Aku terjaga pelan karena merasa kepanasan dan kehausan.
Setelah meminum segelas air pikiranku mengambang. Tak terasa akhirnya aku sudah berada di Mansion ku lagi.
Serasa begitu lama kunjunganku dengan Kethlen Wulandari berakhir.
Entah jam berapa sekarang, yang pasti masih larut malam. Aku berjalan tanpa alas kaki dan tubuh terbungkus gaun tidur putih yang panjang dan longgar.
Tiba-tiba aku berada didepan pintu menuju tangga kebawah basement, Kenapa aku kesini? pikirku.
Tapi entah kenapa aku membuka pintu, dan menuruni undakan menuju ke sel tahanan Tara hanya karena ingin saja tanpa niat tertentu.
Lampu penerangan diruangan itu agak kemerahan, entah kenapa warnanya seperti itu, mungkin rusak dan perlu diganti. Ketika aku mendekati jeruji selnya, aku melihat pintunya terbuka lebar...
Mataku langsung melek, aku berlari dan melihat-lihat kesekitar. Dia lepas, dia berhasil kabur. Samar-samar aku berpikir "Bagaimana?" apakah aku lupa menguncinya setelah membukanya? apakah dia berhasil membukanya sendiri?
Rantai dari atas katrol yang menjerat kakinya tergeletak didekat ranjang tak ada siapapun didalam. Hatiku bergetar kencang... dadaku berpicu, entah kenapa aku merasa cemas dan tegang.
Aku masuk kedalam sel kosong itu dan memanggil ragu-ragu, "Tara?"
...
"Tara, dimana kau?"Terdengar bunyi gesekan kaki dilantai batu, aku segera berbalik. Ada seseorang diruangan ini, siluet sosok wanita berambut pendek yang kacau dan wajah samar-samar karena cahaya merah yang redup.
Dia berdiri diujung ruangan.Itu jelas Tara, tapi entah kenapa aku merasa was-was padanya, aku tak pernah merasa takut padanya sebelumnya.
Dia melangkah tiga kali mendekatiku, tapi semakin cepat dan terburu-buru--aku baru memperhatikan sebilah pisau dapur tergenggam dilengan kirinya.Spontan aku melangkah mundur, tapi tak bisa lari atau mencegat serangannya.
Dia terlihat masih memakai piyama ketika melompat menerjangku sampai jatuh kelantai.
Tanganku menggapai-gapai, tapi tak bisa menghentikan dirinya menusuk-nusuk perutku berkali-kali hingga berdarah-darah. Meski wajahnya gelap, aku menangkap aura seringai jahat dan jahil pada wajahnya.
Oh tidak, lukanya terlalu banyak. Aku bisa mati!"Tara, apa yang kau lakukan? kenapa kau melakukan ini? kenapa kita tidak bicara dulu?"
Tak ada jawaban, kali ini dia menekan dahiku, lalu menggorok tenggorokanku dengan gerakan menyayat berulang-ulang. Aku tak bisa melakukan apa-apa, jadi aku pasrah saja. Kenapa aku begitu lemah?
Gaun putihku langsung menjadi merah karena berlumuran darah, begitu juga Tara, dia bermandikan darah segar: Darahku.
Holy Molly Shit!
Aku mengerjap dari ranjang, leherku sakit karena posisi tidur yang buruk. Tanpa sadar lengan dan jemariku terbentur bagian pahatan kayu ranjang disisiku karena terkejut... Aku memang kepanasan dan berkeringat seperti habis olahraga.
Kepalaku sakit...Duh... aku memijit pelipis sambil memejamkan mata. Kemudian melihat kesekitar ruangan. Aku berada di kamar tamu yang disiapkan Kethlen tadi sore. Aku masih di Borneo--tentu saja.
Aku tadi bermimpi buruk, bermimpi Tara membunuhku dengan sadis seperti binatang.
Bunyi jangkrik mendengung diluar, tanpa membuka jendela pun aku tahu sekarang masih malam.
Ada-ada saja mimpinya, mungkin aku lelah. Barangkali kurang piknik. Tara sialan, akan kuceritakan kalau aku ingat nanti setelah pulang padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ersatz Perished (kematian palsu)
Mistério / SuspenseLexi memalsukan kematiannya dan menyekap saudarinya untuk mengambil identitasnya. Konspirasi dan intrik yang berkembang sejak tewasnya orangtua mereka yang meninggalkan warisan secara tidak adil.