pria ini enggan untuk menyimpannya di memori ponselnya. Hinata bahkan ragu jika si iblis ini akan memiliki banyak foto-foto keluarganya sendiri. 

Seketika rasa simpati langsung menjalar di hatinya saat merasakan betapa kesepiannya pria yang  masih tertidur nyenyak di belakangnya. Namun, mengingat betapa angkuh dan sangat ngeboss-nya lelaki ini Hinata mungkin akan merutuki sikap perasa yang bukan pada tempatnya. 

Hinata menggelengkan kepalanya pelan-pelan. Ini bukan waktu yang tepat untuk mendikte perasaan apapun. Tanpa pikir panjang ia langsung memberikan tanda ceklish pada semua gambar didalam folder smartphone Sasuke. Ibu jari lentiknya bergerak untuk menyentuh layar yang menuliskan option. Dengan cepat munculah kotak pilihan lainnya. Jarinya sedikit merolling layar kebawah untuk menemukan tombol 'Delete'

Jarinya bergerak untuk menekan tombol 'Delete' andaikan sebuah tangan tidak merebut ponsel bercover hitam tersebut dengan kasar. 

"Kau mencoba untuk menghapus foto-foto ini, bukan?"

Suara dingin Sasuke membuat Hinata mundur. Sasuke menyeringai sadis. Tidak menunggu lama untuk mencengkram lengan Hinata saat wanita bersurai indigo ini telah terpojok.

"Kau berani juga ya. Sedikit hukuman mungkin akan membuatmu mengerti, Hinata."

Sasuke menyeret Hinata menuju tempat tidur king sizenya. Ia bahkan tidak memberikan kesempatan  Hinata untuk membuka suaranya saat Sasuke melumat bibir kissablenya penuh tuntutan. Sebuah erangan lolos dari bibir Hinata saat tangan pria itu menyelinap masuk ke dalam kaos yang biru yang Hinata baru sadari bukanlah miliknya. Ia bahkan tidak mengenakan pakaian dalamnya selain sehelai kaos ini. Astaga sejak kapan?

"Huhmm..." Hinata memejamkan matanya erat-erat berusaha menahan desahan yang akan keluar saat pria iblis ini meremas dada Hinata bahkan sesekali pria itu juga menarik pelan nipplenya.

"Enak bukan? Jangan naif untuk mengakuinya, Hyuuga," bisik Sasuke menggoda. Tanpa menunggu lebih lama Sasuke menarik kaos biru yang ia kenakan pada Hinata. Secepatnya ia melepaskan celana pendeknya hingga akhirnya mereka sama-sama polos seperti bayi.

Hinata memekik saat Sasuke memaksa menyatukan tubuh tanpa memikirkan Hinata yang masih belum terbiasa dengan ukuran miliknya. Sedikit Sasuke menyesali kelakuannya yang selalu tidak bisa sabaran.

"Maaf. Aku akan sedikit perlahan." Tidak ada satu kalipun ia pernah mengatakan kata sakral itu selain yang baru saja dikatakannya barusan. Sekalipun  ia sering melakukan kesalahan bukan berarti egonya akan menginzinkan bahwa ia akan mengakui kesalahannya. Harga tingginya sebagai seorang Uchiha melarang keras untuk hal itu. Namun sekali lagi, ia tidak bisa mendapatkan pengontrolan diri seperti biasanya, saat ia bersama gadis ini. Hinata Hyuga gadis pertama yang membuat dirinya keluar dari karakternya sebagai seorang Uchiha Sasuke.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Sasuke merasakan sensasi asing yang menyenangkan dalam hatinya saat kulitnya bersentuhan dengan gadis bersurai indigo yang tidak berdaya di bawah tubuhnya. Jika seperti ini terus ia tidak akan bisa melepaskan gadis ini dalam waktu dekat seperti gadis-gadis yang biasa Sasuke campakan sebelumnya.

...

Neji berjalan mondar-mandir dalam apartemen adiknya. waktu sudah menunjukan waktu 2 dini hari. Tapi, Neji sama sekali belum bisa memejamkan mata seperti biasanya. Entahlah ia sendiri merasa tidak nyaman. Ia menyesal tidak meminta nomor teman Hinata yang diingatnya mempunyai cepol khas orang tiongkok itu. Hanya saja Neji terlalu malas untuk menyimpan nomor gadis selain keluarganya.

Dan sekarang ia merutuki kebodohannya itu.

"Hinata."

Menyambar ponsel yang tergeletak di atas nakas ia segera mendail nomor sang adik. Rasa tidak tenangnya membuat tidak memperdulikan jika seandainya Hinata sudah terlelap dalam tidurnya.

Konyol.

Beberapa kalipun Neji mendail nomor adiknya tidak ada sahutan apapun. Sebegitu lelapnya kah sang adik sampai tidak terusik sedikitpun oleh bunyi dering ponselnya.

Ia mendecak pelan sebelum akhirnya ia mengakhiri panggilannya. Ia kemudian membanting tubuhnya pada tempat tidur yang selalu di pakai adiknya.

Mungkin besok ia harus menemui Hinata di sekolah.

..
..

"Wah.. dia pacar siapa ya?.. ganteng banget.."

"Rambut panjangnya bagus. Aku jadi iri."

"Pagi-pagi udah lihat laki-laki tampan. Senangnya."

Neji memejamkan matanya mendengar bisikan-bisikan menggangu dari para siswi yang lewat di depannya. Sungguh ia tidak sudi menjadi bahan tontonan siswi yang masih dalam tahap pubertas ini. Jika bukan karena Hinata.

"Neji ni?"

Suara yang ditunggu pun akhirnya terdengar. Neji berbalik untuk melihat sang adik yang kini menatapnya terkejut.

"Hinata."

Pandangan Neji menajam saat melihat Hinata tidak bersama orang yang disangka sahabat adiknya.

"Siapa kau?"

You're MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang