[16] Stand By You

1.2K 87 12
                                    

“Aku punya pilihan untuk membencimu, tapi hatiku tidak mengizinkannya.”

***

Suara pukulan samsak serta teriakan seorang lelaki menggema ke seluruh penjuru rumah.

Sore itu, Zaidan tak henti-hentinya bergulat dengan samsak. 'Teman' pelampiasan amarahnya yang selalu setia dan tak pernah mengeluh meskipun sering dipukuli olehnya.

Andre, sang kakak, yang biasanya berlatih boxing bersama dengan Zaidan tersebut merasa heran. Apa masalah yang sedang dihadapi adiknya itu?

Merasa penasaran, akhirnya Andre menghampiri Zaidan yang berada dalam ruangan gym. Ia menatap adiknya yang bercucuran keringat itu seraya mengambil handuk kecil dari laci meja dan melemparkannya kepada Zaidan.

"Cukup, Dan. Lo nggak bisa terus-terusan lampiasin kemarahan lo sama benda ini," Andre mendekati Zaidan dan menunjuk samsak hitam yang sedang dipegangi olehnya tersebut, "Percuma lo pukulin ini samsak kalau lo nggak segera menyelesaikan masalah lo itu. Don't be a fool, Dan."

Nafas Zaidan memburu. Dada bidangnya naik turun seiring dengan hembusan nafasnya yang tidak teratur.

Yang dibicarakan oleh Andre memang benar. Zaidan memang sedang melarikan diri dari masalahnya. Ia tidak bisa menerima fakta yang mencengangkan dari gadis yang ia sukai. Seharusnya, Zaidan lebih tegas tentang perasaannya terhadap Vievy. Zaidan bisa saja berhenti untuk menyukai Vievy. Tapi ia tidak melakukannya. Karena Zaidan sudah jatuh pada Vievy sepenuhnya.

Tapi di sisi lain, sulit bagi Zaidan untuk tetap menyukai Vievy setelah ia mengetahui bahwa Vievy punya masa lalu yang kelam.

Zaidan melepaskan samsaknya dan duduk di sudut ruangan. Andre menghampirinya dan duduk di sebelah Zaidan.

"Lo tau kan, kalau lo bisa cerita apa aja ke gue? Gue abang lo," ujar Andre sambil menepuk bahu Zaidan. Lelaki itu hanya mengangguk. Setelah itu, Zaidan mulai berbicara dan menceritakan segala hal yang menyangkut hubungannya dengan Vievy. Dari awal.

Setelah selesai bercerita, Andre menghela nafasnya dan menatap langit-langit ruangan.

"Kalau gue jadi lo," pandangan Andre menerawang, "Gue nggak akan mempermasalahkan hal kayak gitu."

Zaidan melirik Andre dengan tatapan bingung. "Kenapa?"

"Menurut gue, kalau kita udah berkomitmen untuk suka atau punya perasaan sama satu orang, kita juga harus siap menerima apapun yang ada pada diri orang yang kita sukai itu. Bahasa yang lebih simpelnya, lo harus terima dia apa adanya. Yah, semacam kayak gitu lah."

"Pasti Vievy juga punya alasan, kan, kenapa dia bisa kayak gitu? Kayak, ada suatu peristiwa yang dia nggak inginkan, tapi terjadi sama dirinya. Contohnya kayak kekerasan seksual," tambah Andre.

Jujur saja, Andre, sih, tidak pernah mempermasalahkan hal seperti itu. Selagi bukan gadis itu yang menginginkan hal itu terjadi padanya, Andre akan menerima alasan apapun.

"Wah," Zaidan tak percaya akan nasehat-nasehat yang diberikan Andre, "Seorang player kayak lo bisa ngasih nasehat soal cinta juga ya, Bang?"

Andre tergelak, lalu memukul pelan punggung adiknya tersebut.

"Gue bukan player, kunyuk."

Vievy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang