Waktu minum teh

337 26 6
                                    

Lucunya, aku masih tinggal satu atap dengan Tara, tentu saja, dia kan saudariku. Dan daripada mencoba saling bunuh setelah apa yang kami lalui di pengadilan pagi ini, kami malah sedang minum teh... Aku tidak bisa bilang kalau kami benar-benar sedang minum teh bersama.
Memang benar kami duduk dihadapan meja bulat kecil yang sama, menghadap satu sama lain dengan secangkir teh panas dalam genggaman tapi kami terlihat saling berada dikejauhan entah bagaimana.

Tara menunduk memandang kedalam cairan berputar didalam mangkuk tehnya, dan aku menyesap sedikit teh yang mana masih terlalu panas bagiku untuk diminum.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan?" akhirnya aku angkat bicara.

Dia menjawab, "Aku belum benar-benar memutuskan, tapi aku tahu beberapa ide yang bagus dimana aku akan canangkan."

"Dan apakah gerangan?" kataku penasaran, ide macam apa yang adikku mungkin kelihatannya dia temukan? itu masih mengherankanku entah bagaimana.

Dia tersenyum seperti anak kecil merenggek untuk kuda poni, dan matanya mengembang lebar.
"Lihat, berhubung aku memiliki semua properti yang kita seharusnya miliki. Aku pikir kau bisa bekerja untukku Lexi, oh lihat lagi! itu akan sangat hebat! memperimbangkan kalau kau memiliki kemampuan besar untuk menjalankan perusahaan besar. Aku akan memastikan kalau kau akan menerima gaji terbesar lebih dari pegawai lainnya."

Aku menertawakannya, dia kelewat konyol bagaikan wanita mabuk disebuah bar berbicara omong kosong tentang bagaimana perang dunia pertama berawal.

"Jangan bodoh saudari, aku bisa menjalankan seluruh perusahaan bahkan tanpa mengkhawatirkan dirimu. Apa yang kau pikir akan kau lakukan terhadapku dan kekayaan besar kita?"

"Dia menghela, dan berusaha berbicara padaku lagi. "Well kalau begitu terserah padamu Saudari. Jika kau tidak mau menolongku dengan bisnis ini aku pasrah."

"Apa maksudmu?" Aku hanya menggumam pelan.

"Aku hanya akan menggunakan kekayaan kita terus-menerus untuk kebetuhanku." dia berbicara seolah itu bukanlah perkara besar sama sekali.

"Beraninya kau Tara..." Aku berseru dengan rasa heran tak mempercayai apa yang telah kudengar, "Kau hanya akan menghabiskan seluruh kekayaan kita? hadiah dari kerja keras keluarga, perjuangan orang tua kita, dan kau hanya..." Aku tidak tahu sama sekali kata-kata macam apa untuk menggambarkannya.

"Well, kalau begitu kau bantu aku, bekerjalah padaku--kau masih bosnya. Aku hanya akan memantau dibelakang, kau lakukan apapun atas namaku dan aku akan memperoleh untung dari itu. Itu semua yang terbaik yang bisa kupersembahkan. Kau tahu kan? aku tidak bisa menjalankan perusahaan besar, seperti katamu, aku tidak punya kemampuan untuk itu, aku tidak punya kualitas untuk menjalankan perusahaan, tapi kau bisa."

Aku membeku sesaat, memikirkan tentang itu. Aku masih memungkinkan untuk mempertahankan kekayaan ini dari kehancuran. Tapi toh masih menyebalkan... mengetahui saudariku akan duduk dibelakang sementara aku bekerja keras dengan bisnis ini.

Apa yang sebaiknya kulakukan? pada satu sisi, aku tidak mau membiarkan kekayaan besar keluargaku jatuh berkeping-keping menjadi serpihan kecil dan jatuh dari tangan ketangan, yang mana kalimat disini berarti aku harus menjualnya ke orang kaya lain yang selalu memperhatikan dari belakang untuk menyergap dari belakang seperti tikus.

Aku meninggalkan meja, hanya meninggalkannya satu kalimat, "Aku akan pergi jalan-jalan. Sampai ketemu nanti."

"Dadah Lexi." dia berkata dengan suram secepat aku meninggalkan pintu dapur.

The Ersatz Perished (kematian palsu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang