33. Come Back

42.7K 3K 64
                                    

Kevin membaca buku Kimia nya serius, Alex tampak bermain game di atas kasur rumah sakitnya.

"Lex lo sampai kapan di sini," ujar Kevin sambil menutup bukunya. Ia lelah membaca buku. Padahal baru sejam ia berkutat dengan buku.

"Kalau bisa sampai lulus sih," ucap Alex asal. Matanya masih menatap serius layar kaca handphone.

"Keenakan libur ya, kagak ikut tryout," ujar Kevin terkekeh. Bahkan sebenarnya, Kevin juga tak ikut tryout.

Surat untuk orangtua terus saja berdatangan pada Kevin karna dirinya yang mulai sering membolos seperti dulu. Dengan santai ia berikan pada Neneknya. Tentu saja setiap hari Neneknya mengomel, tetap saja tak ia hiraukan. Ia malas bila harus rajin ke sekolah, tak ada penyemangat.

"Lo juga ikut-ikut bolos. Bego," tandas Alex cepat.

Kevin hanya nyengir lebar.

Tak lama kemudian pintu diketuk.

"Bukain Vin," ujar Alex. Mungkin Tiara telah pulang dari tryout.

Kevin mengangguk kemudian melangkah pasti membuka pintu kamar rumah sakit ini. Ia sedikit terkejut melihat seseorang yang saat ini berdiri di depan pintu.

Laki-laki separuh baya yang mirip sekali dengan Alex. Kulitnya putih bersih, matanya sipit. Mirip sekali.

Kevin mundur beberapa langkah, ia dapat menebak siapa orang ini.

Sebenarnya ia agak ragu untuk mempersilakan laki-laki berumur empat puluhan itu masuk. Ia tahu pasti bahwa Alex tak akan suka. Tapi, ia tak berhak melakukan apapun. Ia tak berhak mengusir laki-laki itu. Lagipula, dirinya siapa?

"Siapa Vin?" ucap Alex masih berkutat dengan handphone-nya.

Laki-laki itu melangkah masuk. Kevin tersenyum ramah.

Alex menoleh ke arah laki-laki itu. Rahangnya mengeras. Ia membuang muka.

"Pergi," ucap Alex dingin.

Seperti dugaan Kevin, Alex tak akan suka. Wajah Alex benar-benar terlihat geram. Kevin hanya diam tak bisa melakukan apapun.

Laki-laki itu seakan tak peduli dengan ucapan Alex. Ia kemudian melangkah mendekati Alex, berusaha menggenggam erat tangan milik anak semata wayangnya yang begitu ia cintai. Sayang, anaknya malah sebaliknya.

Alex menghempaskan tangan itu kasar.

"Papa cuma pingin liat kamu, Nak," ujar laki-laki itu lirih. Wajahnya terlihat begitu khawatir. Entah apa yang membuat Alex begitu membenci Ayahnya ini.

"Papa? Siapa? Anda bukan Ayah saya. Maaf," ujarnya masih membuang muka tak peduli.

"Vin, kok lo buka pintu sembarangan sih? Jangan terima tamu sembarangan," ucap Alex dingin.

"Alex..." panggil Ayahnya lirih.

"Keluar."

"Lex, Papa minta maaf."

"Keluar, tolong..." ujar Alex yang lirih, ia memang tak menatap langsung Ayahnya, namun ia meneteskan air matanya. Bukan air mata sedih, namun air mata kebencian.

Laki-laki paruh baya itu menghela nafasnya panjangnya. Ia menunduk kemudian akhirnya melangkah pergi dalam kebungkaman. Ia tak tahu kapan anaknya itu akan memaafkan kesalahannya. Ia hanya bisa terus berusaha dan berdoa.

Alex bungkam. Namun, air matanya menetes deras tanpa suara.

Kevin hanya diam membungkam tak tahu harus bagaimana. Ia tak mungkin menanyakan apapun di saat seperti ini.

Love Without WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang