"Kadang kenyataan itu datang seperti petir di siang bolong. Tidak diharapkan. Tidak diduga."
***
"Lo suka es krim nggak?"
Vievy menoleh ke arah laki-laki di sampingnya yang baru saja datang dengan membawa dua buah es krim dalam genggamannya.
"Suka-suka aja," jawab Vievy singkat. "By the way, lo ngapain duduk disini, Dan?"
Ya elah.
Okta yang duduk di hadapan Vievy langsung berdecak, "Ya mau makan bareng elo lah, Vie."
Beberapa hari belakangan Okta memang sering melihat Vievy dan Zaidan jalan berduaan. Entah itu hendak rapat OSIS, atau mau pergi ke kafe depan sekolah. Okta juga sangat excited waktu tahu kalau Zaidan menaruh hati pada Vievy dari Langit. Tapi tetap saja gadis itu tidak bisa langsung membeberkan perasaan Zaidan kepada Vievy. Tahu sendiri tabiatnya Vievy yang keras. Mungkin saja bila Okta memberitahukan hal tersebut, Vievy malah akan menjauhi Zaidan. 'Kan kasihan.
"Nggak, kok. Gue nggak mau makan disini. Gue cuma mau bagi es krim ini ke kalian, soalnya gue dapet gratisan es krim dari temen gue. Kebetulan orang pertama yang gue lihat setelah dapet es krim ini adalah kalian. So...ini buat kalian," Zaidan menyodorkan es krim tersebut ke hadapan Okta dan Vievy sambil tersenyum.
"Eh, nggak usah," tolak Vievy halus dengan menggeser es krim tersebut ke hadapan Zaidan.
Vievy paling tidak suka merepotkan orang lain. Dari dulu gadis itu selalu menolak tawaran teman-temannya dalam berbagai hal. Entah itu soal makanan atau bantuan yang lain. Karena menurut Vievy, kalau dirinya bisa mengerjakan atau membeli sesuatu sendiri, kenapa harus meminta dari orang lain?
"Vievy! Rejeki nggak boleh ditolak, tahu!" Sergah Okta jengkel.
Vievy terdiam. Iya juga. Apalagi es krim ini setahu Vievy mahal harganya. Setara dengan 1 mangkok mie ayam. Sayang, 'kan, kalau akhirnya hanya dibuang ke tong sampah oleh Zaidan. Maka gadis itu pun menarik kembali es krim yang tadi di geser olehnya.
"Maaf, Dan, bukan maksudnya nolak rejeki. Gue cuma nggak enak aja jadinya," kata Vievy tidak enak.
Zaidan tersenyum kecil, "Santai aja, Vie. Gue ikhlas kok ngasihnya." Ikhlas banget malah, Vie. Apa sih yang nggak buat lo?
Vievy tidak tahu saja. Bahwa sebenarnya Zaidan tidak mendapat es krim itu secara cuma-cuma. Zaidan membeli es krim itu dengan uangnya sendiri. Dia harus merelakan uang 20 ribunya melayang demi es krim tersebut. Hanya untuk Vievy!
"Thank's ya!" Sahut Vievy semangat. Sudut bibirnya terangkat mengukir sebuah senyuman manis. Lumayan, dapat es krim gratis setelah lelah dengan pelajaran penjaskes.
Zaidan menatap wajah Vievy lekat-lekat. Jangan tanya bagaimana perasaan Zaidan saat ini. Saking senangnya laki-laki itu sampai ingin melompat detik itu juga. Tapi tidak bisa. Zaidan harus tetap kelihatan cool di depan Vievy.
"Oh iya, Vie," sahut Zaidan teringat sesuatu. "Nanti siang pas istirahat salat dzuhur, tunggu gue di kelas ya?"
Vievy mengernyit, "Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Vievy [COMPLETED]
Teen FictionSudah bertahun-tahun Vievy hidup dibayangi dengan masa lalunya. Sembunyi dalam kepribadian juteknya yang seakan menjadi tameng. Tameng dari segala keingintahuan orang-orang tentang masa lalunya. Hidup Vievy memang tidak pernah tenang. Namun gadis it...