[4] The Truth

2.1K 83 5
                                    

"Ketika bibirmu mengukir senyum untukku, ada sesuatu yang menghangat disini. Di hatiku."


***


Ketika Zaidan mengirim pesan berisi ajakan untuk bertemu dengan Vievy, tak lama kemudian laki-laki itu mengirim pesan lanjutan berisi penjelasan mengapa dirinya ingin bertemu.

Ternyata Zaidan hanya ingin membahas tentang mading. Karena dalam OSIS, Vievy dan Zaidan ditunjuk untuk mengurus mading sekolah. Mereka diharuskan membuat isi mading yang selalu diganti setiap seminggu sekali. Jadi, disini Vievy yang terlalu ge-er.

Mereka berdua pun sepakat untuk bertemu di kafe sebrang sekolah sepulang sekolah. Jadi inilah yang Vievy lakukan saat ini. Menunggu.

Vievy mengetukkan jemarinya ke atas meja karena jenuh menunggu. Sesekali gadis itu membuang nafasnya ketika melihat jarum jam di pergelangan tangannya yang terus berputar namun belum ada tanda-tanda kedatangan dari laki-laki itu. Zaidan.

Di hadapan Vievy kini sudah terdapat satu cangkir berisi kopi hitam yang tinggal setengah dan buku catatan berwarna jingga miliknya disertai pulpen merah jambu.

Omong-omong, Vievy adalah penyuka kopi hitam. Awalnya, sih, karena Vievy sadar bahwa kopi hitam itu pahit, seperti hidupnya. Maka dari itu dia pun mulai sering mengkonsumsi kopi hitam. Karena kopi hitam dan hidupnya itu senasib. Sama-sama pahit.

Vievy mulai menulis tulisan asal di atas buku tersebut untuk menghilangkan bosan. Kedua alis Vievy tidak henti berkerut hingga seseorang tiba-tiba menaruh tas di bangku sebrang. Vievy menatap orang tersebut lekat-lekat. Alisnya berhenti berkerut. Itu Zaidan.

Zaidan menatap Vievy cemas. Laki-laki berwajah babyface itu masih memakai pakaian basketnya dengan keringat yang masih bercucuran di sebagian tubuhnya. Kemudian dia bersuara, "Vievy, maaf gue telat. Gue ab-"

"Abis latihan basket?" Tebak Vievy dengan mata bulatnya yang mengkilat. Vievy marah, namun dia tidak bisa menunjukkannya kepada Zaidan.

"Iya. Maaf, Vie," ulang Zaidan penuh rasa bersalah.

Vievy tahu itu. Dan sebenarnya Vievy memakluminya.

"It's okay, Dan," sahut Vievy sambil menunjukkan senyum tipis.

Zaidan tersenyum lega lalu segera duduk di hadapan Vievy. Karena merasa keringatnya masih mengalir, dia pun sibuk mencari handuk kecilnya yang terselip di dalam tasnya.

"Ah elah, kemana sih?" Gumam Zaidan kesal karena handuk kecilnya tak kunjung ketemu.

"Kenapa, sih?" Vievy jadi penasaran. Habisnya, wajah Zaidan kalau lagi kebingungan sangat sangat lucu. Vievy, 'kan, jadi ingin mencubit pipinya.

"Handuk gue nggak ketemu," jawab Zaidan tanpa menatap wajah Vievy.

Vievy yang risih melihat Zaidan langsung merogoh saku tas miliknya dan mengeluarkan sebungkus tisu. Lalu Vievy menyodorkan tisu tersebut ke hadapan Zaidan.

"Tuh, ambil!" perintah Vievy cepat.

Laki-laki itu melirik benda di hadapannya, lalu menatap Vievy dengan penuh senyuman, "Makasih, Vievy!"

Vievy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang