Zaidan: vie, mau nonton gak?
Pagi-pagi begini Vievy sudah disambut oleh pesan singkat dari Zaidan yang membuat jantung gadis itu langsung deg-degan tak karuan.
Vievy yang tadinya hanya melirik dengan kedua mata sipit ke layar ponsel otomatis jadi membelalakkan matanya bulat-bulat. Bahkan dari tadi gadis itu belum sempat beranjak dari kasurnya, namun ia sudah mendapat ajakan pergi dari Zaidan. Mimpi apa Vievy semalam?
Rasanya baru kemarin Vievy jantungan karena perdamaian yang ditawarkan Adine padanya. Sekarang jantungnya kembali berdetak tidak karuan karena ajakan Zaidan. Vievy hanya berharap ia tidak berakhir punya penyakit jantung ketika sudah lanjut usia.
Pandangan Vievy kembali mengarah pada layar ponselnya. Gadis itu masih enggan membalas pesan Zaidan tersebut. Ia masih memikirkan kata-kata apa yang tepat untuk menjawab ajakan Zaidan. Apa perlu Vievy tolak saja? Tapi, Vievy tidak setega itu terhadap Zaidan.
Tak lama kemudian, panggilan masuk muncul di layar ponsel Vievy. Tertera nama Zaidan dengan jelas pada layar yang membuat Vievy refleks melempar ponselnya ke sembarang tempat walau ponsel tersebut masih terjatuh di atas kasurnya.
Buset dah, kaget gue huhu main telpon-telpon aja, gue kan belum mandi!
Vievy lalu beranjak untuk meraih ponselnya, merasa kasihan jika teleponnya ia abaikan begitu saja. Tapi baru saja gadis itu akan menekan tombol hijau untuk mengangkat telepon dari Zaidan, panggilan itu lebih dahulu berakhir sebelum Vievy sempat mengangkatnya. Gadis itu jadi merasa bersalah. Akhirnya ia memberanikan diri untuk menelepon kembali Zaidan.
"Ha-halo, Dan," sapa Vievy gugup, "Ada apa?"
"Lo udah baca LINE gue kan, Vie? Kok nggak langsung dibales? Kenapa? Jadi gimana? Mau-"
"Mau! Mau kok!" Potong Vievy segera. Sedetik kemudian ia merutuki dirinya sendiri. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, seolah tak sadar dengan apa yang baru saja ia katakan. Kenapa rasanya jadi dirinya yang antusias dengan ajakan Zaidan?
Bodoh, emang. Murahan banget sih lo, Vievy.
"Emang mau apa hayo?" Tanya Zaidan di sebrang sana. Nadanya terdengar seperti meledek Vievy.
"Ma-mau nonton, kan?" Jawab Vievy panik. Eh, bener kan, ya Zaidan ngajak nonton? Gue nggak salah baca, kan?
"Dih, emang iya? Kok gue baru tau kita mau nonton?" Terdengar suara kekehan Zaidan di sebrang sana. Wah, Bercanda nih anak.
Vievy memejamkan matanya. Gadis itu sudah memeluk bantalnya dan menggigitnya karena tak mampu menyembunyikan rasa malunya.
"Vie, kok diem aja? Ini bener kita mau nonton? Lo ngajak gue nih?"
Tahan, Vie. Stay cool. Ini kalau yang ngomong seperti itu adalah Abi, anak itu bakal habis Vievy jadiin daging cincang kali. Tapi, wake up, ini Zaidan. Vievy tidak mau—atau lebih tepatnya masih jaim untuk mengeluarkan sifat aslinya yang seperti singa betina yang berburu mangsa.
"Vievy kok telpon gue didiemin aja? Lo kan nelpon gue pake pulsa Vie, nggak sayang sama pulsanya?"
Vievy jadi mendengus kasar, "Ih, Dan, lo yang serius dong! Biarin aja gue punya banyak pulsa kok, sekali-kali dibuang gapapa! Kenapa lo ngurusin gue banget, hah? Beneran mau nonton nggak? Kalau nggak gue mau lanjut tidur!"
Sekalian saja Vievy cecar. Vievy sangat tahu Zaidan lemah terhadap gertakannya. Alhasil gadis itu mengeluarkan senjata yang ia miliki untuk membalas candaan Zaidan. Vievy tertawa geli sambil menghitung dalam hati reaksi yang akan diberikan Zaidan. Satu... Dua... Ti-
KAMU SEDANG MEMBACA
Vievy [COMPLETED]
Teen FictionSudah bertahun-tahun Vievy hidup dibayangi dengan masa lalunya. Sembunyi dalam kepribadian juteknya yang seakan menjadi tameng. Tameng dari segala keingintahuan orang-orang tentang masa lalunya. Hidup Vievy memang tidak pernah tenang. Namun gadis it...