[18] Execute

938 63 17
                                    

Menyenangkan sekali melihat mereka yang tertawa lepas seakan tak ada beban. Sementara disini aku terperangkap dalam kesialan yang tak berujung.”

***

Vievy sedang bermain dengan Milo—kucing angora milik Okta—ketika ponselnya berdering menandakan panggilan masuk. Dengan segera gadis itu menggeser layar ponselnya dan mengangkat telpon tersebut.

"Halo?"

"Ini benar nomor Novia Revi Azzani?"

Suara dari sebrang sana terdengar seperti wanita separuh baya. Namun Vievy tidak kenal suara siapa itu. Rasanya seperti sering mendengar suara tersebut. Namun Vievy tidak kenal suara siapa itu.

"Ya, saya sendiri. Maaf ini siapa?" Tanyanya hati-hati.

Vievy melihat Okta datang dari kamarnya dan menanyakan dengan isyarat mata siapa yang menelponnya. Vievy hanya menggelengkan kepalanya. Karena penasaran, akhirnya Okta ikut duduk di sofa ruang tamu rumahnya dan mendekatkan telinganya ke ponsel Vievy.

"Ini saya, Bu Kade. Pertama-tama, saya minta maaf kalau mengganggu waktu kamu, Vievy. Tapi saya harus segera membicarakan hal ini kepada kamu. Saya sudah tau masalah yang sedang kamu hadapi. Adine mengadu pada saya. Nah, sekarang ini berita tentang kamu sudah tersebar kemana-mana. Ke guru, staff TU, sampai kepala sekolah—"

"A-apa, Bu?" Vievy tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Siapapun, tolong Vievy untuk melenyapkan dirinya sekarang juga!

"Semua guru dan kepala sekolah sudah memutuskan untuk mengadakan rapat komite disiplin untuk kamu, Vievy. Maafkan saya tidak bisa mencegahnya" suara Bu Kade tertahan, seperti ingin menangis, "Karena kalau sudah diadakan rapat itu, status kamu sebagai siswa sekolah kami bisa terancam."

Rasanya jantung Vievy seperti lepas dari tempatnya. Vievy lemas. Tidak bisa berkata apa-apa lagi. Gadis itu terlalu capek untuk menangis. Air matanya sudah habis untuk menangisi kehidulan sial ini.

Vievy memberikan ponselnya pada Okta. Ia tidak mau lanjut mendengarkan. Biar Okta saja. Vievy tidak kuat lagi.

Setelah berbincang-bincang dengan Bu Kade, Okta menutup telpon tersebut dan melemparkan ponsel Vievy ke sofa. Okta jengah.

"Adine manusia apa sih sebenernya? Gue benci banget deh Vie, ngerusak hidup orang mulu hobinya!" Omel Okta entah pada siapa. Karena Vievy sudah terlelap di atas sofa. Okta mendekati sahabatnya itu, wajahnya sembab. Kasian. Okta pun mengambil selimut dari kamarnya dan memakaikannya di atas tubuh Vievy. Okta memandangi Vievy dengan tatapan sendunya.

"Maaf Vie, gue belum bisa jadi sahabat yang baik."

***

Hari ini, Vievy gloomy banget. Seragam sekolah lusuh. Nilai tugas pas KKM. Materi pelajaran tidak ada yang masuk ke otak. Rasanya Vievy kayak terjebak di hutan antah-berantah. Tidak, tidak. Vievy bahkan lebih memilih untuk terjebak di hutan saja daripada harus terjebak dalam masalah seperti ini.

Sebentar lagi orangtua Vievy pasti tahu. Bahwa rahasia anaknya sudah terbongkar. Sebentar lagi pasti Vievy dimarahi habis-habisan. Apalagi oleh ibunya. Sebentar lagi pasti Adine bakal tertawa puas, melihat rival satu-satunya terpuruk di ujung jurang yang teramat dalam. Lengkap sudah. Vievy merasa seperti akan dieksekusi mati. Namun, ia tidak tahu, dosa apa yang ia perbuat sampai harus dieksekusi.

Vievy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang