[3] Card of Tears

2.9K 98 24
                                    

"Kadang, aku berharap kenyataan menjadi mimpi dan mimpi menjadi kenyataan."


***


Okta nampak tergesa-gesa berlari ketika melihat Vievy berada tidak jauh di depannya. Gadis itu berteriak memanggil teman dekatnya tersebut sambil mengibaskan sebuah plastik berisi compact disk dalam genggamannya.

Tak ayal para murid lain yang melihat Okta langsung berbisik-bisik tentang kegilaan gadis tersebut. Ya, siapa juga yang tidak merasa kesal mendengar suara teriakan cempreng yang super kencang di pagi hari yang sunyi dan sejuk ini?

Vievy yang mendengar teriakan Okta lantas berhenti dan menoleh ke belakang, tepat ketika Okta sudah sampai di belakang Vievy.

"Kenapa, sih?! Malu-maluin banget!" Cetus Vievy sambil marah-marah. Maklum saja kalau Vievy marah-marah, memang tabiatnya begitu.

Setelah menormalkan kembali nafasnya, Okta langsung menyerahkan CD yang dipegangnya kepada Vievy, "Nih! Gila, lo harus nonton ini, Vie! Ceritanya bagus banget!"

Vievy mengambil benda tersebut lalu melihatnya dengan saksama. Itu CD drama Korea berjudul Goblin. Vievy jadi penasaran. Pasalnya Vievy memang penyuka drama Korea. Apalagi dengan drama yang belum lama ini ditontonnya, judulnya W.

Mereka berdua pun berbicara sambil melanjutkan perjalanan mereka menuju kelas.

"Ceritanya kayak gimana, Ta?"

"Jadi, ceritanya itu tentang siluman, pengantin siluman, malaikat maut, sama adiknya siluman. Keren banget, Vie! Sumpah!" Jelas Okta dengan semangat. Masih terbayang beberapa adegan dalam drama tersebut yang melekat dalam ingatan Okta.

Vievy lantas menaikkan sebelah alisnya, "Siluman? Apaan sih? Nggak ngertii!"

"Ih, Vievy norak! Gue spoiler ya, di cerita itu malaikat mautnya bisa menghapus ingatan seseorang cuma dari tatapan mata, kayak hipnotis gitu, Vie! Kayak yang lo khayalin waktu itu! Jadi kalo lo ketemu malaikat maut..." Okta menggantungkan kalimatnya, merasa tidak enak untuk melanjutkan perkataannya. "Mungkin lo bisa nyuruh dia untuk bikin lo lupa tentang masa lalu lo?"

Hening.

Namun sedetik kemudian Vievy tertawa keras, entah menertawakan perkataan temannya tersebut atau menertawakan dirinya sendiri yang terlalu gila karena berkhayal tentang hal yang tidak mungkin terjadi. Vievy memang pernah berkhayal untuk menghilangkan memorinya tentang masa lalu dirinya yang kelam. Tapi itu hanya khayalan yang tidak akan pernah menjadi nyata.

Hidup Vievy yang dulu tidak seindah hidupnya yang sekarang. Kalau saat ini dia bertemu orang-orang baik seperti Okta, teman-teman yang lainnya, dan juga, ekhem, Zaidan, di masa lalunya Vievy justru banyak bertemu dengan orang jahat. Yang sempat membuat Vievy berputus asa. Yang sempat membuat Vievy ketakutan setengah mati. Bahkan Vievy ingin mati saja rasanya waktu itu. Daripada harus menghadapi kenyataan yang menyakitkan.

"Ya kalo gue ketemu malaikat maut, langsung gue suruh nyabut nyawa gue detik itu juga lah, Ta," sahut Vievy santai lalu menghembuskan nafas pasrah.

Okta langsung memukul lengan Vievy, "Jangan ngomong sembarangan, ih! Pengen banget mati apa lo?!"

Vievy malah mengangguk lalu terkekeh. Rasanya ingin Okta jadikan bantal tinju saja, Vievy itu. Padahal selama ini Okta sudah mencoba berbagai cara agar Vievy tidak memikirkan keinginannya untuk mati. Tapi tak satupun yang berhasil. Masalah yang dihadapi Vievy terlihat sangat berat, tapi Okta tidak mengetahui detail masalahnya. Vievy tidak pernah mau menceritakan hal tersebut.

Vievy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang