6. Cruel

63.8K 4.4K 45
                                    

Bel istirahat berbunyi, baru hari ini Kevin merasa sangat lapar. Ia terpaksa keluar kelas untuk membeli roti agar setidaknya perut ini tak usah meronta-ronta lagi.

"Kinar, gue ke kantin bentar ya mau beli roti. Ntar gue balik lagi." Ucap Kevin sambil menekan perutnya yang lapar. Perut ini sukses membuat pelajaran Fisika tak bisa masuk ke dalam otak.

Kinar mengangguk, lagi pula kenapa Kevin selalu saja meminta izin padanya jika ingin pergi? Toh Kinar tidak apa-apa, tak ada yang akan terjadi pada dirinya, dan Kinar bukan siapa-siapa.

Dia tak butuh ksatria atau Pangeran yang selalu menjaganya. Ia sudah dewasa, tapi Kevin selalu saja bertindak berlebihan. Kevin seakan tahu kalau tubuh Kinar yang rapuh harus selalu dijaga.

Kevin melangkah cepat menuju kantin sekolah, padahal hanya membeli roti, tapi antrian terlihat panjang sekali. Belum lagi banyak gadis-gadis yang menyapa Kevin sambil mengajak untuk makan bersama, membuat Kevin kesulitan untuk keluar dari kantin. Kantin ini terlalu ramai dan panas seperti neraka. Keringat tak henti-hentinya menetes dari kening Kevin. Kevin menghela nafasnya panjang.

~~~

Kevin bersyukur bisa keluar dari 'neraka' itu. Seragam sekolahnya kini basah karena keringat, ia harus cepat masuk ke kelas untuk menikmati kipas angin. Kevin naik ke lantai 2 dengan langkah kaki yang gontai, energinya ia habiskan untuk berperang dengan pengapnya udara di kantin.

Kaki panjang Kevin terasa begitu pegal seakan-akan memberi sinyal agar ia harus cepat duduk di kelas. Baru kali ini ia merasa kapok pergi ke kantin. Padahal, dulu kantin adalah surganya, kenapa sekarang ia malah membenci kantin? Kevin masuk ke dalam kelas yang masih terlihat sepi karena sebagian besar teman-temannya masih berada di dalam kantin.

Kinar tak ada di tempat duduknya, kemana dia? Pikir Kevin khawatir. Gadis itu selalu saja membuat orang khawatir. Ia selalu saja menghilang kemudian kembali lagi. Tapi, entah mengapa kali ini Kevin merasa ada sesuatu yang tidak beres, ia takut terjadi sesuatu pada Kinar. Mungkin kalau jam belajar udah mulai, dia balik lagi, pikir Kevin.

Sebelumnya, Kinar sering menghilang seperti ini dan akan kembali saat bel berbunyi. Kevin tak perlu terlalu mengkhawatirkan gadis itu, Kinar bisa menjaga dirinya sendiri.

~~~

Bel sekolah berbunyi, seluruh siswa sudah bersiap-siap untuk bisa pulang ke rumah masing-masing. Bel ini seakan bertanda kabar baik dari seluruh siswa yang lelah karena sudah beraktivitas hampir seharian penuh. Bagi Kevin, bel ini tak lagi menjadi pertanda kebaikan, bel ini malah terdengar seperti kabar buruk. Sejak istirahat tadi, Kinar tak kunjung kembali ke kelas. Kevin menjadi sangat khawatir.

Harusnya ia membolos saja tadi untuk mencari Kinar. Tapi, Pak Jamal, guru Fisika ter-killer-nya sudah terlanjur masuk. Bahkan Kevin yang meminta izin ke toilet pun tak diizinkan karna Pak Jamal tahu ini hanya alasan untuk membolos.

"Lex lo liat Kinar gak?" Tanya Kevin pada Alex yang hendak keluar dari kelas.

Langkah kaki Alex terhenti tiba-tiba, dia menoleh kebelakang, menatap Kevin dengan tatapan aneh, seakan-akan berkata 'lo udah gila?'

"Kenapa? Lo liat gak?" Tanya Kevin lagi bingung melihat reaksi aneh yang Alex tampilkan.

"Lo kayaknya harus ke psikiater deh." Ucap Alex menepuk bahu Kevin.

Bukannya menjawab, Alex malah berkata seperti itu seakan-akan Kevin benar-benar sudah gila. Kenapa teman-temannya selalu menatap dirinya aneh saat menyebut nama 'Kinar'? Mereka berkata seperti itu seakan tahu bahwa Kevin sudah mengetahui apapun tentang sekolah ini. Padahal tak ada satu orang pun yang memberitahu Kevin. Bagaimana caranya ia mengerti apa yang mereka katakan?

Love Without WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang