[13] Post-Traumatic Stress Disorder?

1.2K 58 2
                                    

"Semua pertanyaan untukku lebih baik kau simpan. Tak perlu memikirkan hal aneh yang ada dalam diriku. Lagipula, aku tak berniat menjawab pertanyaan apapun yang akan kau ajukan."

***

Kelopak mata Vievy samar-samar terbuka. Menampilkan ruangan putih dengan cahaya lampu yang lumayan terang. Gadis itu menyipit begitu sinarnya menerpa sepasang matanya. Vievy menggerakkan matanya kesana-kemari. Menangkap sosok Zaidan yang tengah tertidur di sampingnya. Kepala laki-laki itu ditaruh di atas ranjang, bertumpu pada kedua tangannya yang terlipat.

Vievy bangun. Menyenderkan punggungnya pada bantal. Otaknya masih meproses apa yang telah terjadi. Dan setelah gadis itu menyadari, sudut bibirnya langsung terbuka. Kaget.

"Kambuh?" Vievy bergumam. Tidak menyangka kalau kejadian seperti di gudang itu akan terjadi lagi. Setelah sekian lama tidak kambuh. Setelah Vievy yakin bahwa dirinya sudah benar-benar sembuh.

"Vie?"

Kepala Zaidan terangkat. Mata sayunya menatap Vievy masih dengan kilat khawatir. Buru-buru Vievy tersenyum tipis. Menunjukkan bahwa dirinya sudah tak apa-apa.

Vievy berharap, Zaidan tidak menanyakan tentang apa yang terjadi pada dirinya. Karena Vievy sendiri tidak tahu harus berkata apa. Zaidan kan tidak tahu apa-apa.

Zaidan meraih segelas air mineral dari nakas, "Minum dulu, Vie." Vievy segera menenggak minum itu hingga berkurang setengah.

"Dan, gue harus pulang. Kalo nggak, Abi sama Umi pasti nyariin," Vievy turun dari ranjang UKS untuk mengambil tasnya. Pergerakan gadis itu terburu-buru. Dan itu pasti karena ia takut ditanya-tanya oleh Zaidan.

Zaidan yang baru saja ingin melontarkan pertanyaan jadi mengurungkan niatnya untuk bertanya. Mungkin Vievy belum mau cerita, batinnya. Sebisa mungkin Zaidan berusaha untuk mengerti gadis itu dan segala rahasianya.

"Gue antar, ya?" Tawar Zaidan sebelum Vievy keluar.

"Rumah kita nggak searah. Lagipula kalo Abi sama Umi liat bisa berabe urusannya," Vievy terkekeh pelan.

"Oke, hati-hati ya? Kalo ada yang mencurigakan, telpon gue ya, Vie?"

Vievy mengangguk sambil tersenyum, "Tenang aja. Gue ini jago karate."

Zaidan mengangguk. Percaya bahwa gadis itu akan baik-baik saja. Vievy itu kan tangguh.

"Kalo gitu gue beresin berkas-berkas dulu, ya!" Zaidan pamit seraya melambaikan tangannya pada Vievy. Tepat saat mereka sudah sampai di pertigaan koridor sekolah.

"Iya."

Dan Zaidan pergi dengan segudang pertanyaan yang muncul di otaknya. Walaupun laki-laki itu memilih diam dan tidak bertanya, tetap saja Zaidan memikirkan. Ini menyangkut Vievy, gadis yang telah membuat dirinya jatuh hati.

***

Zaidan memasuki rumahnya masih dengan kepalanya yang berat karena membawa pertanyaan-pertanyaan yang menggerogoti tenaganya. Laki-laki itu langsung disambut oleh Andreas, kakaknya.

 Laki-laki itu langsung disambut oleh Andreas, kakaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Vievy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang