[20] Goodbye, School

560 56 22
                                    

"Orangtua lo udah dateng, Vie?" Tanya Sherin, ketika jam istirahat tiba. Pertanyaan itu didengar oleh seluruh isi kelas 10 MIA 3, kecuali Adine dan temannya, Dinda. Mereka memilih kabur ke kantin untuk merayakan hari yang telah mereka nanti-nanti.

Teman-teman lainnya langsung menoleh ke arah Vievy. Memusatkan pandangan mereka pada gadis yang tengah menunduk dan tidak bergeming itu.

Khawatir. Pasti. Sebagai teman sekelas yang prihatin pada salah satu temannya yang sedang berada di ambang jurang. Namun mereka tidak bisa melakukan apapun untuk mencegah rapat komite disiplin itu.

Vievy menggerakkan wajahnya menatap Sherin yang duduk di bangku depannya.

"Udah. Rapatnya udah dimulai."

Sherin langsung memberi tatapan sendunya, kasihan melihat Vievy. Okta hanya bisa memeluk tubuh Vievy dengan erat. Seakan tak rela melepaskan sahabat satu-satunya itu.

Raka, sang ketua kelas berdeham, lalu mengeluarkan suaranya untuk menghibur gadis itu, "Tenang aja, Vie, nggak akan terjadi apa-apa, kok."

"Iya, santai aja, Vie. Nggak usah tegang," beberapa anak lelaki lain menyahuti ucapan sang ketua tersebut.

Ah, hati Vievy menghangat. Sejak kapan kelas 10 MIA 3 jadi kompak begini? Rasanya, Vievy jadi semakin tidak tega jika ia harus meninggalkan kelas yang sudah menjadi rumah keduanya selama 6 bulan ini.

"Kita tau lo nggak salah kok, Vie, jadi jangan pernah putus asa, ya!" Kata Tiffany dari meja barisan depan. Vievy menoleh padanya dan memberi senyuman tipis. Untuk saat ini, Vievy nggak kuat tersenyum lebar. Itu hanya akan membuatnya mengeluarkan air mata.

Sementara, Karina dan anak perempuan yang masih sewot dengan Vievy hanya diam saja. Tapi, dalam hati mereka, ada rasa kehilangan yang sesak waktu mengetahui Vievy bisa saja dikeluarkan dari sekolah.

Rachel, gadis blasteran sahabat Adine pun merasa bersalah dengan keadaan Vievy sekarang. Ia merasa menyesal tidak pernah mencegah Adine untuk tidak bertindak konyol seperti yang kemarin-kemarin.

"Gue harap Vievy nggak dikeluarin, Bi," celetuk Davi tiba-tiba. Yang membuat perhatian Abi teralih kepada lelaki disebelahnya itu. "Vievy tuh anaknya asik kalo diajak diskusi. Makanya gue suka kalo kita sekelompok sama dia."

"Bener, gua ngerasa ini juga nggak adil, sih. Lagipula bukan dia yang mau jadi nggak virgin, kan? Tapi emang dia dilecehin," Riza yang duduk di belakang jadi ikut nimbrung untuk mengutarakan pendapatnya.

Benar. Abi juga sangat tidak rela jika Vievy dikeluarkan. Memikirkannya saja sudah membuat kepala Abi nyut-nyutan. Apalagi jika hal itu benar-benar terjadi.

Suasana tegang dalam kelas 10 MIA 3 pun tak dapat dicegah oleh siapapun. Masing-masing memikirkan bagaimana nantinya jika benar-benar kehilangan teman sekelasnya yang jutek itu hanya karena isu-isu yang menyebar.

***

Malam itu. Malam ketika Vievy memberi orangtuanya surat panggilan. Ketika Genta sudah berhasil menenangkan Vievy di dalam kamarnya. Vievy pikir penderitaannya sudah berakhir. Maksudnya, ia tidak akan dimarahi lagi sama orangtuanya karena sudah larut malam.

Ternyata salah.

Jam 11:11 malam, Fadlan dan Mayra, orangtua Vievy, mendatangi kamar anak gadisnya dengan wajah menahan amarah.

"Abi udah capek-capek ngeluarin duit buat sekolah kamu, buat keperluan kamu, tapi apa balasan kamu, Novia? Abi cuma minta kamu jaga rahasia kamu itu, tapi kenapa jaga rahasia aja kamu nggak becus?!" Fadlan melampiaskan kemarahannya. Kecewa sekali dengan Vievy.

Vievy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang