Sel Basemen Mewah

325 18 13
                                    

"Lihat sisi baiknya, ruangan ini cukup besar untukmu, ada kamar mandi pribadi. Aku sudah menyediakan yang senyaman mungkin untuk kau tempati, ada jendela ventilasi disana, cahaya matahari bisa masuk dan kau bisa memandang pemandangan hijau luas dari sana, Itu dari belakang Mansion ini, lahan pribadi milik kita yang dipagari mengelilingi ratusan hektar lahan. Kalaupun kau berteriak tak akan ada yang mendengarmu."

"Aku sudah dikurung dengan teralis besi di basemen ini. Tapi kenapa kau perlu merantai kakiku, hah?"
Tara mengguncang-guncang kakinya memperlihatkan itu kepadaku.

"Kalau aku masuk kedalam untuk membersihkan ruangan ini, aku akan memastikan kau tetap disudut sana agar tak menyerangku. Aku bisa melumbar dan menariknya dengan katrol ini."
Aku menunjuk sebuah katrol dilangit-langit,  semua sudah kusiapkan.

"Tapi, ini tidak bagus untuk kakiku yang cantik, ini akan menghambat sirkulasi darah, tidak baik untuk penunggang kuda."

"Untuk saat ini aku tak bisa mentoleransi itu."

"Oh Lexi... ini sungguh mengerikan." Tara mulai bilut dan menangis. "Aku harus berlatih, aku ada target kompetisi olahraga tingkat provinsi. Aku tidak mau menumpuk lemak disini, aku harus berlatih!"

"Kau bisa berlatih disini, lihat? ruangan ini cukup luas, kau bisa berlari mengitari ruangan ini dan gerakan lainnya. Aku menyediakan kuda disana agar kau bisa berlatih."

Tentu saja yang kumaksud bukan kuda hidup sungguhan, itu adalah semacam kuda-kudaan dari kayu yang bergerak seperti kursi goyang. Tapi ukurannya lebih besar dari kuda-kudaan yang sering dipakai oleh anak-anak pada umumnya.

Tara hanya memandangi kuda kayu itu dengan sedih, lalu memberiku lirikan, "Kau sungguh tolol saudari..." gumamnya.
Mengerikan juga melihat Tara dengan potongan rambut seperti itu. Aku seperti melihat diriku sendiri dalam diri yang bertolak belakang. Karena dia sangat mirip denganku dengan potongan rambut yang sama.

"Kau tidak akan bisa pura-pura jadi diriku. Sifat kita sangat bertolak belakang." katanya.

Aku menjawab, "Secara teknis, aku adalah Tara Roxette. Kematian Lexi Roxette sudah dikonfirmasi yang berwenang, bahkan batu nisannya sudah terukir dimakam dekat orangtua kita."

"Rambutmu masih kurang panjang. Rambutku jatuh mengalir melewati pinggul, sedang wig yang kau buat hanya sebatas pinggang."

Tentu panjangnya berkurang sedikit ketika sebuah rambut dirangkai menjadi wig jaring. "Tak akan ada yang memperhatikan, lagipula aku tinggal bilang kalau aku memotongnya sedikit. Soal perangai, tidak masalah. Semua bukti begitu jelas bahwa aku sudah mati dan aku sekarang adalah Tara bagaimanapun sifatku."

"Kau tak kenal teman-temanku, dan kau bukan atlet. Kau tak bisa memanah, main kriket, Polo, bela diri Anggar, dan lain-lain."

"Tak masalah, aku tak akan aktif dalam kegiatan olahraga lagi dengan alasan sibuk mengurus perusahaan kita. Tak akan ada yang keberatan."

"--Perusahaanku! itu miliku! milik Tara Roxette," Bentak Tara sambil mengguncang jeruji didepan hidungnya.

"Memang milikmu." kataku. "Secara Resmi aku adalah Tara Roxette; Lexi Roxette sudah mati ingat?"

"Jangan, Lexi. Kau tak tahu bagaimana menjadi diriku." pintanya.

"Dan kau tak tahu bagaimana mengurus bisnis Roxette."

Setelah jeda, aku menambahkan. "Tenang, aku tak akan melakukan hal yang buruk, malah sebaliknya Tara Roxette akan menjadi penerus perusahaan Roxette yang terpandang."

Tara menyeka air mata kemarahannya dengan lengan piyama yang belum digantinya. "Aku tidak mau dikurung disini."

"Oke, dengar... aku akan berusaha memberikan apapun yang kau inginkan disini. Kau tinggal bilang saja, aku akan melayanimu langsung. Kau boleh minta fasilitas apa saja. Aku akan membuatmu senyaman mungkin, dan aku akan terus mengabarkan perkembangan dunia luar dan aku akan menceritakan setiap momen jika aku bertemu dengan teman-temanmu." kataku.

Dia mendongak kearahku, "Um, aku ingin ada pesta minum teh setiap sabtu disini. Aku ingin mengundang, Johnny, Stu, Meryl, dan Paul... oh tidak, Paul menyebalkan, mungkin Arianna saja, dia memujiku bulan lalu."

Aku memberikannya eskpresi bosan, "Kau tidak bisa menemui siapa-siapa selain aku tahu."

"Baik, kalau begitu Arianna saja."

"Tidak, tidak, tidak." aku menggeleng tiga kali.

"Ya sudah, Happo saja. Dia gadis kulit hitam, tapi sangat pelupa. Dia bahkan tidak akan ingat pernah minum teh denganku setiap minggu."

"Tiiii--dak." jawabku dengan dramatis.

"Tapi Happo sangat baik. Dia mengelola yayasan amal untuk yatim piatu... dia sempat menawarkan bantuan pangan padaku saat tahu kalau orangtua kita meninggal... ya, meski dia tahu kita sangat kaya dan tidak butuh bantuan. Jadi, aku menolaknya."

"Tara, apa kau tidak mengerti? semua sudah menganggap aku mati dan mulai sekarang aku adalah Tara Roxette."

Aku mendengar giginya gemeretak, dia menatapku tajam sambil duduk bersila dilantai. "Aku tidak akan pernah memaafkanmu Lexi, untuk setiap detik."

Aku hanya menghela nafas, dan memunguti pecahan perkakas makan keramik keatas baki. Aku masih harus membersihkan sisanya,
"Kau mau minta sarapan apa?" tanyaku.

"Aku tidak sudi makan apapun yang berasal darimu! aku akan mogok makan."
kemudian dia beringsut memunggungiku sambil melipat tangan didada.
"Aku akan makan angin, cahaya matahari, dan minum air bak mandi saja jika memang harus."

"Hm, jadi kau bisa berfotosintesis? seperti tanaman?"

Akhirnya aku tetap kembali membawakan semangkuk bubur Oat dengan buah-buahan berry segar dan roti isi untuknya. Kutinggalkan dikolong jeruji dilantai entah dia mau atau tidak memakannya.

Sekilas tanpa perhatian khusus aku melewati pantulan cermin dari kuningan Jam dinding diruangan depan. Aku benar-benar terlihat berbeda--maksudku, aku benar-benar seperti Tara. Rambut panjang kemerahan ini membuatku terlihat sangat feminim, kecuali sorot mataku yang tajam dan terlihat seperti seorang pemikir. Tapi dari luar secara fisik benar-benar berbeda.
Diam-diam aku penasaran dan ingin mencoba memakai pakaian Tara.

Walaupun kami kembar, namun perbedaan kami sangat kontras. Walaupun Tara adalah seorang atlet, tapi dia malah sangat feminim, cara dia berpakaian, sifat ambisius, dan penampilannya sangat elegan; tapi bagiku pribadi dia berlebihan... sedangkan aku cenderung simpel, sedikit tomboy, dingin, pekerja keras, dan malah agak maskulin.

Sebagai contoh aku memotong rambutku sangat pendek untuk seorang gadis. Tapi aku tetap mempertahankan poni tetap panjang dan disisir kesamping seperti ekor kuda menjuntai.

Mulai saat ini aku harus fokus. Awalnya mungkin sulit, tapi lama-lama identitas baru ini akan semakin mantap. Dan pengorbanan aku--Lexi Roxette yang mati secara resmi (Kematian palsu) tidak sia-sia.

The Ersatz Perished (kematian palsu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang