Vievy membuka matanya perlahan. Gadis itu diam sambil menatap sekeliling, membiarkan nyawanya berkumpul hingga tuntas. Setelah itu barulah ia bangun dari tidurnya seraya meregangkan tubuhnya. Di sampingnya ada Adine yang sedang mengecek ponselnya sambil tiduran membelakangi Vievy. Namun pergerakan Vievy yang lumayan heboh membuat Adine jadi menoleh ke arahnya.
"Morning!" Sahut Adine lalu ikut bangkit dari posisinya. Ia meletakkan ponselnya ke atas nakas di samping tempat tidur. "Gue mau keluar dulu ya, Vie. Buruan mandi biar kita sarapan bareng-bareng."
Vievy mengangguk lalu segera bangkit menuju kamar mandi. Kebiasaan gadis itu adalah berlama-lama di dalam kamar mandi. Maklum, banyak yang harus ia lakukan. Bahkan ia melakukan skincare routinenya di kamar mandi.
Setelah keluar dari kamar mandi dengan berpakaian simple, Vievy berjalan keluar kamar, tak lupa ia membawa ponsel di genggamannya.
Ternyata di luar kamar, sudah berdiri Abi yang sedang bersandar di dinding sambil memainkan game online yang ada di ponselnya. Vievy menyapa dengan canggung, namun Abi hanya membalasnya dengan gumaman kecil lalu segera berjalan keluar dari homestay. Lelaki itu masih fokus dengan ponselnya.
Vievy menghela napas jengah, "Kenapa lo sih yang nungguin gue?"
Abi jadi mengernyit, lalu ketika game yang ia mainkan sudah menampilkan kata 'DEFEAT' lelaki itu langsung mematikan layar ponselnya dan menatap Vievy malas. "Lo maunya siapa? Zaidan? Dia udah duluan. Emang kenapa sih, nggak bersyukur amat ditungguin gue?"
Vievy menunduk kaku, memperhatikan jalanan yang ia lewati dengan amarah yang ia pendam dalam hati. Bukan ini yang ia mau. Bertengkar dan bersikap dingin pada Abi. Padahal selama ini mereka berdua selalu bisa mengatasi segala permasalahan yang terjadi di antara mereka dengan cepat dan mudah.
"Gue minta maaf," ucap Vievy pelan, masih dengan wajah menunduk. Namun tiba-tiba Abi menarik lengannya dan membuat tubuh Vievy jadi tersingkir dari tengah jalan. Vievy mendongak, menatap orang yang baru saja melewatinya dengan tampang kesal. Orang itu sempat menyerukan kepada Vievy untuk melihat ke depan ketika berjalan. Huh, Vievy kenapa sih?
"Makanya jalan tuh ya, liat ke depan juga jangan nunduk mulu! Lo lagi ngapain emang? Nyari koin?" Abi menggenggam jemari Vievy dan melanjutkan langkah kakinya. Membuat Vievy jadi tergesa-gesa menyamakan langkah kaki lelaki tersebut yang panjang.
"Lo marah-marah mulu sih, Bi? Punya dendam lo sama gue?" Tuding Vievy akhirnya. Sudah lelah gadis itu dengan pertengkaran konyol yang terjadi antara dirinya dan Abi.
"Iya. Dendam gue sama lo yang nggak ngehargain usaha gue," jelas Abi singkat, tanpa menoleh sedikit pun pada Vievy. Lelaki itu tak mau menatap sorot mata Vievy yang selalu bisa membuatnya luluh. Hatinya belum cukup kuat untuk menghadapi kenyataan bahwa Vievy telah memilih lelaki lain untuk mengisi relung hatinya.
"Jelasin coba, Bi, yang detail. Gue nggak ngerti kalau lo ngomong setengah-setengah!"
Vievy menarik jemarinya dari genggaman Abi setelah keduanya tiba restoran penginapan. Okta, Adine, Zaidan, dan Langit sudah duduk di tempat duduk yang memiliki meja bundar dan enam kursi. Sangat pas untuk jumlah mereka.
Vievy menempati kursi di sebelah Okta dan Zaidan yang masih kosong sementara Abi duduk di samping Adine dan Langit. Ternyata belum ada dari mereka yang menyantap makanannya. Vievy jadi merasa tidak enak karena membuat mereka menunggu terlalu lama.
Menu sarapan pagi ini adalah nasi goreng komplit dengan acar dan kerupuk di atasnya. Setelah membaca doa, Vievy pun segera menyantap makanannya. Begitu juga dengan yang lain, masing-masing dari mereka sibuk menghabisi makanannya untuk mengisi tenaga. Karena sehabis ini mereka akan snorkling di perairan Kepulauan Seribu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vievy [COMPLETED]
Teen FictionSudah bertahun-tahun Vievy hidup dibayangi dengan masa lalunya. Sembunyi dalam kepribadian juteknya yang seakan menjadi tameng. Tameng dari segala keingintahuan orang-orang tentang masa lalunya. Hidup Vievy memang tidak pernah tenang. Namun gadis it...