Pendaratan pertama ditanah Borneo

145 9 0
                                    

Sesampainya di Borneo Selatan, aku dan Sukro melakukan perjalanan lewat darat menuju kediaman Kethlen.

Dipelabuhan kami melewati cukai, dan kedatanganku ternyata sudah ditunggu oleh seorang serdadu polisi yang mencegat para petugas pemeriksaan menahan surat tinggal disini selama barang-barang dan identitasku diperiksa--aku tidak punya masalah dengan itu sebenarnya sih.

Dia seorang pria paruh baya tinggi besar berdada lebar dan kokoh, dengan rambut pirang tebal disisir kebelakang yang mengkilap karena pomade, ujung rambutnya panjang melewati kerah mantel Sailor kain yelvo biru tua.

Kami diajak mampir sebentar untuk membicarakan perjalanan selanjutnya di dalam sebuah pos kantor kecil yang nyaman, dalam artian tempat ini bukan untuk staff biasa. Sofa nya bagus, diimpor dari eropa, karpetnya tebal, hiasan-hiasan dan walpaper bagus, dan mesin ketik serta lemari-lemari besi berankas di sebelah meja ketik.

"Kita seharusnya bertemu di Surabaya, Saya Swety Waber, selama ini kita sering bertukar invoice, tapi tak pernah bertemu sebelumnya." kata pria tinggi berbobot itu.

Aku menyalaminya, "Saya tahu, senang bertemu anda."

Ini orang yang bertanggung jawab melegalkan semua ekspor material dari Borneo ke Jawa--dari Jawa ke Inggris melalui selat Malaka (Jalur pelayaran V.O.C). Pasti pangkat serdadu polisi ini tinggi. Bagaimana Kethlen yang hanya gadis pribumi terpelajar bisa bersekutu dengan orang-orang seperti ini?

Rasanya Robert pernah menyebut-nyebut nama orang ini, jadi ingat...

"Robert, juru tulis itu yang menyambut saya." kataku.

"Ya, dia juga penerjemah yang baik, itulah kenapa saya meminta Robert mengurus kedatangan anda." Swety kemudian melihat kearah Sukro, "Apa kau pemandunya?"

"Iya," jawab sukro sambil memelintir kumisnya, "Kethlen mengutus saya, saya akan mengantarnya ke tempat Kethlen."

Swety Waber mengangguk pelan kearah Sukro, "Tentu Mrs.Tara tidak akan bepergian sendirian, sudah sepantasnya dia dikawal oleh anakbuahku."

"Tentu, masih ada tiga ruang lagi dibelakang mobilku." jawabku sekalian memberitahu kalau aku pergi dengan transportasi sendiri.

Swety beringsut dan memindah silangan kakinya disofa, "Kenapa dia memakai transportasi sendiri--Sukro? kita bisa menyediakan tamu kita kereta kuda."

Sukro sempat melirik kearahku, tapi dia senyum-senyum saja, "Ah, tuan. Jalan trans yang baru dibangun itu masih sepi, barangkali lebih leluasa untuk sebuah mobil. Apa salahnya membawa tamu kita lewat jalan itu, lagipula pastinya dua kali lebih cepat daripada jalan lain. Missy ini wong Inggris, motto nya Time is money."

"Oke, terserahlah." kata Swety.

Apa salah kalau aku menyinggung-nyinggung lagi masalah Robert? aku tak mau cari masalah sebenarnya, itu bukan urusanku juga. Tapi perasaanku tidak enak. "Sir, kau tahu kalau Robert--"

"--Aw!" kakiku kena siraman teh panas.

Mengejutkan sekali, aku tak tahu kenapa teko ini bisa jatuh kesini dan membasahi karpet dan membuat air menetes dimeja.
"Aduh, ceroboh sekali saya ini!" Sukro menarik taplak meja dan buru-buru memungut gelas-gelas kecil dan nampan serta teko teh yang jatuh. "Tadi gelas Cup saya selip ditangan dan ketika saya refleks ingin menangkapnya tangan saya malah tak sengaja membalik nampannya. Aduh!"

Sukro Bodoh... celana kain ku basah dan kulitku perih karena air mendidih, pastinya noda teh ini membekas di celana putih ku yang mahal.

Tapi gara-gara itu aku jadi lupa niat memberitahu Swety kalau Robert sedang terluka.

The Ersatz Perished (kematian palsu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang