Sambutan

122 7 0
                                    

Tempat kediaman Kethlen Wulandari macam kuil terpencil saja.
Tempatnya agak sedikit menanjak keatas bukit, dua kali aku melewati gerbang portal dan pos penjaga sampai bisa menuju ke kediamannya. Bukan mansion seperti yang kumiliki, tapi lebih seperti sebuah tempat besar diatas gunung dengan banyak bangunan dan semacam puri bertingkat yang hanya ditinggali Kethlen dan pelayan-pelayannya.

Ketika mobilku memasuki pagar dan mengitari air mancur dan pipa pompa sumur bambu, aku melihatnya berdiri melipat tangan dibelakang punggung diantara patung kera besar memegang Gada berlumut dari pahatan batu. Beberapa ajudannya yang berkulit cokelat gelap memakai sarung dan kemeja bermanik-manik berdiri dibelakangnya sambil memayunginya dengan payung kecil dari sinar ultraviolet.
Dia masih berpijak ditempat yang lebih tinggi daripada aku.

Kethlen melangkah maju dengan seringai dan merentangkan kedua tangannya seolah ingin memelukku dari kejauhan.
"Aku tak percaya melihatmu berada disini Tara! terasa seperti mimpi saja." serunya.

Dia mengenakan kain sarung hijau bermotif kembang sedikit diatas lutut, pakaian kemeja putih tipis menyilang melapisi kemben didalamnya. Rambutnya masih disanggul dengan tusuk rumit yang tajam, dan sendal kayu sederhana dibawah kakinya yang pendek. Kethlen seperti kebanyakan wanita melayu lainnya kelihatannya tak pernah memakai make up, bahkan saat kami sekolah di New Zealand dia selalu tampil dengan wajah seadanya.

Dia berkulit sawo matang, tapi lebih cerah, mungkin seperti bengkoang yang habis dikupas.

Aku menaungi wajah pucatku dengan alis pirang yang membuat wajahku agak kelihatan redup dengan tangan karena silau saat keluar dari mobil. Dan rambut panjang kemerahan yang sekarang menjadi bagian penting dari hidupku.

Aku menapak undakan dari batu menuju tempat Kethlen berdiri, ada banyak undakan disekitar sini, sepertinya posisi tanahnya tidak rata.
"Hello, Kethlen."

Sampai aku berada dihadapannya dan dengan jelas bisa mengukur tinggi tubuhnya yang hanya sebatas dadaku meski dia memakai sendal kayu yang cukup tinggi. "Perjalanan super panjang, bagaimana perjalananmu?"

"Itu ceritanya panjang," kataku lega. Tidak menambahkan kalau aku melihat seorang juru tulis pegawai negeri terluka karena kecelakaan saat berburu.

Tanpa kusadari tenyata dua serdadu belanda yang tadi ikut denganku sudah berdiri disamping kiri dan kananku. Bayonet mereka ditutupi kain dan disematkan dipunggung.

Lalu tiba-tiba Sukro datang menyelip dari sampingku, dia langsung berlutut dan merapatkan kedua telapak tangan membentuk simbol penghormatan pada Kethlen.

Kethlen melirik Sukro jatuh kebawah kantung matanya, "Terimakasih Sukro untuk memandu Tara. Sekarang pergilah." tangannya mengibas gemulai saat memerintah.

"Ayo," wanita itu berbalik memunggungiku, masih menoleh untuk mempersilakanku mengikutinya. "Kami tidak terbiasa langsung berbicara bisnis tanpa santai-santai dulu, biarkan aku memberikan jamuan dan sedikit pertunjukan alat musik sederhana di dipan."

The Ersatz Perished (kematian palsu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang