[17] Devil Inside Me

1.2K 60 21
                                    

"Mana yang lebih baik, si Penjahat yang mengakui kesalahannya atau si Muka Dua yang tidak pernah introspeksi diri?"

***

Siang ini hujan turun dengan deras secara tiba-tiba. Vievy yang sedang duduk termenung di koridor kelasnya langsung tersadar ketika cipratan air hujan mengenai wajahnya.

"Gila, gue nggak sadar lagi hujan."

Vievy bangkit dari duduknya. Menoleh kesana-kemari memperhatikan sekitarnya. Ini masih jam sholat dzuhur dan Vievy sedang berhalangan sholat. Tidak banyak teman perempuannya yang tinggal di kelas. Hanya dua orang. Itu pun karena mereka memang non-islam. Akhirnya Vievy memilih masuk ke kelasnya daripada nanti harus berpapasan dengan Adine dan teman-teman seperjuangannya yang selalu mengganggu Vievy.

Di kelas, suasana sangat sunyi. Hanya suara hujan yang menelisik masuk melalui ventilasi udara. Tiffany dan Sherin sedang sibuk mendengarkan lagu melalui earphone mereka. Alhasil, mereka tidak menyadari bahwa ada orang lain yang berada di kelas selain mereka berdua.

Vievy mengambil buku jingganya dari dalam loker meja dan mulai menuliskan sesuatu di sana.

DAY 2-NOT DOING STUPID THING

Bibirnya melengkungkan senyum ketika menulis tanda ceklis pada buku tersebut. Bangga, tentu. Berkat Zaidan, kini ia tak perlu risau jika melihat pisau, gunting, atau benda tajam lainnya.

Tiba-tiba Vievy merasa seperti ada seseorang yang duduk di sampingnya, tepatnya di tempat duduk Okta. Lantas Vievy menoleh dan mendapati Tiffany dan Sherin yang sedang memperhatikan apa yang ditulis oleh gadis tersebut.

"Lo-," Suara Sherin tercekat, "Lo pernah nyoba cutting?"

Penasaran, Tiffany pun duduk di hadapan Vievy lalu mengambil alih buku jingga tersebut.

"Astaga, separah ini, Vie?" Tiffany menatap Vievy penuh rasa iba, "Sampe lo nyakitin diri sendiri? Sumpah, ini udah keterlaluan."

"Nggak gitu," Vievy mencoba tenang dan mengambil buku jingganya dari tangan Tiffany.

"Dari awal, gue emang terkadang nggak respect sama kejutekan lo itu Vie, tapi setelah ada masalah ini, gue jadi ngerti. Pasti ada alasan kenapa lo sampe bisa nggak virgin lagi, kan? Bukan karena lo nakal atau apa, kan?" Sherin kemudian mengusap-usap punggung Vievy yang sedari tadi terdiam.

"Mereka jahat banget, Sher. Adine dan komplotannya itu perlu ditatar deh sekali-sekali!" Seru Tiffany, gadis itu memang paling anti dengan bullying. Itu sebabnya ia tidak pernah bergaul dengan Adine. Padahal, selera fashion dan musik mereka sama.

Setelah itu, mereka bertiga mengganti topik pembicaraan ke arah yang lebih ringan. Capek membahas masalah terus.

Tak lama kemudian, rombongan siswa yang habis melaksanakan sholat dzuhur tiba di kelas. Termasuk Okta dan Adine. Okta langsung menghampiri tempat duduk Vievy dan ikut mengobrol.

Adine yang melihat hal itu tentunya jadi emosi. Kok bisa, ya, setelah semua rahasia Vievy yang udah kebongkar, dia masih punya teman? Bertambah pula temannya!

Adine mendekati tempat duduk Vievy. Kebetulan sekali, dia sedang memegang gelas es jeruknya. Akhirnya, Adine menumpahkan minumannya tersebut tepat di atas kepala Vievy. Membuat para siswa yang lain tercengang. Para lelaki sibuk menggelengkan kepala mereka. Sementara para perempuan yang tidak menyukai Vievy tertawa dalam hati.

Tanpa basa-basi Vievy langsung bangkit dan menampar pipi kanan Adine. "Lo gila?! Apa nggak punya otak?! Otak lo ditaruh dimana sih? Dengkul?!"

Sontak Okta, Tiffany, dan Sherin langsung melerai mereka berdua. Daripada terjadi yang tidak-tidak dan menjadi bahan tontonan siswa-siswi yang berlalu-lalang di koridor kelas.

Adine masih menatap Vievy sinis. Lalu ia mengusap sudut bibirnya yang dirasa basah. Ternyata berdarah. Adine yang sedang dipegangi oleh Tiffany pun langsung berontak.

"Bener-bener lo ya, Vie! Gue laporin lo ke BK, mampus lo!" Teriak Adine lalu menghempaskan cengkeraman Tiffany. Gadis itu langsung melengos pergi keluar kelas. Dinda mengikutinya dari belakang sementara Rachel hanya diam dan memasang muka masam. Mungkin malu atas sikap temannya yang kayak preman itu?

***


Seandainya yang kemarin dipeluk Vievy itu Abi, mungkin hati lelaki itu tidak akan terasa sangat sakit seperti sekarang. Seperti ada ribuan pisau yang sedang menyayat hatinya.

Kalian boleh bilang Abi pengecut. Abi bodoh. Abi lemot. Atau apalah. Karena memang pada kenyataannya, Abi benar seperti itu.

Andaikan Abi menyadari hal itu sedikit lebih cepat saja, mungkin Vievy tidak akan pergi ke atap dan Zaidan tidak akan datang untuk mencegah Vievy. Lalu mendapatkan seluruh tangisan itu. Tangis yang sangat ingin Abi hapus dari wajah manisnya untuk selama-lamanya.

Hari ini Abi sibuk mengurusi persiapan pentas seni yang akan diadakan oleh sekolah. Maklum, dia ini anak OSIS. Zaidan juga ada untuk ikut membantu. Hanya Vievy yang tidak terlihat hadir dalam pembentukan panitia pentas seni tahun 2018. Apa mungkin Vievy tidak ingin datang ke rapat ini karena bajunya yang kotor akibat ulah Adine?

Menyangkut soal Adine, lelaki itu sudah angkat tangan untuk menasehatinya. Mungkin perkataan Abi hanya masuk ke telinga kanan dan keluar dari telinga kiri? Gadis itu bahkan tidak ingat janjinya bahwa tidak akan mengganggu Vievy jika Abi mengajarinya materi pelajaran. Sekarang gadis itu malah lebih liar lagi. Abi jadi membayangkan kalau saja Adine itu adiknya. Hih. Abi langsung menggidikkan bahunya. Jangan sampe, jangan sampe.

Saat Abi sedang sibuk menulis daftar kelompok panitia pensi, Zaidan menghampirinya dan duduk di sebelah lelaki itu. Eits, jangan berpikiran macam-macam. Zaidan datang dengan kedamaian, kok. Tidak akan mengusik Abi.

"Gue denger dari Bu Kade, masalah Vievy udah kedengeran sampai ke guru-guru," bisik Zaidan pada Abi. Sontak Abi langsung berhenti menulis dan menoleh pada sang informan.

"Serius anjir! Jangan bercanda, nggak lucu," Abi menyentak dengan suara agak keras. Membuat teman-teman di sekelilingnya merasa risih. Kak Aldi pun langsung memandang Abi dengan tatapan tajam seakan memperingatkannya untuk menjaga sikap.

Zaidan menggelengkan kepalanya, "Ini bukan waktunya bercanda. Gue serius, jir."

"Lo tau darimana?" Tanya Abi lagi. Dia masih belum percaya dengan Zaidan.

"Eh, lo budek, ya? Udah gue bilang, gue tau dari Bu Kade. Gue ini keponakannya!" Terpaksa, deh, Zaidan membuka rahasianya di hadapan Abi bahwa dirinya adalah keponakan guru BK. Habisnya, Abi itu susah sekali untuk percaya. Atau memang Abi nya saja yang sentimen dengan Zaidan?

Abi terkekeh pelan, lalu Zaidan pun langsung menyenggol tubuh Abi. Isyarat matanya memancarkan peperangan. Bisa-bisanya lelaki itu salah fokus? Bukannya berpikir bagaimana cara agar dapat membantu Vievy. Abi malah menertawakan status antara Zaidan dan Bu Kade. Dasar kids zaman now.

"Nanti, nanti. Gue lagi bingung banget nih. Nggak bisa mikir apa-apa. Muatan otak gue udah kepenuhan," kata Abi sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing.

"Gue buka jasa brainwashing nih, lo mau daftar nggak?"

Karena kesal, Abi pun meraih kertas yang ada di meja rapat dan melemparkannya tepat ke wajah Zaidan.

Vievy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang