Malam Ganjil

143 8 0
                                    

Robert William sudah dibaringkan diatas meja sejak satu jam yang lalu, ruangan dipenuhi bau menyengat antibiotik, alkohol, dan aroma asam darah.

Dokter Jawa yang dipanggil terburu-buru tadi mencuci tangannya didalam baskom lalu mengelap dahi dengan punggung lengan.

Gulungan perban penuh noda darah kering berserakan dilantai, berita baiknya, operasi dadakan ini berhasil. Panah sudah berhasil dicabut, lukanya juga sudah dimasak dengan lembing panas dan ditutup perban khusus.

"Sementara ini, biarkan dia beristirahat dan jaga suhu tubuhnya tidak menurun dengan kompres herbal ini dikepalanya setiap dua jam sekali. Dia bisa terserang migrain kuat jika suhu tubuhnya menurun, akan berakibat terhadap proses penyembuhan..."

"Apa yang harus kita lakukan lagi dokter?" tanya seorang pria berkulit gelap berkumis hitam melengkung dengan mata nanar.

Dokter menghela nafas, "Aku akan kembali besok untuk menjahit lukanya, sementara biarkan saja dulu dia beristirahat--oh ya, jangan biarkan dia terlalu banyak meminum bir untuk meredam rasa sakit, pakai saja aspirin."

Kelihatannya tidak ada yang menyadari keberadaanku hingga dokter pamit membawa tas kopernya dan pergi menaiki kereta kuda, menghilang dipenghujung gelapnya malam.

Ada tiga orang pria yang membawa William, pertama orang berkumis dan bermata nanar itu dengan pakaian serba hitam dan baju bergaris-garis, Kedua seorang pria kurus dengan pipi amat kurus hingga bibirnya nampak lonjong dan dia memakai blangkon dikepalanya, dan ketiga seorang pria berjanggut putih dengan rambut putih sepanjang pinggang dibelah tengah dan diikat kuda, dia memakai semacam ikat kepala segitiga dan sebuah keris terselip dilipatan sarungnya.

"Maaf sekali, kita ada tamu rupanya... mari kita bicara didapur saja, tempatnya lebih bersih." kata pria berkumis panjang melengkung.

"Maaf tadi anda harus ikut membantu juga missy." kata pria berjanggut putih.

Pria berkumis mengenalkan diri, "Saya Sukro, ini Pramodia, dan yang kurus memakai blangkon ini Sutrisno, dia tidak bisa bahasa Inggris atau Belanda."

"Tara Roxette, dari perusahaan Roxette and co."

"Oh, Mrs.Tara, saya sudah menunggu anda, saya Utusan Kethlen." kata Sukro.

Akhirnya kami makan malam didapur, pelayan-pelayan wanita tua memasakan makanan eropa. Kemudian semuanya begitu singkat, Sukro akan menemani perjalananku ke Borneo Selatan untuk menemui Kethlen Wulandari... Jadi kapanpun aku siap kami akan meninggalkan Java.

"Besok? aku tak perlu istirahat menginap, lebih cepat kita pergi lebih cepat kita sampai." aku menganjurkan.

"Baik, besok kita akan langsung pergi ke pelabuhan." kata Sukro.

Aku sudah menghabiskan makananku dan mengupas jeruk, saat ketiga pria itu agak santai dan tertawa-tawa sedikit bersama temannya karena guyonan ringan, aku sedikit menyela.
"Apa yang terjadi dengan Robert?" tanyaku ala kadarnya tanpa antusias.

Sukro mengalihkan pandanganku dan tersenyum memperlihatkan sedikit giginya, "Kecelakaan, biasa: sudah maklumatnya. Panah pemburu nyasar saat berburu dihutan."

Dahiku mengernyit, "Eh? Kukira dia pergi untuk urusan dinas."

Sukro masih menahan senyuman dan bertukar pandang dengan Pramodia yang masih minum dari mangkuk dan mengaliri janggutnya dengan tetesan air. Sutrisno hanya menyimak dengan kaku dengan kedua mata bening yang nampak besar karena wajahnya kurus. Dia tak banyak bicara, nyaris tak bicara apapun.

The Ersatz Perished (kematian palsu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang