7. Hallucination?

64.4K 4.4K 261
                                    

"Lo mau kemana?" Tanya Kevin melihat Kinar yang beranjak dari tempat duduknya.

Kinar tak menjawab, ia terus melangkah keluar kelas, sementara Kevin menyusulnya dari belakang. Kinar melangkah lambat menuju ke lantai 1. Kevin tak ingin kehilangan Kinar seperti kemarin, ia harus mengikuti Kinar kemanapun gadis itu pergi.

Kinar melangkah masuk menuju perpustakaan sekolah yang terbilang luas dengan banyak buku tersusun rapi di raknya yang tinggi, Kevin mengikuti langkah kaki Kinar. Kinar melangkah menuju rak buku Biologi, mencari buku yang ingin ia baca.

Kevin memandangi wajah pucat Kinar yang terlihat cantik terpapar sinar matahari yang masuk dari jendela perpustakaan. Kinar menyisipkan rambutnya dibelakang telinga. Mata bulatnya masih sibuk menyusuri setiap buku yang tersusun rapi di rak buku perpustakaan.

Kevin sering sekali melihat Kinar membaca buku Biologi, sepertinya gadis itu sangat tertarik dengan semua hal berbau Biologi. Tubuh mungil Kinar mencoba menjangkau sebuah buku yang terletak di rak tertinggi, ia berjinjit, tapi tangannya tetap tak bisa menjangkau buku itu.

"Sini gue ambilin." Ucap Kevin menjangkau buku yang ingin Kinar ambil.

"Yang ini kan?" Tanya Kevin sambil memberikan buku Biologi yang membahas tentang syaraf pada Kinar. Kinar tersenyum, kemudian mengangguk. Kinar duduk dilantai perpustakaan sambil menyandarkan tubuhnya di dinding. Kevin ikut duduk disampingnya.

Kevin selalu senang duduk disamping Kinar yang sedang sibuk membaca buku, entahlah wajah serius Kinar selalu saja menarik perhatiannya. Lembaran demi lembaran buku sudah berhasil Kinar baca dengan mulut tertutup rapat. Dari dulu, Kevin ingin sekali mendengar Kinar berbicara. Tapi Kevin cukup bersyukur karna setidaknya ia pernah mendengar suara tawa Kinar yang merdu.

"Kinar, gue kok gak pernah ngeliat orangtua lo? Mereka ke luar kota ya?" Tanya Kevin tiba-tiba.

Di rumah Kinar bahkan tak ada satu foto pun yang menggambarkan wajah orangtua Kinar. Gadis ini semakin misterius.

Kinar terkejut mendengar pertanyaan yang tiba-tiba terlontar dari mulut Kevin. Kinar terdiam, ia tidak mengangguk atapun menggeleng. Ia malah berusaha pura-pura tidak mendengar ucapan Kevin.

Kinar menggigit bibir bawahnya.

Bel berbunyi.

Kevin seharusnya tak banyak berharap mengenai jawaban dari pertanyaan itu. Karna ia tahu, sampai kapan pun Kinar akan tutup mulut. Tapi bila memang Kinar berniat menjawab, setidaknya ia bisa menuliskan sesuatu di kertas. Seperti yang ia lakukan jika ingin berkomunikasi dengan Kevin. Tapi itu sangat jarang.

"Yaudah, ayo kita ke kelas." Ajak Kevin sambil tersenyum lembut.

Kevin hanya bisa berharap bahwa waktu akan menguaknya.

~~~

Walaupun waktu istirahat selalu dihabiskan dengan berbicara sendiri, itu semua tak masalah bagi Kevin. Ia tahu, walaupun Kinar tak bisa merespon apa pun dan hanya bisa mendengar semua cerita Kevin, itu sudah lebih dari cukup.

Menurut orang, berbicara tanpa respon dari orang yang diajak bicara akan sangat membosankan dan membuat kesal, tapi bagi Kevin tidak. Kevin merasa seakan dirinya sedang curhat dengan boneka cantik yang akan selalu bungkam, tak akan membongkar rahasianya.

Terkadang, bila sudah lelah, Kevin akan diam sambil menatap wajah Kinar yang tenang setenang permukaan danau. Saat ini Kinar tengah sibuk menulis sesuatu di buku hariannya. Buku harian itu tampak sederhana, sampulnya berwarna biru polos, berukuran tak terlalu besar. Kerena penasaran, Kevin mencoba mengintip apa yang ditulis gadis itu.

Love Without WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang